Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Kamis, 16 Juni 2016

Assalamu ‘alaikum Cinta

Share




Gambar: Coverd Assalamu 'alaikum Cinta-IH.
            “Libur sekarang Nak ?” sapa seorang ibu.
            “O...Iya, Buk,” jawabnya sambil berlalu.
            Sudah beberapa bulan anak ini sebenarnya sudah tidak lagi bekerja, namun dia dipandang sebelah mata sebagai pengangguran di kampung. Bukan hanya dia tapi setiap orang yang tidak memiliki pekerjaan, tidak ada dihargai dan diremehkan oleh orang lain. Begitulah kehidupan di kampung, walaupun sudah sarjana namun percuma rasanya gelar sarjana yang sudah susah payah didapatkan selama bertahun-tahun. Meski ujung-ujungnya harus bekerja di kebun dan sawah, percuma kuliah berbagai macam ilmu akuntansi, manajemen, perbankan, jika harus bekerja di sawah dan ladang. Walaupun masih bekerja di kampung harus memiliki derjat yang lebih daripada orang biasa, namun itulah kenyataan pahit yang harus ditelan. Untuk mencari pekerjaan di kampung memang sulit dan jika dapat peluang pun akan memiliki saingan dengan ribuan orang.

            Dalam peribahasapun sudah dijelaskan, “dimana ada semut, disitu ada gula. Dimana ada lowongan pekerjaan, maka akan dicari orang.” Zaman sekarang mencari kerja sangatlah sulit apalagi humor banyak membicarakan tentang ratusan perusahaan luar negeri mengundurkan diri atau tutup di beberapa daerah. Walaupun terlahir dari keluarga sederhana namun Irvan memiliki cita-cita yang tinggi dan sangat ingin bekerja diluar daerah sendiri. Meskipun awal merantaunya ke tanah sebelah ‘Kota Bertuah’ begitulah julukan mendapatkan tantangan dari keluarganya. Namun semua itu dia jalani di Kota Pekanbaru sebagai kota yang memiliki peluang bisnis.
            Itupun tidak lama dan juga berakhir beberapa bulan kemudian, sekarang menjadi pengangguran di kampung. Mau kemanapun serba pusing, belum dapat pekerjaan, menambah pikiran keluarga di rumah dan sebagainya. Dia teringat sebuah kata-kata yang sangat menyentuh hatinya, “dek cinto ka kampuang batinggaan.”[1] Sejak dulu sifat orang minangkabau seperti itu, biarlah pergi ke rantau orang mengadu nasip dahulu. Walaupun cinta kepada tanah sendiri namun suatu saat nanti pasti akan kembali juga ke tanah kelahiran sendiri. Pergi ke tanah orang lain untuk mencari pengalaman, teman baru, suasana baru di negeri tersebut dan mengambil pelajaran disana. Jika sukses nantinya maka pelajaran yang baik itu akan dikembangkan di tanah sendiri dan berguna bagi orang-orang di daerahnya.
            Meninggalkan kampung sudah bulat tekat Irvan untuk pergi dan mengadu nasipnya di negeri orang lain. Keputusan ini sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi oleh siapapun serta keinginannya yang pernah tertuliskan dalam ‘visi dan misi’ hidupnya salah satunya adalah mengelilingi dunia.
            “Van, saya sudah dijalan 15 menit lagi sampai di rumah,” suara teman Irvan dari ujung telpon.
            “Ok Randi,” jawab Irvan singkat.
            Pagi itu Irvan sudah siap dengan travel bag dan satu tas kecilnya. Walaupun check in-nya jam 11.15 di Bandara Internasioanl Minangkabau (BIM), Padang. Namun Irvan tidak ingin ketinggalan pesawat dan memilih berangkat lebih pagi dengan dua orang temannya. Sebenarnya berat langkah kaki Irvan untuk meninggalkan rumahnya, kampung, keluarga, teman, namun apa boleh buat. Tidak selamanya kita harus berada di kampung sendiri dan mencari ilmu di negeri orang lain untuk dikembangkan nantinya kembali di kampung halaman.
            Teman Irvan pun sudah berada di depan rumahnya dan berpamitan dengan orang tua dan kakaknya ketika mau berangkat. Namun masih dalam kendaraan Irvan masih merasakan sesak dadanya melihat orangtuanya dan kakaknya masih berdiri di depan rumah, meskipun dia tidak melihat anaknya dan hanya terlihat mobil yang membawa darah dangingnya mencari keberuntungannya di negeri orang lain.
            “Jangan memandang ke belakang Van, itu malah membuatmu semakin sedih,” ucap temannya.
            “Iya Randi,” sambil menahan air mata yang mau menetes.

