Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Rabu, 01 Juni 2016

IMPIAN YANG TERTUNDA

Share



Gambar : Rumah Puisi Taufik Ismail-Padangpanjang.

Dalam sebuah buku motivasi, “Impian adalah setengah dari keberhasilan, sedangkan setengahnya lagi adalah usaha.” Sebuah buku best seller dengan penulis Solikhin Abu Izzuddin. Buku yang memberikan banyak kata-kata motivasi untuk terus meningkatkan semangat kita untuk terus mencapai apa yang kita impi-impikan. Sebuah mimpi atau impian tidak terlepas dari usaha seseorang dalam mencapai semua mimpi-mimpi tersebut. Memang benar impian adalah setengah dari keberhasilan, hanya orang-orang yang memiliki impianlah yang akan mencapai keberhasilan. Selagi bermimpi itu gratis, mengapa tidak bermimpi dari sekarang ? Jika seseorang tidak pernah ada impian maka jangan harap sebuah keberhasilan itu akan didapatkan. Seorang yang memiliki pangkat dan jabatan yang tinggipun juga berawal dari mimpi yang dibangun dari nol hingga mencapai keberhasilan yang benar-benar nyata dalam hidupnya.

Semua itu tidak terlepas dari usaha dan perjuangan hebat yang mereka lalui. Jika hanya bermimpi sama saja bohong, akan tetapi mimpi yang tinggi diikuti dengan usaha dan kerja keras yang begitu sulit. Maka insyaallah akan mencapai mimpi-mimpinya. Ahmad Fuady dalam novelnya menyebutkan bahwa, “Manjadda wajada (siapa yang sungguh mendapat), man saara ‘ala darbi wasyala (siapa yang berjalan di jalannya akan sampai pada tujuan, dan terakhir man sabara zafira (siapa yang sabar akan mendapat). Begitulah cara orang-orang sukses dalam mencapai dan mengejar impiannya sampai detik dara penghabisan sekalipun.
Sepasang kekasih yang sudah lama menjalin ikatan tali kasih sayang antara keduanya. namun mereka berbeda kampus atau tempat kuliah, walaupun demikian mereka terasa dekat dengan ikatan hati yang mengatukan mereka. Rasa yang kuat tidak akan pernah menghalangi rasa yang sudah terjalin begitu erat dan sudah menyatu sama lain. Tempat yang jauh tidak mendaja kendala dalam hubungan mereka bahkan mereka terkadang sering berjumpa pada Kota Wisata tempat Vinda nama kekasihnya kuliah di salah satu perguruan tinggi terkemuka disana.
Walaupun Irvan yang menjalani perkulihan di Kota Budaya, juga disalah satu perguruan tinggi terkemuka di Batusangkar. Pada suatu ketika, pada saat mereka saling merasakan rindu yang begitu mendalam dan ingin sekali bertemu.
Assalamu ‘alaikum, Vinda,” degan nada datar.
Wassalamu ‘alaukum, Van. Bagaimana kabarnya Van,” suara Vinda dari ujung telpon.
“Alhamdulillah sehat, akan tidak lengkap dengan kehadiran Vinda disini. Walaupun hanya mendengar suara Vinda, sudah dapat mengobati perasaan ini, bagaimana kabarnya Vinda ?”
“Syukurlah Van, Vinda juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Van rasakan disini. Namun, suatu saat kita akan bisa bersama kembali. Jarak yang jauh tidak akan pernah dapat memisahkan kita. Alhamdulillah Vinda juga sehat Van, hari-hari Vinda terasa begitu sepi tanpa suara Van dan tanpa bertemu dengan Van tapi...” berhenti seketika.
