Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Sabtu, 04 Juni 2016

SISI LAIN HATI

Share




Gambar : Coverd Sisi Lain Hati.
                 “Ikut tes juga ya ?” tanya seorang pria kepada seorang wanita yang duduk disampingnya.
            “Iya, ikut tes juga ?” jawab wanita itu.
            “Iya, kenalkan nama saya Erwan dan ini Heri teman saya,” sambil menyulurkan tangan.
            “Rini, salam kenal juga,” sambil membalas uluran tangan mereka.
            Hari ini adalah tes ketiga untuk bisa masuk dan bekerja di Bank Danamon Kota Padang. Tes interview dengan pihak menajer untuk menentukan nasip mereka, diterima atau tidak setelah tes ini dilakukan. Sekitar pukul delapan tepat satu persatu calon karyawan itu mulai dilakukan tanya jawab oleh pihak menajer di ruangannya. Orang yang pertama dipanggil adalah Heri temannya Erwan, untuk menghilangkan rasa khawatir Rini dan Erwan saling bertanya satu sama lain. Hingga akhirnya mereka tukar nomor handphone untuk bisa lebih lama bercerita.

            Rini mendapatkan panggilan setelah Heri dan tidak beberapa lama Rini didalam ruangan itu.
            “Giliran kamu tuh Wan,” kata Rini.
            “Iya, terimakasih Rin. Boleh pinjam pulpennya Rin ?” jawab Erwan.
            “Boleh, ini,” sambil tersenyum kecil.
            Rini yang merasa lelah dan pamitan pulang duluan kepada Heri serta melangkah keluar gedung. Setelah beberapa menit Erwan didalam ruangan menajer dan melihat hanya Heri yang masih duduk di ruang tunggu.
            “Rini tadi mana ya Ri ?”sapa Erwan.
            “O...dia, udah duluan pulang tuh Wan. Ada apa ?”
            Nggak ada kok, ayo pulang juga,” ajak Erwan.
            “Ok,” jawabnya singkat.
            Pertemuan yang tidak terduga itu telah membuat Rini dan Erwan melalui banyak cerita dengan hari-hari yang lebih berwarna. Bahkan bukan hanya itu mereka saling mengenal satu sama lain dan bercerita tentang apa saja. Memang Erwan adalah orang yang baik dan terlihat alim, sedangkan Rini yang masih terlihat lugu dan lembut. Walaupun berbeda kampus mereka dulunya namun perbedaan itu tidak membuat mereka jadi minder untuk berteman satu sama lain. Malahan mereka menjadi lebih akrab dan selain itu Rini sudah tahu bahwa Erwan jurusan matematika dulunya di Universitas Bung Hatta di Padang serta biasanya anak matematika itu memang pintar. Itulah yang membuat Rini sangat tertarik dengan Erwan, selain itu juga alim atau suka shalat.
            Menjalani masa-masa menganggur setelah kuliah itu sangatlah membosankan, apalagi tes yang telah dilakukan Rini di Bank Danamon juga tidak memuaskan. Begitu juga dengan hasil yang didapatkan Erwan, namun entah kenapa. Tiba-tiba saja Erwan mengajak pertemuan dengan Rini di tepian pantai. Pukul lima mereka akan bertemu dan Rini bingung mau memakai pakaian apa untuk bertemu dengan orang yang sangat menarik hatinya itu. Sudah belasan pakaian diambil dan dicoba, namun belum ada satupun yang dia inginkan. Namun tiba-tiba saja ada seseorang yang keluar dari balik pintu.
            “Lagi apa Rin ? Sibuk amat kelihatannya,” sapa Nia.
            “O...kamu Kakak, ini saya bingung mau pakai baju apa untuk ketemuan dengan dia,” jawab Rini.
            “D-I-A,” tanya Nia.
            “Ya dia, teman sih tapi saya naksir sama dia Kak,” dengan manjanya.
            “O...gitu, sini biar aku bantuan. Coba pakai ini pasti cocok deh Rin,” sambil menyerahkan salah satu pakaian di atas kasur.

