Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Senin, 27 Juni 2016

OPINI CINTA

Share





Gambar: Coverd Opini Cinta-Irsal H.
                Sebuah perusahaan besar di Ibukota Jakarta sedang menjalani pemeriksaan laporan keuangannya untuk bisa berkerja sama dengan perusahaan luar dan mendapatkan suntikan dana lebih untuk mengembangkan bisnisnya. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan dan kantor cabangnya tersebar di seluruh pelosok nusantara ini. Pihak Direktur ingin laporan keuangannya berkualiatas dan memenuhi standar internasional atau Internasional Financial Reporting Standards (IFRS) yang sudah digunakan oleh beberapa negara maju dan berkembang di dunia.
            Laporan keuangan yang yang sudah memenuhi standar internasional akan lebih mudah menjalin kerja sama dengan pihak luar negeri. Selain itu pihak yang mau bekerja sama pun tidak merasa curiga dengan laporan keuangan yang telah ada. Untuk itu Pak Husein sebagai Direktur menjalin kerja sama dengan beberapa Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terkenal di Indonesia. Selain itu dia juga mengangkat Pak Rudi sebagai kepala atau sekaligus pimpinan auditor untuk menyelesaikan proyek tersebut. Jika menginginkan laporan keuangan yang baik, berkualis, dan mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), maka dia memilih beberapa orang staff auditor yang akan membantu proyek besar tersebut.

            Seminggu kemudian diadakan pertemuan seluruh tim auditor untuk membicakan proyek besar itu. Pak Rudi sebagai pimpinan auditor membahas satu demi satu rencana untuk pelaksanaan nantinya. Sekitar lima puluh orang staff audit yang terpilih dan kepala staff setelah melaksanakan proses penyaringan yang ketat.
            “Saya memberikan tugas audit untuk masalah konfirmasi piutang klain kepadamu, Bob,” ucap Pak Rudi.
            “Iya, insyaallah amanah ini akan saya jalankan dengan baik,” jawab Boby.
            “Ini nama anggota untuk hal itu,” sambil menyerahkan rincian tugas dan nama-nama anggotanya.
            “O..iya saya hampir lupa, kamu bisa meminta bantuain kepada Ibu Witria untuk mengasih tahu dimana dan siapa-siapa saja mereka.”
            “Maaf Pak, kalau boleh tahu IbuWitria itu siapa ya ? Dan sebagai apa dia disini ?” tanya Boby penasaran.
            “Hari ini dia tidak bisa datang karena banyak tugas di kantornya, namun kamu bisa menghubungi dan ini nomor,” sambil menyerahkan sobekan kertas kecil dengan nama dan nomornya.
            “Iya, Pak. Terimakasih.”
            Setelah pertemuan itu, Pak Boby mencoba menghubungi nomor yang diberikan Pak Rudi tadi. Beberapa detik kemudian terdengar suara dari ujung telpon.
            “Hallo, selamat sore,” ucap Boby.
            “Iya selamat sore Pak.”
            “Ini dengan Buk Witria ?”
            “Iya dengan saya sendiri, ini siapa ya ?”
            “Saya Boby staff-nya Pak Rudi,” jelas Boby.
            “O...Pak Boby yang dibicakan Pak Rudi kemarin, iya Pak. Ada yang bisa saya bantu ?”
            “Begini Buk, saya sudah diberikan beberapa tugas oleh Pak Rudi untuk pemeriksaan konfirmasi langsung ke beberapa klain perusahaan Ibu. Kira-kira kapan ya kita bisa bertemu dan membicakan hal ini ?” Boby mencoba menjelaskan.
            “Iya Pak, kalau lusa bisa Pak ? Soalnya besok saya harus ketemu dengan klain juga tentang kerja sama kami.”
            “Boleh Buk, dimana dan jam berapa ya Buk ?”
            “Nanti saya kirimkan saja lewat pesan Pak.”

            “Ok, terimaskasih Buk. Selamat sore.”
            “Iya Pak, selamat sore juga.”

