Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Rabu, 12 Oktober 2016

SEJARAH SURAU BARU

Share

Gambar : Surau Nurul Furqon, Kec. Sungayang-Tanah Datar.



Daerah Minangkabau dari dulu hingga saat ini terus melahirkan generasi-gerasi yang mengharumkan daerah tanah Minangkabau ini. Baik itu dari karya-karyanya, hasil pemikirannya dan campur tangannya dalam pembaruhan Islam. Ada banyak nama yang kita kenal seperti : Buya Hamka, Mahmud Yunus, Tuanku Iman Bonjol dan masih banyak lagi. Mereka semua selain lihai menciptakan karya-karya dan pemikiran baru juga hebat dalam agama. Itu semua tidak lepas dari peranan surau yang diterapkan di daerah Minangkabau ini. Bahwa di surau tempatnya mengaji, menuntut ilmu, dan mengenal teman satu sama lain. Bahkan di suraulah kaum laki-laki tidur dan hanya kaum perempuanlah yang tidur di rumah.

Mereka mengaji dari waktu Magrib hingga waktu Isya, setelah itu belajar Silat di surau. Bahkan waktu setelah shalat subuh juga melanjutkan mengaji, baru melakukan aktivitas lainya seperti : membantu orang tua, sekolah, dan sebagainya. Bagaimana tidak kemampuan para pendahulu kita sangat dalam ajaran agamanya dan bahkan juga jago dalam bela diri. Jika kita bandingkan dengan kehidupan masyarakat kita pada masa sekarang ini sangat jauh berbeda. Itu terlihat dari sedikitnya pengaruh orang tua terhadap pendidikan menuntup ilmu agama terhadap seorang anak. Akan tetapi untuk uang les segala macam, mereka rela mengeluarkan biaya yang cukup tinggi agar anak menjadi anak yang hebat baik itu Bahasa Inggris, Musik, Tari, Basket, dan bahkan yang lainnya.
Akan tetapi jika anaknuya tidak mengaji tidak ada teguran dari pihak orang tua dan bagaimana perkembangan mengajinya selama ini tidak pernah mereka suruh anaknya untuk mengaji. Itulah realitanya kehidupan modern pada saat sekarang, bahkan pikiran sebagian orang tua juga terkana virus yang jauh dari ajaran agama. Menuntup ilmu agama pada masa sekarang hanya di pandang akan menjadi seorang ustad yang memberikan ceramah dari satu surau ke surau lainya atau dari satu mesjid ke mesjid lainya. Tidak. Melainkan banyak hal yang akan mereka dapatkan dari menuntut ilmu agama itu. Banyak kalangan yang kekurangan guru agama di berbagai tempat.
Salah satu surau yang berdiri sejak zaman penjajahan jepang ini, yaitu di jorong Balai Gadang, kec. Sungayang, Kab. Tanah Datar ini. Nama surau itu adalah Surau Nurul Furqon atau sebutan khas orang setempat Surau Baru Jirek. Awalnya surau ini hanyalah terbuat dari kayu dan tidak seperti saat ini. Karena usia surau itu semakin tua dan kayu-kayunya sudah mulai di makan ulat. Makanya sekitar tahun 1980 dibangunlah surau baru dengan membuka surau yang lama. Itu semua tentulah melalui musyawarah untuk membicarakan dari mana dana pembangunan surau baru tersebut. Akhirnya setelah musyawarah selesai maka, pihak perantau dari daerah sekitar Balai Gadang akan turut membantu pembangunan tersebut. Maka dibuatlah surau permanen bertingkat dua berkat suadaya masyarakat sendiri.