            Ini adalah kali pertamanya Irvan naik pesawat dan belum begitu mengerti dengan alurnya. Namun Irvan mencoba banyak bertanya kepada petugas porter yang berjalan kesana-kemari. Berangkat dengan temannya Rita dan Ibrah menuju Kota Batam dengan niat mencari kerja disana. Memang sulit untuk mencari kerja saat ini, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setelah semua pemeriksaan dan check in selesai dan menunggu pesawat di ruang tunggu bersama-sama, namun masih sempat jempret-jempret berkali-kali disana.
            Pesawat yang akan kami tumpangi nantinya adalah Lion Air dan waktunya molor satu jam hingga pukul dua, Irvan serta temannya masuk ke ruang pesawat. Setelah, take off pun Irvan merasakan gugup karena mungkin awal naik pesawat. Irvan berada diantara tempat duduk Rita didekat jendela dan Ibrah disebelahnya. Memang pemandangan diatas awan sangatlah indah, bagaikan kapas-kapas putih berterbangan dan terasa begitu pelan. Apalagi rumah dan benda-benda lainnya terasa begitu kecil dan bagaikan sebuah mainan saja. “Subhanallah, Maha Suci Allah yang menciptakan bumi ini sungguh begitu indah,” ucapnya dalam hati.
            Selama satu jam berada diatas awan dan Bandara Hang Nadim, Batam mulai terlihat. Inilah yang paling mendebarkan jantung Irvan, saat Landing semuanya terasa bergetar dan rasanya perutnya turun. Namun hanya sebentar dan mulai normal kembali saat pesawat mulai berjalan di lintasannya.
            Sudah beberapa hari Irvan menjalani hidup di negeri orang lain mencoba mencari keberuntungan untuk bisa bekerja disalah satu perusahaan disana. Awalnya Irvan dan teman-temannya mencoba untuk tinggal beberapa hari sebelum dapat kos disana. Namun hari demi hari Irvan lalui kesana kemari untuk mengantarkan lamaran pekerjaan dan mencari info lowongan pekerjaan (loker) di Kepulauan Batam. Namun sayang nasip baik tidak kunjung mendatanginya, Irvan tidak menyerah begitu saja dengan keinginannya jauh sebelum berangkat. Pantang pulang baginya sebelum sukses dan mendapatkan pekerjaan yang baik untuk masa depannya. Hidup pas-pasan di negeri orang dan harus menyesuaiakan diri dengan daerah disana, sangatlah sulit.