                                                                        ***

            Siang itu Boby dan timnya sudah berada dikantornya Witria yang akan membantu proses kegiatan mereka. Buk Witria sengaja melakukan pertemuan siang itu di ruang rapat yang biasa dia gunakan. Selama satu jam lebih perbincangan mereka siang itu dan semua rencana untuk dapat melakukan sampel kepada klain yang memiliki piutang yang besar-besar saja. Mereka berencana akan melakukan kunjungan langsung besoknya dan Buk Witria sudah mendapatkan perintah dari atasannya untuk membantu Boby selama proyek ini berlangsung.
            “Selamat pagi Buk Witria, saya sudah di ruang tamu kantornya,” ucap Boby lewat sambungan telpon.
            “Tunggu bentar ya Pak, saya sebentar lagi sampai,” jawab Buk Witria.
            Beberapa lama menunggu, akhirnya Buk Witria muncul dari balik pintu dan bersalaman dengan Boby.
            “Ayo kita berangkat,” ajak Buk Witria.
            “Iya Buk,” jawab Boby dengan sopan.
            Hari ini mereka akan melakukan mencek konfirmasi piutang ke Semarang kebetulan disana banyak kliannya Buk Witria. Ada beberapa klain yang akan mereka kunjungi dengan timnya Boby untuk memeriksa langsung piutangnya. Selama melakukan perjalanan dan pemeriksaan tidak ada yang ganjil dan mencurikan hari ini. Seiring berjalannya waktu, matahari mulai kembali ke peraduannya dan menyisahkan sinar keemasan diujung sana.

            “Kita makan malam dulu gimana Buk Witria ?” saran Boby.
            “Ide yang bagus,” sambil tersenyum kecil.
            Menikmati hidangan makan malam dengan angin malam yang dingin menambah nikmatnya makan bersama. Apalagi seharian tadi mereka disibukkan dengan pemeriksaan yang membutuhkan konsentrasi yang lebih. Setelah selesai makan malam bersama, satu demi satu anggota tim mulai pulang dan sedikit demi sedikit butiran hujan mulai berjatuhan. Malam itu yang belum pulang hanya Witria yang masih menunggu jemputan Ayahnya. Boby yang tidak tega meninggalkan seorang wanita sendirian di malam hari, terpaksa menemati Buk Witria di halte bus. Namun beberapa menit menunggu Ayah Witria tidak kunjung sampai. Tidak lama ada pesan masuk ke nomor Witria dan isinya Ayahnya tidak bisa menjemput karena ban mobilnya sedang bocor dan butuh waktu yang lama. Selain itu Witria dan Boby juga saling bercerita satu sama lain untuk menghilangkan kesuntukkan serta mencoba menjalin silaturrahmi yang baik dengan rekan kerjanya.
            “O...iya Pak, Ayahku tidak bisa menjemput karena ban mobilnya bocor dan butuh waktu lama. Bus juga sudah tidak ada yang lewat juga, gimana dong ?” ucap Witria.
            “Jangan panggil Pak kalau diluar jam kerja, panggil nama saja Witria. Biar saja antarkan saja Witria ke rumah, kalau tidak keberatan juga ?” jawab Boby.
            “Iya deh Bob, tidak keberatan kok Bob. Mungkin kamu yang keberatan kali ?” sambil tersenyum kecil.
            “Gitu dong, tidak juga kok. Siapa yang tega meninggalkan seorang wanita malam-malam begini coba,” sambil membalas senyumannya.
            Setelah hujan mulai reda Boby mengantarkan Witria ke rumahnya kebetulan arah jalannya juga sama. Sejak saat itu Boby dan Witria sudah mulai akrab, walaupun tidak menjalin hubungan spesial diantara mereka. Satu sama lain saling memberikan kenyamanan dan saling menjaga hubungan mereka agar tidak retak. Selain itu ternyata Witria yang sedang dilanda kepahitan cinta dengan sang kekasih begitu juga dengan Boby yang juga mengalami hal yang sama. Mereka saling berbagi cerita dan mencurahkan segala pengalaman pahit yang melanda mereka disela-sela istirahat kerjanya.
            Beberapa bulan kemudian proyek kerja mereka hampir final dan itu artinya hubungan kerja sama antara Pak Rudi dan Pak Husein akan segera berakhir. Tentunya setelah opini auditor itu keluar dan dinyatakan wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) bukan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) atau tidak wajar (adverse opinion). Walaupun ada beberapa opini audit lagi yang tersisa, namun WTP (wajar tanpa pengecualian) itulah yang paling bagus dan menjadi keinginan Pak Husein untuk laporan keuangannya.
            Telah pergi ke berbagai tempat Boby dan timnya berkunjung yang juga ditemani oleh Witria selaku partner kerjanya. Selain berkunjung ke berbagai tempat klain, namun setelah jam kerja selesai Boby dan Witria sering terlihat bersama. Witria merasakan kebaikan hati Boby dan juga memberikan kenyamanan kepada dirinya, bahkan dia sering meminta Boby untuk menemaninya ke berbagai tempat dan tempat yang disukainya. Bukan hanya itu jalan bersama menghabiskan malam minggu bersama, walaupun mereka hanya ngobrol biasa dan tidak ada hubungan spesial diantara mereka. Namun rasa jenuh dan beban pikiran di kantor yang terlalu berat membuat setiap orang akan melakukan refresing untuk kembali menyengarkan pikirannnya. Itulah salah satu alasan Witria mengajak Boby untuk jalan-jalan.
            Tibalah waktunya untuk memutuskan hubungan kerja sama setelah proyek selesai dan berjalan dengan baik beberapa bulan ini. Namun Boby kembali ke kantor lamanya dan bekerja seperti biasa dengan teman-teman lamanya. Namun hati tidak bisa dipungkiri ketika rasa cinta dan sayang itu mulai tumbuh kepada Witria. Rasa nyaman yang diberikan Witria membuat Boby merasakan kehilangan ketika tidak lagi melakukan jalan bersama, bercerita satu sama lain, menghabiskan malam minggu bersama dan sebagainya. Ada rasa yang hilang dari dalam dirinya dan rasa itu semakin lama semakin besar.