            “Gimana Kak?” tanya Rini.
            “Waaaahhh...manis banget Rin,” jawabnya.
            Waktu terasa sangat pelan berputur dan membuat Rini sedikit deg-deg-an dengan pertemuan itu. Bagaimana tidak, dia sudah terpesona dengan pandangan pertama kali melihatnya dan ditambah lagi orangnya baik serta ganteng. Ingin rasa Rini membantu jarum jam untuk berputar agar tidak terasa lama, namun hanya Nia yang selalu mencoba untuk menematinya di rumah sebelum berangkat.
            “Kak, jadi nggak PD nih ketemu sama dia,” Rini mencoba membuka pembicaraan.
            “Kalau cowok sudah mengajakmu ketemuan itu berarti kemungkinan dia itu naksir sama kamu Rin, saya yakin kok kamu bakal diterimanya,” sambil tersenyum pelan menatap Rini.
            “Terimakasih Kak, kamu memang sahabatku yang terbaik deh,” sambil memeluk Nia.
            Akhirnya Rini berangkat menuju tepian pantai untuk menemui seseorang yang ternyata sudah lama menunggu disana. Detak jantungnya semakin cepat dan tidak menentu, rasa gugupnya muncul seketika. Erwan masih duduk sendiri menghadap ke arah lautan luas.
            “Sudah dari tadi Wan ?” sapa Rini dari belakang.
            “Eee..kamu Rin,,,” sedikit terpesona dengan dandanan Rini.
            “Kenapa Wan ? Ada yang salah ya ?” tanya Rini.
            “Ma..maaf, kamu manis sekali sore ini ?” jawabnya.
            “Terimakasih Wan, by the ways sudah lama menunggu ya ? Maaf saya terlambat,” sambil tersenyum kecil.
            Nggak lama juga kok Rin, saya saja yang terlalu cepat sampainya. Gimana kabarmu ?”
            “Alhamdulillah sehat Wan, kamu sendiri gimana ?”
            “Alhamdulillah sehat juga, tahu nggak Rin kenapa saya mengajak kamu ketemu disini ?”
            “Mnnn...nggak tahu juga Wan, emangnya ada apa dan kenapa ?” sedikit penasaan.
            “Tujuanku mengajakmu ketemu yang pertama ingin mengembalikan pulpen ini, masih ingat kan saya pinjam pulpennya waktu itu ?” mencoba meyakinkan.
            “Aaah...kamu Wan, hanya pulpen saja masa dikembalikan juga. MNnnnn...atau barangkali kamu mengajak ketemu hanya ingin mengembalikan pulpen ini ya ?” celoteh Rini dengan wajah cemberut.
            “Jangan salah sangka dulu Rin, bukan itu maksudku mengajakmu ketemuan tapi ada sesuatu dibalik semua itu,” jawab Erwan.
            “Maksudnya ?” semakin penasaran dengan jawaban Erwan.
            “Memang tujuan pertamaku untuk mengembalikan pulpen ini kepadamu, namun tujuan keduaku untuk menemuimu sore ini adalah....” berhenti sejenak.
            “....Aku ingin sekali memiliki pulpen ini dan sekaligus pemiliknya,” tambah Erwan.
            “Aku masih belum mengerti dengan semua ucapanmu,” jawab Rini.
            “Begini Rin, sejak pertamakali kumelihatmu, aku sudah terpesona dengan dirimu. Bolehkah aku memiliki hatimu ?”
            “Kamu serius Wan ?” Rini masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
            “Coba lihat mataku, apakah aku terlihat bohong kepadamu ?” mencoba meyakinkan Rini.


            Hanya anggukkan kecil yang bisa disampaikan Rini kepada Erwan, matahari senja menjadi saksi bisu bahwa cinta mereka telah menemukan dermaganya. Sinar keemasan matahari senja menambah indahnya suasana sore itu. Ditambah dengan teriakan selamat yang merdu dari desiran ombak sore. Rasa bahagia yang saling tercurahkan dan canda-tawa diantara mereka, seakan kebahagiaan itu terasa indah dan penuh dengan warna. Tanpa terasa mereka menghabiskan waktu senja bersama berjalan diatas karang dan bebatuan sambil menikmati indahnya sore.
            Hari demi hari hubungan antara Erwan dan Rini menjadi lebih dekat dan saling berbagi cerita. Bahkan sebulan kemudian Rini mendapatkan pekerjaan di Kantor Jasa Penilaian Publik di Padang, sedangkan Erwan juga mendapatkan tawaran untuk program SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal) di Kalimantan. Belum lama mereka menjalin ikatan kasih sayang harus diuji dengan rintangan yang sangat berat untuk beberapa bulan ke depan.
            Mereka harus menjalankannya dan mencoba untuk menjalani rasa rindu yang terangat sangat. Mesti keduanya saling berjanji untuk saling menjaga hati dan janji untuk tidak mengikarinya. Jarak Padang-Kalimantan sangatlah jauh dan bisa jadi tantangan terberatnya adalah di lokasi penempatan. Hidup tidak selalu apa yang kita inginkan itu akan terjadi, namun yakinlah Allah memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.
            Beberapa bulan kemudian.
            Rini dan Erwan sangat jarang melakukan kontak atau mengirim pesan karena di tempat Erwan bekerja memang tidak ada jaringan sama sekali, ada-ada tapi sangat lemah dan harus mencari tempat yang tinggi. Selain masalah komunikasi juga LDR menjadi awal keretakkan hubungan mereka. Namun Rini mencoba untuk mengobati hati dengan berpikir positif, “Mungkin dia lagi sibuk makanya jarang sekali kontak.”
           