            Sudah beberapa surat lamaran dia masukan dan mengikuti beberapa tes dan check kesehatan, namun mungkin belum rezekinya juga untuk bisa mengembangkan bakatnya disana. Tiga minggu merasakan penggangguran di rantau orang dan mengetahui banyak sedikitnya Kota Batam sudah dia rasakan. Bahkan bagaimana pergaulan dan budaya di pusat kotanya juga sudah dia saksikan sendiri dengan matanya sendiri. Walaupun sangat jauh berbeda dengan kehidupannya di kampung, namun dia masih terus teringat dengan kata-kata ayah angkatnya sebelum ke sana, “Hiduplah seperti ikan di laut, walaupun airnya asin. Namun dagingnya tidak pernah asin.” Pesan itu selalu terngiang-ngiang di telinganya setiap kali ingin merasakan bagaimana indahnya menjalani kehidupan seperti orang kota sebenarnya. Namun semua itu bertentangan dengan batinnya dan tidak disetujui oleh hatinya. Walaupun kehidupan di kota sangat beragam mulai dari gaya kehidupan barat dan budaya lainnya, namun jangan sampai kita terbaru arus dengan semua hal itu. Tetaplah menjadi dirimu sendiri dan ambillah nilai positif dari setiap hal yang kita temui.
            Sore itu Irvan mendapatkan tawaran untuk bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta. Dia mendapatkan informasi itu dari seniornya yang sudah duluan bekerja disana dan mengajaknya untuk bekerja serta temannya lagi. Irvan tidak ingin membuang kesempatan emas itu dan langsung menyetujuinya. Akhirnya setelah di interview via telpon oleh kepala cabang di pusat oleh Buk Nurul dan Irvan ditempatkan di Jakarta sedangkan temannya ditempatkan di Batam. Mengikuti training di Jakarta selama tiga minggu dan mencoba menjalani pekerjaan sebagai auditor di perusahaan swasta. Selama menjalani training Irvan mendapatkan pelajaran yang banyak dari teman-teman satu timnya.
            Selain mendapatkan teman-teman baru, suasana baru dan pengalaman baru pastinya. Selain itu disana semuanya orang perantau dari berbagai daerah seperti: Makassar, Bogor dan Padang. Namun kantor KAP ini tersebar disetiap daerah di Indonesia seperti: Jakarta, Semarang, Makasar, Bandung, Medan, Batam, dan lain-lain. Disana Irvan menemukan kakak angkat dan selain satu daerah juga satu perjuangan tentunya. Kak Rini sudah tiga bulan duluan bekerja disana daripadanya namun kedekatan Irvan dan Kak Rini sangat dekat. Bahkan Irvan menganggapnya sebagai kakak angkat dan tempatnya untuk curhatan atau curhat tentang berbagai hal. Selain itu kak Rini juga memiliki teman dekat yaitu Dini dan juga menjadi kakak angkat Irvan disini.
            Jika jam kerja selesai dan untuk meng-fresh-kan pikiran kembali, biasanya Irvan menyempatkan duduk-duduk bersama Kak Rini di dekat rumah sambil menikmati udara sore di ayunan pinggir jalan. Disana Kak Rini juga bercerita tentang kisah asmaranya dulu dan pekerjaannya dulu, bahkan mereka saling berbagi cerita satu sama lain. Tidak ada yang mereka tutupi dan saling terbuka satu sama lain mengutarakan isi hati masing-masing. Bahkan Kak Rini sudah tahu tentang kisah cinta Irvan yang tidak seindah yang dia ciptakan dalam imajinasinya dalam berbagai karya yang dia ciptakan. Namun semua itu hanya ada dalam imajinasinya saja dan tidak dengan dunia nyata. Sebaliknya ternyata Kak Rini juga mengalami nasip yang sama dengan Irvan walaupun berbeda ceritanya, namun Kak Rini selalu memberikan masukan dan saran untuk Irvan.
            Bukan hanya itu, Bahkan Kak Rini, Kak Dini dan Irvan sering menghabiskan waktu weekend-nya dengan berkunjung ke berbagai tempat wisata seperti: Monumen Nasional (Monas), Kota Tua dan menemani mereka shoping ke berbagai mall di Jakarta. Kota Jakarta sangatlah terasa panas dan membuat jenuh jika sudah siang dengan ketidak nyamanan dengan rasa panas, namun seperti itulah menjalani pekerjaan di ibukota. Selain sibuk dengan pekerjaan dan membuat kepala pusing dengan tingkat kesibukkan sebagai seorang auditor atau memeriksa laporan keuangan berbagai klain. Maka waktu senggang atau weekend itulah waktu yang sangat pas untuk me-rileks-kan kembali pikiran yang sudah pusing dengan pekerjaan.
            Malam minggu Irvan menghabiskan waktu jalan-jalan bersama dengan Kak Rini ke Kota Tua. Ramainya bukan main dan lapangan didepan gedung tua itu dipenuhi dengan lautan orang, mulai dari muda-mudi, orang dewasa dan anak-anak. Selain itu juga ada penampilan silat tradisional betawi yang sedang dimainkan oleh banyak sekali anak-anak dengan memakai pakaian hitam sebagai lambang perguruannya mereka. Diiringi dengan musik khas mereka dan bergerak sesuai dengan musik yang sedang berbunyi dan gerakan yang serentak.
           