Maka setiap hari proses pembangunan ini terus berlanjut yang dikepalai oleh Pak H. Tin (Zainudin Rusid) sebagai ketua pengurus. Sekitar lima belas pekerja setiap hari melakukan proses pembangunan hingga dua tahun setelah itu proses pembangunan selesai yaitu pada tahun 1985. Dalam proses pembangunan ini, dimintalah sumbangan nasi dari setiap warga setempat seperti : Kampung Silangik, Kampung Melayu, dan Balai Gadang. Awalnya proses pembangunan itu dibuat dinding dari sasak (bambu yang sudah dibersihkan membentuk kayu-kayu kecil) dan dilapisi tembok, itu masih terlihat pada saat sekarang di tembok dibawah jenjang ke lantai dua. Menurut H. Murda’i sampai hari ini tembok itu termasuk tahan terhadap gempa dan tidak pernah rusak sampai saat ini. Dari surau ini mulai berdiri sampai sekarang atapnya sudah dua kali diganti karena sudah mulai bocor dan berkarat.
Pada saat proses pembangunan surau baru yang akan dibuat itu, maka murid-muridnya untuk sementara waktu dipindahkan ke Surau Si Minyak dengan gurunya pada saat itu Si Am Balak. Bahkan setelah surau baru tersebut selesai dalam jangka waktu dua tahun maka dipindahkan kembali murid-muridnya dan barulah menjadi Taman Pendidikan Agama Nurul Furqon. Namun sebutan, “Surau Baru Jirek,” sampai sekarang tidaklah hilang karena surau ini adalah satu-satunya surau yang berdiri lebih awalnya daripada surau-surau yang lain di Nagari Suangayang. Tanah surau yang ditempati sekarang ini adalah tanah milik Angku Syech yang mempunyai isteri orang Sungayang juga. Konon kata masyarakat setempat berasal dari Persia, dan sudah ada sejak zaman kerajaan Islam dahulu. Bahkan dia termasuk salah satu dari penyebar agama Islam sekitar tahun 1400. Angku Syech inilah yang mengajarkan sekaligus menjadi guru di surau ini dan setiap selesai shalat Magrib Angku Syech ini mengajarkan tafsir sampai waktu Isya. Bahkan Angku Syech ini juga mengajarkan suluk atau tarikat di surau ini pada masa itu. Pada masa itu juga disebut dengan masa pacaklik atau masa-masa sulit pada zaman penjajahan Jepang, karena pada masa itu tanaman yang ditanam hanya sedikit yang dapat dipetik hasilnya. Akan setelah kematian Angku Syech ini digantikan anaknya yaitu Buyuang di surau Ayahnya. Pada masa Buyuang ini dipenghujung hari tuanya, dia dirawat oleh salah seorang yaitu Rawani Ishak sampai beliau wafat. Bahkan Angku Syech dan anaknya Buyuang itu dikuburkan disebelah surau dan sampai hari ini dapat kita lihat dalam sebuah bangunan serta diatap. Diselah surau baru ini juga terdapat dahulu surau di tengah-tengah sawah, dari informasi yang didapatkan disana mengajar seorang guru sekaligus imam disana yaitu Dt. Tanpatiah namun orang setempat memanggilnya Angku Imam dan nama surau itu juga diberi nama Surau Angku Imam. Beliau juga termasuk salah satu penyebarar agama Islam dulu disini bersama Angku Syech. Akan tetapi sampai saat ini Surau Angku Imam sudah tidak ada lagi disana, karena sudah dibongkar karena sudah usang dan dijadikan tempat menanam sayuran dan sebagainya.
Setelah kematian Buyuang itu, diadakan rapat untuk menentukan pemilikan surau ini. Karena pada masa dulu siapa yang merawat seseorang maka hak miliknya jatuh pada yang merawat. Maka hasil dari musyawah itu adalah tanah yang ditapaki surau dan tanah yang juga ditapaki tempat berwuduk itulah tanah yang di waqafkan kepada masyarakat sampai saat ini. Sedangkan tanah di sekitar surau dan dua buah kolam itu milik Buk Rawani Ishak sampai saat ini.