            Hingga di suatu malam Boby kembali menelusuri jalanan yang biasa dia kunjungi saat-saat bersama dengan Witria. Semua kenangan tentang Witria dan keelokkan budinya terlintas dalam benak Boby seketika. Tiada satu kenangan yang luput dari pikirannya dan membuat dirinya merasakan kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya.
            “Apakah ini cinta sungguhan ? Ataukah hanya cinta sesaat ya Allah ?” ucap Boby dalam hati.
            Entah kenapa rasa yang dulunya biasa-biasa saja sekarang telah berubah menjadi luar biasa. Rasa cinta sedikit demi sedikit mulai tumbuh dari pertemuan yang tidak pernah direncanakan dan berlanjut dengan kebersamaan disela-sela pekerjaan mereka. Mungkin itulah yang dinamakan jodoh, terkadang apa yang kita rencanakan dengan matang jika tidak diputuskan oleh Allah juga tidak akan berhasil. Namun sebaliknya apa yang tidak pernah kita rencanakan terkadang Allah memberikan jalan yang lain untuk umatnya. Itu artinya Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
            Disela-sela shalat panjangnya dan meminta pada yang Maha Pemilik Hati untuk memberikan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Selain terus memohon kepadaNya setelah shalat wajib dan juga melakukan shalat sunnah.
            “Ya Allah...ya Tuhanku, jika memang dia jodohku, maka jadikan aku pengisi hatinya dan dia menjadi pengisi hatiku,,,” Boby berdoa dengan khusuknya kepada Sang Khalik.
            Seminggu setelah itu Boby mendapatkan pangilan dari Pak Rudi selaku pimpinan auditornya dulu untuk bertemu sore itu di kafe.
            “Selamat sore Pak,” sapa Boby sambil bersalaman.
            “Selamat sore Boby, bagaimana kabarnya ?” jawab Pak Rudi.
            “Alhamdulillah Baik Pak, Bapak gimana kabarnya ? Udah lama tidak berjumpa Pak.”
            “Ya, alhamdulillah seperti yang kamu lihat Bob. Udah lama juga ya.”
            Perbincangan demi perbincangan pun terjadi dan berbagai topik yang mereka bicakan. Namun tiba-tiba Pak Rudi mencoba untuk berbicara serius.
            “O...iya Bob, aku mendapatkan pesan dari Pak Husein beberapa hari yang lalu. Apakah kau masih ingat dia ?” tanya Pak Rudi dengan serius.
            “Pesan ? Saya masih ingat kok Pak. Direktur perusahaan yang pernah kita audit itu kan ?” jawab Boby.
            “Iya pesan. Tepat sekali Bob...” Menghentikan pembicaraannya sejenak.
            “Aku juga tidak tahu apa urusan Pak Husein ingin menemuimu. Itulah tujuan utamaku untuk bertemu denganmu sore ini. Besok kau disuruh Pak Husein untuk menemuinya di kantornya,” Pak Rudi mencoba menjelaskan.
            “Iya Pak, terimakasih,” jawab Boby.
            Perasaan Boby campur aduk setelah pertemuan itu dengan Pak Rudi, ada perasaan bersalah dan ada perasaan tidak enak. Mungkin Pak Husein menilai kinerjanya tidak baik selama menjalankan proyek atau barangkali opini auditnya tidak diterima. Deretan pertanyaan menghantui pikirannya selama dalam perjalanan pulang dan bahkan tidurnya pun tidak nyenyak dengan pertemuan besoknya.