                                                            ***

            Sudah beberapa lama Vinda menjalani kehidupan di ibukota, mencoba mencari pekerjaan dan ingin sekali melanjutkan studinya di UIN Syarif Hidayatullah. Namun kehidupan di kota jangan jauh berbeda dengan kehidupan di kampung. Walaupun jauh dari orang tua, namun Vinda tetap menjalani kesehariannya dengan senang hati dan mencoba memasukan surat lamarannya ke berbagai sekolah dan perusahaan. Hari demi hari dilaluinya dengan senang hati dan semangat yang tinggi serta tidak pernah menyerah dengan keadaannya yang selalu datang dengan tidak menguntungkan. Tiba-tiba saja dia teringat dengan sahabatnya yang dulu pernah mengisi hatinya, ingin rasanya kembali menjalin sekedar ikatan sahabat. Namun entah kenapa, rasa bimbang selalu menyertai pikirannya untuk mencoba menghunginya kembali.
            Semua berlalu dengan dihantui dengan pikirannya yang terbang entah kemana. Namun dia mendapatkan kabar terakhir dengan sahabatnya itu sudah berada di Jakarta. Ingin rasanya dia bercerita dan menanyakan tentang berbagai hal kepada sahabatnya itu. Deretan pertanyaan selalu bermunculan dipikirannya tentang sahabatnya itu, namun rasa khawatir dan rasa bimbang kembali membuatnya bingung.
            Hingga suatu malam Vinda mengirimkan pesan kepada Irvan. Beberapa menit berlalu ada suara telpon masuk ke nomor Vinda, tidak lain nama yang tertulis disana. Tidak asing lagi dan memang sahabat lamanya yang sedang menelponnya.
            Assalamu ‘alaikum Vinda, bagaimana kabarnya ?” ucap suara dari ujung telpon.
            Wassalamu ‘alaikum, alhamdulillah sehat Van, Van sendiri gimana kabarnya ?” balas Vinda.
            “Syukurlah Vinda, alhamdulillah Van juga sehat kok.”
            “Ya Van. Apa benar Van sudah di Jakarta sekarang ?”
            “Iya Vinda, sudah dua minggu Van disini. Maaf ya Van baru ngasih kabar sama Vinda.”
            Nggak apa-apa kok Van, tinggal dimana Van ?”
            “Ya Vinda, Van tinggal di Cakung, Jakarta Timur. Kalau Vinda dimananya ?”
            “Vinda di Tanggerang Selatan, main-mainlah kesini Van ?”
            “Insyaallah nanti Vinda, tinggal sama siapa Vinda ?”
            “Tinggal sama kakak Van. O...ya kerja apa disini Van ?”
            “Van kerja biasa saja kok Vinda, maklumlah baru-baru tamat juga Vinda.”
            “Iya, tapi kerjanya dimana Van ?” mencoba bertanya lagi.
            “Van kerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) disini Vinda, Vinda udah kerja ya ?”
            “Syukurlah Van, alhamdulillah juga.”
            “Kerja dimana Vinda ?”
            “Vinda ngajar di sekolah dan konsultasi juga di rumah sakitnya Van,” jawab Vinda.
            “Baguslah Vinda, semoga berjalan lancar dan terus semangat ya ?”
            “Ya Van, terimakasih. Disini kos atau gimana Van ?”
            “Alhamdulillah disini ada mess-nya.”
            Malam itu Vinda begitu senang bisa mendengarkan suara sahabatnya yang sudah lama tidak pernah lagi dia dengar. Namun disatu sisi dia sangat ingin sekali bertemu dengan sabahatnya itu dan disatu sisi dia merasa malu dengan perbuatan yang pernah dia lakukan kepada sahabatnya itu. Namun Vinda hanya berniat untuk mencoba memperbaiki hubungannya dengan sahabatnya itu dan tidak ingin berakhir begitu saja.
            Dengan kesibukkan yang dilakukan Vinda setiap harinya dan hari weekend sangat efektif untuk menghabiskan waktu bersantai. Merenggangkan kembali otot-otot yang sudah penuh dengan berbagai kegiatan. Kebetulan siang itu teman-temannya mengajaknya untuk menghabiskan waktu jalan-jalan ke Monumen Nasional (Monas). Siang itu Vinda pergi dengan dua motor dan mencoba menghindari jalanan macet serta berdebu di ibukota. Namanya ibukota memang sudah menjadi makanannya kemacetan di jalan, namun akhirnya Vinda sampai juga didepan pekarangan Monas bersama teman-temannya.
            Menikmati suasana sore yang indah di atas puncak monas dan melihat daerah ibukota dari atas sana, sangatlah indah. Sambil beristirahat didepan Monas dengan rumput hijau yang menjadi tempat yang sangat enak untuk bersantai.
            ”Boleh minta tolong Mas, ambilkan foto kami berempat,” sambil menyerahkan kameranya.
            “Boleh Mbak.”
            Beberapa kali jempretan demi jempretan diambilnya.
            “Terimakasih Mas,” ucap Vinda.
            “Iya Mbak. O...iya boleh ambilkan foto saya juga Mbak ?”
            “Boleh Mas.”
            Hadir sebagai orang yang membantu dan akhirnya berkanalan satu sama lain, hingga akhirnya menjalannya liburan sore itu bersama-sama. Sampai malam Vinda bersama dengan teman-temannya menghabiskan waktu disana dan sekitar jam delapan malam baru kembali ke rumahnya. Rasa lelah dan puas dengan liburan akhir pekan yang menyenangkan baginya. Selain bisa me-reflesh-kan kembali pikiran juga mendapatkan kenalan baru.
            Sebelum tidur Vinda menyempatkan dirinya untuk meng-upload beberapa foto dengan teman-temannya di Monas ke dalam facebook-nya. Hingga beberapa menit kemudian dia tidak sadarkan diri sudah terbaring diatas kasurnya.