                                                                        ***

            “O...maaf, saya tidak sengaja,” ucap Erwan ketika tidak sengaja menabrak Buk Mita.
            Nggak apa-apa kok Pak,” sambil tersenyum kecil.
            “Biar saya yang ambilkan buku-bukunya,” sambil membereskan beberapa buku yang berserakan di lantai.
            “Ini Buk, sekali lagi maaf Buk Mita,” sambil menyerahkan bukunya.
            “Iya Pak, terimakasih.”
            Sudah seminggu ini Erwan mengajar dan juga kenal dengan berbagai guru-guru yang juga ikut program SM-3T itu di Kalimantan. Namun entah kenapa setiap kali bertemu dengan Buk Mita detak jantungnya selalu berdetak kencang dan tak menentu. Apalagi sejak kejadian yang tidak sengaja itu, membuat hubungan antara keduanya semakin dekat. Bahkan sudah lama juga Erwan tidak pernah mengirim kabar kepada Rini dan mungkin situasi serta momen yang membuat hubungan mereka menjadi tidak seperti dulu lagi. Kata-kata indah yang pernah diucapkan Erwan kepada Rini hanya tinggal janji. Namun hakikatnya hatinya telah terpikat dengan wanita lain dan membuatnya tidak bisa menahan godaan itu.
            Bahkan suatu sore, sepulang mengajar Erwan bertemu dengan Mita di depan sekolah.
            “Mau pulang Buk Mita ?” sapa Erwan.
            “Iya, tapi nggak enak juga dipanggil Buk di luar sekolah. Panggil Mita saja,” jawab Mita.
            “Maaf, iya boleh. Boleh saya antarkan pulang Mita ? Kebetulan rumah kita nggak jauh juga kok.”
            “Kalau nggak keberatan boleh Wan.”
            Rasa cinta dan suka itu mulai tumbuh antara mereka, selain sering bertemu juga dan bahkan Mita juga sering memberikan perhatiannya kepada Erwan disela-sela istirahatnya. Bahkan sebaliknya, Erwan juga sering terlihat membantu Mita dan sering duduk berdua. Program SM-3T yang dicanangkan pemerintah di daerah pedalaman itu juga memberikan fasilitas berupa penginapan untuk mereka yang ikutserta. Peluang untuk bersama-sama lebih banyak dibandingkan dengan memikirkan Rini yang jauh di Padang. Bahkan hari libur sekolah pun, Erwan dan Rini sering menghabiskan waktu bersama-sama menikmati indahnya alam di Kalimantan. Erwan lupa akan janjinya yang telah diucapkan kepada Rini sebelum berangkat ke Kalimantan untuk selalu menjaga hatinya. Namun godaan itu terus datang, hingga Erwan tidak kuasa lagi menahannya dan mendiamkan Rini yang selalu menunggu disana.
            Dua bulan berlalu.
            Rini yang sibuk dengan pekerjaannya setiap hari selalu saja melihat layar handphone-nya. Rasa rindu yang sangat dalam dan rasa khawatir bermunculan dalam benaknya.
            “Kenapa sudah lama sekali dia tidak pernah mengasih kabar,” pikir Rini.
            Deretan pertanyaan berdatangan dan pikiran negatif tentang hubungannya silih berganti hadir. Namun Rini terus mencoba untuk setia dan selalu memegang teguh janji yang telah diucapkannya. Walaupun hatinya telah menduga bahwa orang yang dicintainya sudah berpaling pada hati lain dan salahnya juga yang tidak banyak mendapatkan waktu untuk bersama.
            Bulan berganti bulan, namun kabar tentang Erwan tidak kunjung ada. Jangankan menelpon, pesanpun tidak lagi ada masuk ke handphone Rini. Bahkan ketika Rini sudah keluar dari kantor lamanya dan mencoba pergi ke Jakarta untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus. Akhirnya Rini mendapatkan pekerjaan di Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta sebagai auditor disana.