            Pagi-pagi sekali Boby sudah terbangun dari tidur, setelah pukul delapan dia berangkat menuju kantor Pak Husein. Tetap saja pikirannya dihantui dengan rasa bersalah yang tidak bisa dimaafkan dan Pak Husein akan marah besar kepadanya jika nantinya bertemu. Rasa cemas dan rasa khawatir membuatnya semakin kecil dan tidak percaya diri untuk berhadapan dengan Pak Husein.
            “Selamat pagi Buk, ada Pak Huseinnya ?” sapa Boby kepada pegawai recepsionis.
            “Selamat pagi juga Pak, dengan Bapak siapa ?” balas pegawai itu dengan sopan.
            “Iya Buk, saya Boby.”
            “Silahkan tunggu sebentar Pak Boby.”
            Beberapa detik kemudian pengawai itu menelpon langsung Pak Husein dan mengatakan ada tamu yang bernama Boby.
            “Silahkan langsung ke ruangan Beliau Pak, terimakasih,” ucap pegawai itu kepada Boby.
            “Sama-sama Buk,” sambil berjalan ke ruangan Pak Husein.
            Langkah kakinya semakin berat dan detak jantungnya semakin cepat, semakin dekat detaknya semakin cepat juga. Beberapa saat sebelum memasuki ruangan itu.
            “Tok...tok...tok.”
            “Silahkan masuk,” ucap suara dari dalam.
            Boby masuk dan langsung menghadap Pak Husein yang sudah menunggunya disana.
            “Selamat pagi Pak,” sapa Boby sambil bersalaman dengan Pak Husein.
            “Selamat pagi juga Boby, silahkan duduk,” balas Pak Husein.
            “Langsung saja ya Bob, kamu pasti juga penasaran kenapa saya mengundangmu untuk datang ke sini hari ini,” dengan wajah serius.
            “Iya Pak, saya juga bingung dipanggil hari ini menemui Bapak,” jawab Boby.
            “Kau tahu opini apa yang diberikan Pak Rudi kepada perusahaan saya ini ?” tanya Pak Husein.
            “Pak Rudi belum ada memberitahukan saya Pak dan saya hanya mendapatkan informasi bahwa proyek kemarin itu berjalan lancar-lancar saja. Itu artiyany opini yang dikeluarkan Pak Rudi juga bagus tentunya Pak,” jelas Boby.
            “Itu kan hanya menurut pendapatmu saja, saya tidak menyangka Pak Rudi mengeluarkan opini yang tidak sewajarnya saya terima. Laporan keuangan saya ok, pemeriksaan yang dilakukan tidak ada yang salah dan sesuai dengan laporan yang kami buatkan. Namun saya mendapatkan informasi bahwa salah satu penyebab opini yang dikeluarkan Pak Rudi tidak wajar adalah adanya piutang yang tidak sesuai dengan kenyataan di klain dan dalam laporan keuangan yang kami buat. Apakah itu tugasmu ?” ucap Pak Husein.
            “Maaf Pak setahu saya pemeriksaan yang dilakukan oleh anggota saya berjalan dengan baik. Apa yang sudah ada dalam rincian piutang usaha di laporan keuangan perusahaan Bapak sama dengan yang ada dilapangan, itupun saya juga ditemani Buk Witria untuk proses pemeriksaannya Pak,” Boby mencoba menjelaskan.
            “Witria kesini,” ucap Pak Husein.
            Beberapa detik kemudian muncullah Witria dari balik pintu ruangannya yang bersebelahan dengan ruangan Pak Husein.
            “Iya Ayah, ada apa ?” ucap Witria.