                                                                        ***

            Selesai bermain game dengan Bang Muis malam itu, Irvan masih belum bisa menutup matanya. Namun dia menyempatkan dirinya untuk membuka halaman facebook-nya sampai matanya mengantuk. Namun entah kenapa dihalaman fb-nya muncul beberapa tautan Vinda yang baru kirimkan beberapa menit lalu. Dengan rasa penasaran yang tinggi dia mencoba membuka satu demi satu foto-foto itu, hingga akhirnya ada satu foto yang membuatnya merasa cemburu dengan sahabatnya itu. Walaupun hanya sebatas sehabat semata, namun tidak bisa Irvan ingkari bahwa perasaan yang dulu pernah ada, masih ada dalam hatinya. Entah kenapa sudah beberapa tahun ini dia mencoba untuk melupakannya, namun tetap saja tidak bisa. Mungkin salahnya juga yang terlalu mencintai orang yang dia sayangi dengan sepenuh hatinya dulunya. Hingga sampai hari ini rasa itu masih selalu ada dalam hatinya, ingin rasanya dia menghapus semua itu. Namun sayang, bayangan itu masih selalu ada dalam pikirannya. Irvan sadar mungkin benar juga kata Vinda bahwa ‘jika memang jodoh pasti akan bertemu lagi.” Namun kita memang bukan jodoh dan memang harusnya kita sudah memiliki jalan kita masing-masing. Namun baru ini Irvan mencoba untuk berpikir dan menimbang-nimbang satu demi satu perkataan yang selalu menghantui pikirannya.
            Seminggu kemudian Irvan dipindahkan ke Bandung dan sebelum pindah ke Bandung Irvan mendapatkan dua tawaran untuk ditempatkan. Semarang atau Bandung, namun Irvan lebih memilih untuk ditempatkan di Bandung ketimbang di Semarang karena iklim di Bandung lebih cocok dengannya daripada di Semarang. Lain halnya Kak Rini yang juga dipindahkan ke Pekanbaru sebagai kepala cabang disana. Hanya Kak Dini yang masih ditempatkan di Jakarta dengan teman-teman lainnya.
            Awalnya Irvan berdua dengan temannya Bang Juna di Bandung, namun seminggu kemudian dia dipindahkan ke Bali. Sendiri di Bandung bukan berarti Irvan tidak memiliki teman, tidak. Namun Irvan memiliki banyak teman-teman karena sering shalat jamaah di Mesjid Baitul Jannah dekat rumahnya. Bukan hanya itu Irvan juga sering diajak untuk berbagai kegiatan mereka dan juga bermain futsal dengan mereka. Hari-hari Irvan terasa begitu ramai dan senang dengan orang-orang selalu ada bersamanya. Meskipun di kantor dia bekerja masih sendirian, namun tidak mengurangi kinerjanya disana.
            Hingga suatu ketika pagi-pagi Pak Peter datang membawa seorang karyawan baru yang akan ditempatkan di kantor Bandung. Namanya Anita dan memang asli orang Bandung. Selain itu orangnya juga baik serta sangat cepat menyesuaikan diri dengan orang lain. Akhirnya Irvan ada teman kerja di Bandung dan karena sering bercerita satu sama lain hingga sesekali Irvan menghabiskan waktu untuk mengenal Kota Bandung. Anita yang sudah tahu jalanan dan tempat rekreasi di Bandung mengenalkan indahnya Kota Bandung kepada Irvan. Sore itu setelah selesai kerja, Anita mengajak Irvan untuk jalan-jalan keluar.
            “Bagusnya kita kemana ya Teteh ?” tanya Irvan.
            “Ke Alun-Alun aja yuk Aa’ soalnya disana sangat ramai sore-sore begini,”
jawab Anita.
            “Boleh Teh,” sambil menarik tangan Anita.
            Tanpa sadar Irvan menarik tangan Anita dan Anita hanya mengikuti tarikan tangan Irvan tanpa banyak bertanya. Bahkan Anita juga sedikit terkejut dengan kelakuan Irvan sore itu, namun karena sudah lama kenal satu sama lain. Mungkin karena itu juga Irvan baper atau terbawa perasaan dengan suasana sore itu. Memang benar suasana sore menelusuri jalanan Kota Bandung bersama dengan seorang wanita sangatlah menyenangkan, apalagi orang yang kita sayang dan kita cintai. Beberapa menit berjalan ke Alun-Alun, akhirnya Irvan memarkirkan motornya di samping Mesjid Raya Bandung.
            Tidak salah lagi, taman, lapangan yang hijau dan mesjid ini selalu dipenuhi dengan pengunjung setiap hari dari berbagai tempat. Bukan hanya dari golongan orang dewasa, namun juga mudi-mudi, anak-anak dan orang tua selalu ikut meramaikan tempat ini. Mereka berdatangan bukan hanya untuk shalat berjamaah saja, namun juga ingin merasakan indahnya bersantai di arena lapangan hijau yang bersih dan terjaga. Selain itu juga banyak yang mengambil taman untuk bersantai-santai dengan teman-teman, pasangannya dan juga keluarga.