            Bekerja di tempat baru dan mendapatkan teman-teman baru juga. Bukan hanya itu orang sekampungpun dan juga satu jurusan di Universitas Negeri Padang (UNP) pun diajaknya bergabung dengannya di KAP. Walaupun semuanya orang perantau namun semuanya menjadi lebih akrab dan saling bekerja sama satu sama lainnya.  Kebiasaannya ketika waktu weekend datang Rini sering menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan men-refresh-kan pikirannya kembali. Menjadi seorang auditor bukanlah gampang, selain sibuk dan pusing dengan berbagai dokumen yang harus diperiksa juga mencocokkannya dengan data-data yang ada. Rini sering berkunjung ke Monumen Nasional (Monas), Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Kota Tua, Ancol dan sebagainya.
            Walaupun sudah lama tidak ada kabar tentang Erwan, namun Rini menganggap semua itu sudah berakhir dan waktunya untuk memikirkan masa depan daripada memikirkan orang yang tidak memikirkannya. Semua kenangan indah tentang Erwan sering muncul dalam benaknya, hingga sulit baginya untuk berpindah ke lain hati atau move-on dan move-up. “Biarkan waktu yang menghapus segalanya,” itulah kata-kata sering diucapkan Rini ketika bercerita dengan temannya. Selain itu Rini masih belum mendapatkan penjelasan langsung dari Erwan tentang hubungannya karena itu sering menghantui pikirannya.
            Seiring berjalannya waktu, namun Rini tetap menikmati hari-harinya dengan senang hati. Walaupun hatinya didalam hancur, namun dia tidak pernah memperlihatkannya kepada orang lain. Dengan kinerjanya yang semakin baik di tempat kerjanya hingga mendapatkan tawaran menjadi kepala di Pekanbaru.
            Walaupun kantornya baru dibuka di Pekanbaru, namun Rini senangnya bukan main karena selain dekat dengan kampung juga ada kakaknya disana. Namun Rini masih belum berani untuk tinggal sendirian di kantor walaupun semua perlengkapannya sudah dibeli. Akhirnya Rini berangkat dengan motor dan sesekali dengan Trans Metro Pekanbaru (TMP) ke kantor. Namun entah mimpi apa Rini semalam dan paginya berpapasan dengan cowok tampan di halte bus.
            Jantungnya semakin deg-deg-an saat didalam bus juga duduk bersebelahan dengan cowok itu.
            “Maaf Mbak, kalau ke Jondul Baru berhenti dimana ya ?” sapa pria disebelahnya.
            Hampir jatuh rasanya jantung Rini ketika cowok ganteng disebelahnya mencoba mengajaknya bicara. Namun matanya terus memandang wajah cowok itu dan masih belum menjawab pertanyaannya.
            “Mbak, Mbak ?” sapa cowok  itu lagi.
            “O..iya, Mas. Maaf, aku juga mau kesana. Kita nanti turunnya barengan aja,” jawab Rini dengan sedikit gugup.
            “Ok, makasih ya.”
            Perjalanan yang lumayan jauh itu membuat Rini dan pria idaman yang baru dikenal itu menjadi lebih dekat. Bahkan mereka sudah saling berkenalan dan tukar nomor handphone satu sama lain.
            Saat mau turun bus, entah kenapa Rini menarik tangan cowok itu dan anehnya lagi cowok itu juga mengikuti tarikan tangan Rini. Ketika dipinggir jalan Rini jadi salah tingkah karena tangannya masih menempel ditangan cowok itu.
            “Ohh..maaf,” dengan sikap salah tingkahnya.
            Nggak apa-apa kok Rin. O... iya saya harus pergi dulu, nanti aku telpon kamu ya ?”
            “Eee...mmmmnn, iya. Saya tunggu ya ?” dengan wajah memerah.
            “Ok, thanks Rin,” sambil berlalu pergi.
           
           

                       
               

0 komentar:

Posting Komentar