Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Senin, 24 Oktober 2016

MANIS, ASEM, ASIN CINTA

Share

Gambar : Jam Gadang-Kota Bukittinggi.


Waktu liburan kuliah adalah hal yang sangat ditunggu-tunggu semua mahasiswa dan terkadang hari libur dimanfaatkan orang-orang untuk bersantai-santai, bermain, dan sebagainya. Akan tetapi semua itu tidak berlaku dan terjadi dengan diriku, walaupun demikian semua itu kujalani dengan lapang dada setiap minggunya. Hari minggu ini sangat berbeda dengan yang dengan biasanya, karena hari ini aku bisa enjoy dan menikmati hari libur ini. Hari libur ini aku tidak ada tugas dan pekerjaan yang harus kulakukan, baik itu membantu family maupun tugas pribadi.
Setelah melakukan sholat Zuhur dan istirahat sejenak sambil tidur-tiduran di kamarku. Tiba-tiba saja suara handphone-ku bergetar di atas meja.
“GrGrrrrrr......GrrrGrrrrrr.....Grrrr.......”

Lalu kulihat nama yang tertulis di handphone-ku yaitu, “Arimy.”[1]
Dalam hatiku bercampur antara rasa senang, rasa heran, dan bahkan rasa kawatir terlintas dalam pikiranku. Karena dia adalah sahabatku dan juga satu kelas denganku di kampus. Akan tetapi dia jarang sekali nelpon ataupun SMS-san denganku, entah kenapa aku tidak tahu juga dengan hal tersebut.
Sekali-kali memang dia SMS-ku, tapi itu bisa dihitung jari. Dia pun SMS denganku jika ada masalah dan butuh bantuanku, semua itu tidak menjadi masalah bagiku karena aku menganggap dia sebagai sahabatku bahkan aku pun sudah kenal dengan orang tuanya dan adik-adiknya. Maka dari itu rasa kawatir muncul dalam diriku. Tiba-tiba saja ada panggilan masuk dari sahabatku, karena rasa penasaran yang tinggi kuangkat telponnya.
 Assalamu alaikum, maaf Van, Rim boleh mintak tolong ngak Van ?” suaranya dari ujung telpon.
Wassalamu alaikum, kalau boleh tahu ngapain Rim ?” balasku heran.
“Begini Van, Rim pengen membeli notebook ke Bukittinggi Van, tapi hari sudah sore, susah cari mobil, dan pulangnya pun ngak ada mobil lagi sore begini Van, kalau besok Rim ke kos lagi Van terus kapan lagi membelinya Van ? Bisa antarin Rim ngak Van ?” rengeknya dengan suara manja.
”MNnnnn. . . gimana ya Rim, bukannya Van ngak mau, akan tetapi apa orang tua Rim sudah dikasih tahu kalau Van yang pergi sama Rim ? Nanti orang tua Rim ngak ngizinin lagi ?” kujawab dengan santai, walaupun hati ini sangat senang menerima ajakan sahabatku ini akan tetapi aku tidak boleh gegabah dalam mengambil tindakan.
“Tadi Rim sudah bilang sama Ibu dan Ayah kalau Van yang akan nganterin Rim ke Bukittinggi dan Van bisa kan ? Tolong Rim ya Van ??”  suaranya semakin manja.
Mendengar permintaan dan kesedihan hati sahabatku kalau aku menolak untuk menemaninya ke Bukittinggi mungkin akan membuat dia merasa tidak memiliki sahabat dan bahkan sahabat yang dia anggap baik ternyata tidak sesuai dengan yang semestinya. Makanya aku tidak ingin mengecewakan sahabatku dan berusaha untuk menerima ajakannya walaupun harus membuang waktu santaiku hari ini.
 “Tunggu sekitar bentar ya Rim, Van mandi dulu, nanti Van kabarin kalau sudah berangkat ya ?”
”Ya...Van, Terima kasih banyak.”
Setelah itu, siang yang cerah tersebut aku mandi dengan tergesa-gesa dan bersiap-siap berangkat ke tempat sahabatku dengan motor. Sekitar jam 13.30 WIB kuberangkat dan sebelum berangakat aku kasih kabar kepada sahabatku kalau aku sudah berangkat.