            Bukan hanya itu yang menjadi magnet di Alun-Alun Bandung ini namun juga banyak yang melihat dan mengabadikan momentum mereka disini di depan monumen yang sangat bersejarah untuk negeri ini yaitu Konfensi Asia-Afrika dan juga bersebelahan dengan dengan Alun-Alun Bandung ini. Disana juga ada tugu bola dunia dengan tulisan Konfensi Asia-Afrika di pinggiran jalan Asia-Afrika dengan banyaknya deretan nama-nama negara yang mengikutinya. Selain itu jika melihat gedung pertemuan itu juga tidak jauh dari sana, hanya berjalan beberapa menit sudah sampai. Disepanjang jalanan dibuatkan semen berbentuk bola lengkap dengan nama negara dan bendera yang ada diatasnya.
            Bahkan tulisan Alun-Alun Bandung yang juga dibuat besar di halte Tras Bandung Raya menjadi daya tarik tersendiri bagi semua orang. Selain bisa menikmati sore dengan bersantai-santai juga bisa berfoto bareng dengan berbagai deretan pahlawan keadilan dalam dunia maya dan banyak lagi seperti: Naruta, Kakashi, Iron-Man, Boboboy, Batman, dan lainnya.
            Tidak salah jika setiap orang selalu berkunjung kesini untuk menghabiskan waktu mereka. Jika sudah jam lima sore sampai jam delapan malam masih terlihat ramai disini serta juga menjadi tempat dalam sinetran Preman Pensiun yang lagi ngetren sekarang. Irvan dan Anita mengambil tempat duduk di depat taman sambil menikmati cemilan yang dibelikan Irvan.
            “Nyaman disini ya Nit ?” Irvan membuka pembicaraan.
            “Iya Van, makanya sering-sering jalan-jalan ke sini Van,” sambil tersenyum kecil.
            “Iya Nit. Tunggu...jangan bergerak dulu ada bekas makanan dipipihmu.”
            “Sebelah sini Van,” sambil membersihkannya dengan tangannya.
            “Bukan, kirinya.”
            “Ini ya.”
            “Biar aku yang membersihkannya,” sambil mengambil tisu.
            Namun beberapa saat pandangan mata mereka beradu dan beberapa detik semua bagaikan berhenti dan mereka kehilangan kesadaran serta apa yang ada dalam pikiran masing-masing.
            “Eee..maaf, Nit,” ucap Irvan.
            Nggak apa-apa kok Van,” dengan sedikit malu-malu.
            Kedekatan Irvan dan Anita semakin hari semakin dekat. Selain bertemu setiap hari kerja di kantor juga sesekali Anita menemani Irvan untuk menghafal berbagai jalan di Bandung. Walaupun rasa sayang masih masih ada dengan sahabatnya, namun Irvan masih belum bisa melupakannya. Ketika ada pelatihan auditor di Jakarta Irvan dapat rekomendasi dari Mbak Nurul untuk mengikutinya dan juga dari kantor cabang lainnya.
            Namun sebelum ke Jakarta Irvan sempat membelikan oleh-oleh untuk sahabatnya dan mereka berencana akan bertemu di Jakarta. Sore itu Irvan berangkat ke Jakarta dengan Anita dengan bus Primajasa menuju Kota Harapan Indah di Bekasi. Sekitar pukul lima bus yang ditumpangi Irvan dan Anita sudah mulai bergerak dan keluar dari terminal Leuwi Panjang. Namun sebelum berangkat Irvan sempat membeli peyem makanan khas Bandung, namun kalau ditempat Irvan namanya tapei. Selain itu Irvan juga membeli gorengan untuk makan dijalan dan juga minuman. Jarak antara Bandun-Jakarta sangat jauh membutuhkan waktu tiga jam dan belum lagi macet dijalan yang akan mengganggu jalannya perjalanan nantinya.
            Beberapa jam diatas bus, tiba-tiba saja kepala Anita terasa pusing.
            “Van, kepala Nita terasa pusing nih,” ucap Anita.
            “Coba dibawa tidur saja dulu Nit,” jawab Irvan.
            Hanya anggukkan kecil dan mencoba merebahkan kepalanya ke punggung kursi. Beberapa menit kemudian tanpa Irvan sadari kepala Anita sudah bersandar ke bahu Irvan. Namun Irvan tidak mau mengganggu istirahatnya Anita dan membiarkan kepalanya bersandar dibahunya. Jarak yang cukup jauh dan juga membuat Irvan juga sedikit mengantuk dan tidak lama setelah itu sedikit demi sedikit mata Irvan mulai tertutup.
            Tanpa terasa perjalanan itu dan akhirnya sampai terminal Kota Harapan Indah dan Anita yang terbangun duluan.
            “Eehh...Maaf Van,” ucap Anita.
            Nggak apa-apa kok Nit,” mencoba membuka matanya.
            Selanjutnya untuk sampai ke Perumahan Taman Modern, Cakung-Jakarta Timur. Irvan memesan Grabcar dan beberapa menit kemudian pun datang. Jarak antara terminal bus Kota Harapan Indah dengan Cakung tidak terlalu jauh, maka beberapa menit kemudian mereka sampai di kantor pusat. Disana teman-teman Irvan sudah menunggu dan mereka berkanalan satu demi satu dengan Anita.