Bahkan dari dulu sampai saat ini sudah banyak guru-guru yang mengajar di surau ini seperti : Angku Syech, Buyuang, H. Mustapa Ali, H. Muh. Isya Rasyid (guru tafsir), H. Musni Jami’ (guru tafsir), Umar Rasyid, Munir Rasul Gundo, Bustami, Aisyah Murad (anggota tafsir), Al Munir Ahmad.
Itu adalah pada masa-masa dulu, sedangkan setelah itu juga ada anak sekolah di MAN 1 Batusangkar dan juga ada anak dari Panti Asuhan Aisyiyah Sungayang. Bahkan H. Murda’i Dt. Bagonjong juga menjadi guru disini dan Tek Asni isterinya. Sedangkan setelah Dt. Bagonjong pensium karena usianya sudah terlalu tua dan sudah sakit-sakit digantikan oleh anaknya yaitu Agnos sekarang juga menjabat sebagai bendahara dan dibantu oleh Koswara juga sebagai murid dahulu disini dan sekarang menjabat sebagai sekretaris. Ada juga guru dari kampung Simpadang yaitu Pak Faizal.
Selain dana-dana bantuan dari perantau yang didapatkan setiap tahunnya juga ada bantuan donatur tetap yang dibentuk sekarang ini. Selain biaya guru sehari-hari juga biaya makan dan minumnya dalam aktivitas mengajar murid-murid disini. Bahkan untuk tetap mendapatkan bantuan dari rantau biasanya dibuatkan laporan setiap tahunnya mengenai uang masuk dan keluar, serta donatur-donatur yang ikut menyumbangkan sumbangannya kepada surau ini. Selain itu ada juga sawah yang juga milik surau dan sawah itu di waqafkan ke surau ini oleh salah seorang warga sekitar satu lupak di Biaro. Selain dana dari itu, dan juga dari pemerintah yang juga ikut memberikan bantuan kepada proses pembelajaran di surau ini seperti : meja, kursi, papan tulis dan meja guru.
Dari informasi yang didapatkan bahwa dulu murid-muridnya berjumlah ratusan dan lantai dua surau juga dipakai untuk tempat mengaji. Karena awalnya surau ini hanyalah satu-satunya surau di Jorong Balai Gadang ini dan belum ada surau di sekitarnya. Maka surau ini menjadi salah satu surau yang dijadikan sebagai tempat menuntut ilmu dari berbagai tempat dan bahkan di daerah sekitar juga ada muridnya seperti dari Nagari Tanjung. Namun seiring dengan munculnya surau-surau baru yang juga menjadikan murid-murid surau Nurul Furqon ini semakin sedikit sampai saat ini berjumlah sekitar tiga puluh orang. Surau-surau yang baru itu seperti di Kapas Picancang yaitu Surau Al-Ikhlas dan di Kampung Simpadang dengan Surau Talang. Maka terpecahlah murid-murid itu dari ketiga surau yang ada, bahkan murid yang rumahnya dekat lebih memilih belajar di surau yang terdekat. Pada akhir tahun 2010 lantai dua surau tidak digunakan lagi. Kalau ditanya soal prestasi Surau Nurul Furqon ada walaupun tidak ada bukti-bukti yang bisa dilihat sampai saat ini. Karena piala atau hadiah yang didapatkan tidak diletakkan di surau akan tetapi dibawa peserta lomba ke rumah masing-masing. Diantaranya :Juara I lomba MTQ tingkat nagari, juara I Cerdas Cermat, dan selebihnya juara II dan III.

Referensi Dialog Langsung :
1.      H. Zainudin Rusid (ketua pengurus Surau Nurul Furqon)
2.      H. Murda’i Dt. Bagonjong (mantan guru sekaligus bendahara Surau Nurul Furqon)
3.      Koswara (mantan murid dan sekarang guru serta sekretaris di Surau Nurul Furqon)
4.      Agnos (mantan murid dan sekarang guru serta bendahara di Surau Nurul Furqon)


0 komentar:

Posting Komentar