            Tiba-tiba saja detak jantung Boby seakan terhenti dan matanya spontan melihat kepada wanita yang dipanggil Witria itu. Beberapa detik Boby merasakan hal yang hilang itu seakan berdatangan kembali. Bahka dia juga tidak tahu bahwa Witria adalah anak dari Direktur perusahaan itu yaitu Pak Husein.
            “Apakah benar ada yang salah dari laporan yang dibuat Boby dan timnya kemarin ? Hingga opini audit tidak wajar diberikan Pak Rudi.
            “MMNnnnn...” Witria hanya terdiam dan tidak bisa memberikan jawabanya.
            Ternyata Witria sudah tahu apa yang akan dilakukan Ayahnya dan senagaja pura-pura tidak tahu menahu tentang itu. Namun dia mencoba menyembunyikan itu dari Boby hingga memang Boby terjebak pada jebakan yang dibuat Ayahnya sendiri. Namun tiba-tiba saja wajah Pak Husein yang terlihat serius langsung berubah.
            “Opini audit yang dikeluarkan Pak Rudi kemarin itu bukan tidak wajar akan tetapi WTP,” ucap Pak Husein.
            “Wajar Tanpa Pengecualian kan Pak ?” ucap Boby.
            “Bukan itu maksud saya tapi WITRIAPUSPA (WTP),” sambil tersenyum kecil dan terus tertawa lepas.
            Namun Boby menjadi semakin bingung dengan apa yang dibicarakan Pak Husein.
            “Maaf Pak saya tidak mengerti dengan apa yang Bapak bicarakan ?” dengan wajah bingung.
            “Memang benar apa yang kamu berikan kepada Pak Rudi tidak salah kok dan opini auditnya WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Namun masalahnya sekarang bukan tentang opini audit dan Witria ingin opini cinta dari kamu ? Dan saya selaku Ayahnya sudah memberikan “WTP” kepadamu dan sekarang jawaban darimu, gimana ?” ucap Pak Husein.
            “Serius Pak ?” dengan wajah gembira dan tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
            “Apakah saya terlihat  bercanda ?” dengan wajah serius.
            “Saya juga menyukai Witria dan merasakan kehilangannya saat saya tidak pernah bertemu dia lagi Pak, terimakasih Pak,” sambil bersalaman dan mencium tangan Pak Husein.
            Boby langsung sujut syukur dengan apa yang dia harapkan selama ini ternyata menjadi kenyataan yang tidak ternilai harganya. Sedangkan Witria hanya senyum-senyum kecil mendengarkan jawaban dari Boby dan ternyata ada cinta yang juga tumbuh secara diam-diam dari dalam hati Witria. Ternyata Witria sudah lebih dulu menceritakan tentang Boby kepada Ayahnya dan mendapatkan respon yang bagus dari sang Ayah. Secara diam-diam Witria terus men-debit cinta Boby didalam neraca hatinya dan begitu juga sebaliknya Boby. Bahkan bukan hanya itu mereka juga melakukan penjurnalan setiap transaksi-transaksi rindu yang ada hingga setebal keuangannya.
            Sekarang Boby menjadi manager investasi cintanya Witria dan menyimpan setiap kasih dan sayang itu pada lembaran portofolia. Maka jika masa jatuh tempo telah tiba tidak akan ada return kenangan satu sama lain di reksa dana. Tetapi semua itu sudah bersemayan di laba/rugi dan asrama yang mereka rasakan sudah berkelana di aktiva dan pasiva.     

0 komentar:

Posting Komentar