                                                ***     

            Setelah mengikuti Pelatihan Audit di kantor Pak Husni sore itu. Para rombongan mengajak untuk pergi jalan-jalan ke Ancol, kebetulan hari itu teman-teman kerja Irvan dari berbagai kota datang juga hari itu. Mereka juga ingin melihat bagaimana Kota Jakarta itu, mereka yang ditempatkan diberbgai daerah, seperti berasal dari kota: Semarang, Medan, Makassar, Pekanbaru, Bandung dan lainnya. Rencananya Irvan akan menemui sahabatnya sore itu, namun karena waktu sudah sore dan ada rencana dadakan yang akhirnya tidak bisa pergi.
            Selain itu rencana yang sudah dibuat dari awal juga berantakkan dengan Kak Rini. Hari itu Kak Rini juga akan berencanakan akan menemani Irvan untuk bertemu dengan sahabatnya dan juga menemati Kak Rini untuk jalan-jalan ke Thamrin. Pagi minggunya Irvan yang sudah bersiap-siap dan sudah berjanji kepada sahabatnya untuk bertemunya hari itu di Bintaro Jasa Xchange Mall di Tanggerang Selatan.

            Pagi itu Irvan sudah jalan dengan Kak Rini dengan motor di Kelapa Gading yang dipinjam Irvan kepada Bang Wendra. Namun akhirnya karena bos harus mengunakan motor itu juga dan tidak jadi berangkat dengan motor. Akhirnya Irvan dan Kak Rini berangkat dengan Busways ke Thamrin. Walaupun penuh sesak dan berebutan naiknya, namun Irvan sangat menyukai perjalanan itu. Ini adalah awal pertama Irvan naik Busways dan sangat murah juga dibandingkan angkot (Angkutan Kota). Selain itu disini naik Busways juga memiliki jalur sendiri dan tidak macet seperti jalan lainnya.
            Kak Rini yang juga harus kembali ke Pekanbaru siang itu dan Irvan juga berjanji akan menemaninya ke Thamrin. Setelah makan siang dan mengantarkan Kak Rini sampai bus DAMRI dan Irvan menuju terminal Kareta Api Tanah Abang dengan grabbike. Namun sebelum berangkat Irvan pamitan terlebih dahulu dengan Kak Rini.
            “Hati-hati di jalan ya Kak ?” ucap Irvan.
            “Iya, makasih Dek. Semoga berjalan lancar,” sambil tersenyum.
            “Ship Kak.”
            Awalnya Irvan sempat putus asa untuk bisa sampai ke Tanggerang Selatan, namun berkat dukungan dan motivasi Kak Rini. Akhirnya Irvan bisa naik Kareta Api menuju terminal Kareta Api Jurang Mangu di Tanggerang Selatan. Tempat yang dijanjikan Vinda untuk menemuinya. Namun naik Kareta Api juga jauh lebih menyenangkan daripada naik Busways, karena ada perjuangan dan keasyikkan tersendiri. Walaupun berdesak-desakkan untuk bisa naik dan harus melakukan berbagai transit disanalah letak keasyikkannya. Namun untuk mencapai Terminal Jurang Mangu Irvan tidak harus transit dan harga tiketpun sangat murah serta tidak macet.
            Sekitar pukul setengah lima Irvan sudah turun di terminal Jurang Mangu dan melaksanakan shalat Asyar disana terlebih dahulu. Namun Vinda sudah mengirimkan pesan dan petunjuk untuk berjalan. Ternyata BJXchange mall yang dikatakan Vinda tidak jauh dari terminal itu dan hanya berjalan sekitar lima menit sampai. Namun dari kejauhan Vinda sudah terlihat berjalan dengan Rini didepan sana. Irvan tahu kalau itu Vinda namun mencoba untuk pura-pura tidak tahu. Akhirnya Vinda mengetahui Irvan juga yang tidak jauh didepannya.
            “Hay...Vinda, Rini,” sambil bersalaman.
            “Gimana kabarnya Van,” balas Vinda sambil membalas uluran tangan Irvan.