***
Sekitar 30 menit aku telah berada di rumah sabahatku di Pitalah. Baru sampai di rumahnya aku langsung disuruh masuk oleh Rimy dan kedua orang tuanya dan berbincang-bincang dengan orang tuanya sambil menunggu sabahatku untuk siap-siap berangkat. Tidak terasa aku telah dekat dan seperti keluarga sendiri semua orang di dalam rumah tersebut. Walaupun ini adalah kali yang kedua aku ke rumahnya. Bahkan orang tua sahabatku ini percaya sepenuhnya akan anaknya yang akan dia titipkan kepadaku sepanjang perjalanan nanti. Walaupun demikian aku tidak ada niat lain selain membantu sahabatku itu mencapai keinginannya untuk menunjang prestasi akademiknya.
Setelah Rimy siap dan aku berpamitan dengan orang tua Rimy yang mengantarkan kami sampai ke jalan raya menuju Padangpanjang yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Sebelum berangkat orang tua Rimy berpesan kepadaku.
 “Tolong jaga Rimy ya Van, hati-hati saja di jalan dan pulangnya jangan sampai kemalaman,” berjalan mendekati kami.
”Ya...Ayah, insya Allah, kami berangkat dulu Yah, Assalamu alaikum,” “(dengan mengangguk kecil)
“Wassalamu alaikum.”
Sebenarnya ini tidak pernah terpikirkan kalau aku bisa begitu dekat dan akrab dengan keluarga sahabatku ini, sahabatku berpesan saat di jalan.
 “Sebelum kita ke Bukittinggi, kita mampir dulu ke pasar Padangpanjang bentar ya Van?”
”Ok” balasku singkat.
***
Aku menunggu sahabatku ini di depan salah satu toko dekat parkiran motor, karena aku tidak dibolehkan ikut ke dalam dengan alasan akan menemui etek-nya dulu di dalam pasar. Aku melihat dia sangat tergesa-gesa berjalan meninggalkan aku sampai punggungnya terlihat menghilang dibalik tikungan jalan.
Tidak berapa lama menunggu, Rimy datang dan kami berangkat ke Bukittinggi sore itu. Untuk menghilangkan bosan dan capek kumencoba bersenda gurau, ngobrol dengan Rimy dalam sepanjang perjalanan. Tanpa terasa waktu berlalu dan kami telah berada di depan Jam Gadang. Setelah aku parkirkan motor dan berjalan mencari yang diinginkan Rimy ke berbagai toko elekronik di pasar Bukittinggi.
Kami memasuki pasar dan keluar pasar mencari notebook dan menanyakan diberbagai tempat setiap sudut pasar di sekitar Jam Gadang. Ternyata hanya ada satu toko yang masih buka sore itu, setelah jual beli harga Rimy tidak suka dengan warna serta modelnya dan tidak sesuai dengan harga yang diberikan pemilik toko. Akhirnya kami mencari toko lain, dalam perjalanan melintasi jalan raya Bukittinggi. Sedang berjalan di tengah jalan, tiba-tiba saja suara sepatu kuda sudah terdengar dekat denganku. Rimy berusaha menarik tanganku akan tetapi terlambat sebuah benda meluncur mungkin kayu penarik Bendi tersebut mengenai punggungku. Walaupun tidak begitu sakit, akan tetapi suara kusir bendi tersebut membuatku kaget.
 “Kalau jalan hati-hati,” dengan suara keras disertai tatapan mata yang membesar.
 “Bukannya mintak maaf malah kabur saja tu orang,” pikirku dalam hat sambil mengelus-elus punggungku.
Rimy berusaha menenangkan aku dipinggir jalan, setelah semua tenang kami pergi ke Mesjid Raya Bukittinggi untuk sholat Asyar berjamaah. Pikiranku terasa segar kembali dengan air wuduk serta berdoa kepada Allah sejenak. Aku menunggu Rimy di depan mesjid, tidak berapa lama menunggu dia keluar dan kami memutuskan untuk melanjutkan mencarinya di Ramayana Bukittinggi.
Memang benar ternyata ada toko komputer yang menjual berbagai laptop, notebook, dan perlengkapan komputer lainnya di lantai tiga. Setelah bertransaksi dengan penjaga toko yang harga serta warnanya yang dipilih Rimy pun cocok dengan seleranya. Rimy memilih warna merah hati dari sekian banyak warna yang diberikan penjaga toko. Setelah dibungkus dan dimasukan ke dalam tas oleh Rimy. Baru kami bisa istirahat untuk menghilangkan rasa capek yang berjalan ke sana ke sini, ternyata ditempat ini ada yang lebih dekat dengan kami saat sampai pertama. Awalnya aku mengira bahwa di Ramayana itu lebih mahal daripada di toko karena biaya sewa toko yang mahal juga akan berdampak kepada penjualannya yang akan dinaikkan ternyata tidak begitu jauh dan bahkan lebih murah daripada di luar sana.
***
Aku dan Rimy mengambil tempat istirahat di depan Jam Gadang, aku tinggalkan Rimy sebentar dan aku pergi untuk membeli cemilan dan air minum. Disana kami ngobrol-ngobrol serta melihat ramainya Kota Bukittinggi dan terlebih lagi sekitar bangunan Jam Gadang tersebut.
Ditengah-tengah pembicaraan yang yang tidak menentu, aku menanyakan hal yang serius kepada sahabatku ini, karena sudah lama terniat olehku untuk menyampaikannya namun belum bisa.
“Inilah waktu yang cocok untuk menyampaikan semua itu,” ucapku dalam hati.
“Rim, sebenarnya sejak Van ketemu Rim dari awal Van telah memiliki rasa dengan Rim, maaf sebelumnya apa Rim tersinggung dengan perkataan Van ini ?”  dengan sedikit grogi dan cemas dengan jawaban yang akan diberikan Rimy.
 “Gak papa kok Van, sebenarnya Van telat selangkah karena sebelum Van kenal dengan Rim, Rim telah lebih dekat dahulu dan telah menjalin janji dengan seseorang. Bukannya Rim menolak Van, akan tetapi karena Rim telah dimiliki oleh orang lain yang lebih dahulu daripada Van. Maaf ya Van?” dengan suara datar yang mencoba memberikan penjelasan kepadaku.
“Van...mengerti dengan posisi Rim kok, sebenarnya jika perasaan ini tidak pernah Van ungkapkan kepada Rim malah akan menjadi beban dihati Van nantinya biarlah semuanya Van ungkapkan walaupun itu tidak sesuai dengan apa yang Van inginkan dan Rim tahu apa yang yang sebenarnya Van rasakan, itu lebih baik daripada tidak pernah Van sampaikan kepada Rim sama sekali.”
Ketika nun mulai beranjak menghilang dibalik bukit, kami pulang ke rumah Rimy. Beberapa menit berjalan kami telah sampai di rumah Rimy sambil menghilangkan rasa capek dan makan bersama malam itu. Rimy menyuruhku untuk nginap ditempatnya, akan tetapi karena aku belum terbiasa serta baru kenal dengan keluarganya aku menolak untuk nginap ditempat sahabatku itu. Mungkin dia dan kedua orang tuanya kawatir berjalan malam dan takut terjadi apa-apa nantinya. Kalau seorang pria nginap ditempat orang yang baru dikenal dan ada juga anak gadisnya akan menjadi bahan fitnah bagi orang-orang nantinya. Makanya aku cari alasan kepada kedua orang tua Rimy, aku katakan kalau besok ada tugas kuliah dan aku belum sempat membuatnya dan akan aku kerjakan malam ini setelah sampai di rumah.
Setelah selesai makan malam dan aku ditemani Rimy kembali ke kosnya di Batusangkar. Aku meminta izin kepada kedua orang tua Rimy, akan tetapi sebelum berangkat orang tua Rimy berpesan kepadaku.
 “Van. . .tolong jaga Rimy di Batusangkar ya ? Karena kami tidak bisa terus bersamanya di sana (sambil memegang pundakku).”
Insya Allah Yah, selagi aku bisa membantu, akan kubantu Rimy sebisaku,” jawabku.
Aku dan Rimy pun pergi ke Batusangkar malam itu juga dan mengantarkannya ke kosnya akupun pulang ke rumah ditemani Simerah yang selalu setia menemaniku kemana saja. Malam itu aku tutup dengan memejamkan mataku yang sudah keletihan dan badanku terasa pegal-pegal dan letih sekali berjalan seharian dengan Rimy ke Bukittinggi. Aku pejamkan mataku dalam-dalam hingga tertidur pulas tidak sadarkan diri.


[1] Arimy adalah nama samaran dari pelaku sebenarnya.

0 komentar:

Posting Komentar