            “Alhamdulillah sehat, Vinda gimana ?”
            “Alhamdulillah seperti yang Van lihat,” dengan sedikit tersenyum.
            Walaupun sudah lama tidak bertemu dengan Vinda, Irvan tetap bersikap seperti biasa dengan Vinda. Hanya penampilan Irvan yang berubah sore itu, namun yang lainnya tidak berubah.
            “Kerja dimana Bang ?” ucap Rini.
            “Kerja biasa saja kok Rin,” jawab Irvan.
            “Sekarang dia sudah enak kerjanya dan lihat saja sudah empat matanya sekarang,” mencoba menyela.
            “Ahh...nggak juga kok Vinda, hanya perih saja dijalan yang banyak debunya,” ucap Irvan.
            Akhirnya mereka duduk sambil memesan es campur di BJXchange mall. Irvan yang berniat datang dari Bandung ke Jakarta hanya untuk memastikan sesuatu dengan Vinda. Selain itu mereka sejak wisuda Vinda di Padang, Irvan tidak lagi bertemu dengan Vinda setelah itu dan sudah beberapa bulan. Walaupun Irvan sempat ke Pekanbaru dan Batam setelah itu. Namun entah kenapa mereka dipertemukan oleh Allah Swt kembali sore itu dengan situasi yang berbeda. Obrolan demi obrolan panjang terjadi sore itu, maklum orang yang sudah lama tidak bertemu dan melepaskan rindu untuk saling bercerita satu sama lain. Selain itu Irvan juga menceritakan kepada Vinda bahwa awalnya Irvan tidak yakin bisa sampai sore itu dan akhirnya inilah yang dibilang takdir-Nya.
            “O..iya gimana ngajarnya Vinda ?” ucap Irvan.
            “Alhamdulillah lancar Van, Van sendiri gimana kerjanya ?”
            “Syukurlah Vinda, alhamdulillah juga lancar. O...iya Vinda, Van datang hanya untuk memastikan perkataan Vinda tempo hari, apakah itu benar ?” tanya Irvan.
            “Iya Van dan memang lebih baik kita menjadi sahabat, karena Vinda tidak ingin membuat luka terlalu banyak kepada Van,” jawabnya jujur.
            “Nggak usah diungkit lagi masa lalu itu Vinda, Van sudah lama memaafkan Vinda kok. O...iya Van sudah mencoba membuka hati dengan wanita lain dan entah kenapa perasaan yang awalnya biasa-biasa saja sudah berubah menjadi cinta dan sayang. Memang inilah jalan yang harus kita jalani masing-masing dan Van senang bisa melihat Vinda senang serta terimakasih untuk bantuinnya, hingga apa yang Vinda lihat hari ini berkat bantuin dirimu,” jelas Irvan.
            “Iya Van, nggak juga kok Van. Itu berkat kesungguhan dan kerja keras Van selama ini. Syukurlah Van dan semoga dia bisa membahagiakanmu,” sambil tersenyum kecil.
            “O...iya ini Van ada sesuatu untuk Vinda dan semoga Vinda menyukainya. Maaf Van bingung harus memberikan apa dan akhirnya kepikiran untuk membelikan ini,” sambil menyerahkan kepada Vinda.
            Nggak apa-apa kok Van, Vinda suka kok. Terimakasih ya Van.”
            Sore itu setelah berjalan sebentar di taman BJXchange mall bersama Vinda dan Rini. Irvan berpamitan untuk kembali ke Jakarta menuju terminal Kareta Api Cakung-Jakarta Timur. Walaupun capek, namun Irvan puas dengan apa yang sudah dilakukannya hari ini dan sekitar pukul tujuh malam Irvan sampai di terminal Cakung. Walaupun beberapa kali harus melakukan transit untuk sampai ke terminal Cakung.

                                   


[1] “Dek cinto ka kampuang batinggaan” (karena cinta ke kampung ditinggalkan).

0 komentar:

Posting Komentar