“Jangan bersedih Vinda, Van yakin dan percaya sama Vinda disana. Makanya, Van tidak pernah ragu akan ketulusan yang Vinda berikan pada Van. Jangan sedih Vinda sesuatu kebahagian itu akan terasa indah pada saat kita sudah ada ikatan suci yang menyatukan kita. Hanya tinggal beberapa langkah lagi Vinda, Van yakin dan percara kita pasti bisa melewati semua itu. Asalkan kita sama-sama percaya dan yakin pada diri sendiri.”
“Terima kasih Van, Vinda tidak tahu harus bagaimana jika tidak ada Van. Selama ini kita menjalan kita ini dengan penuh perjuangan dan jangan sampai patah dengan hal-hal yang tidak inginkan. O..ya Van, jika kita nanti sudah memakai toga kebesaran kampus masing-masing, jangan lupa datang ke kampus Vinda ya Van ?”
“Insyaallah Van akan datang, tapi jangan sampai tidak dikasih tahu sama Van ya Vinda ?”
“So pasti Van.”
“Janji nih Vinda ?”
“Iyaa janji Van, Van juga undang dan kasih informasi sama Vinda jika Wisuda ya ?”
“Insyaallah akan Van kasih kabar nantinya, yang penting sekarang kita sama-sama berjuang dalam menyelesaikan jenjang pendidikan. Hanya satu pesan Van sama Vinda, walaupun Vinda di kota besar tapi jangan sampai terbawa dengan arus yang tidak baik, tetaplah menjaga sholat, mengaji dan jaga iman yang ada dalam diri Vinda kemanapun pergi.”
“Iya Van, Van juga ya ? Insyaallah akan Vinda lakukan.”
“Besok ada jadwal kosong tidak Vinda ?”
“MNnnn...ada Van, ada apa Van ? lagipula besok Vinda tidak ada kuliah.”
“Rencana Van mau mengajak Vinda ke tempat yang pernah Vinda ingin pergi ke sana ?”
“O..yang itu, Rumah Puisi Taufik Ismail yang di Padangpanjang itu maksud Van ?”
“Betul sekali jawabannya, 100 untuk Vinda,” sambil tertawa kecil.
“Oups...ini serius loh Van, tidak bercanda.”
“Iya...iya Vinda, jangan nyambek dong Vinda ?” mencoba membujuk.
“Iya deh Vinda tidak jadi nyambek.”
“Kalau nyambek Vinda juga makin manis deh,” mencoba merayu.
“Iya..Vinda juga maniskan Van,” sambil tertawa.
“Memang Vinda manis, ya sudah Vinda istirahat dulu. Besok Van kasih kabar saja sama Vinda.”
“Iya Van, Van juga istirahat lagi ya. Jangan sering bergadang.”
“Ok Vinda, semoga mimpi indah dan sampai ketemu saja besok Vinda. Assalamu ‘alikum
“Sama-sama saja Van, wassalamu ‘alikum,” sambil mematikan telpon.
Pagi-pagi sekali Irvan sudah bangun dan melaksanakan shalat subuh. Tiba-tiba saja semangatnya pagi ini terasa diatas angin, mengapa tidak orang yang dicintainya selama ini memberikan kekuatan tersendiri terhadapnya. Bahkan bukan hanya itu pagi ini, Irvan sudah sibuk dengan membersihkan motor kesayangannya. Seolah-olah dia tahu betul apa yang dipikirkan oleh motor kesayangannya itu. Hingga semua sisi motornya sudah terlihat bersih dan memancarkan cahaya merah yang menyala-nyala, bagaimana dirinya yang sedang semangat.
Sekitar pukul sepuluh Irvan sudah selesai dengan segala persiapan untuk menemui kekasih hati yang disana. Dengan mngucapkan bismillah dia melangkah dengan pasti dan meninggalkan rumah dengan Simerah. Jalur yang dilalui Irvan hari ini adalah jalur dengan istilah,”Batu-Panjang-Tinggi.” Itu adalah sebuah simbol kota yang dia lalui kali ini, namun perjalanan itu sedikit memakan waktu sekitar satu setengah jam sampai dua jam. Walaupun demikian tidak membuat langkahnya menjadi berhenti sampai dia berada di tempat Vinda.
Tiba-tiba saja Irvan mengeluarkan sebuah handphone dari kantongnya dan sibuk dengan tarian jari tangannya di keypet handphone-nya. Dengan cepat dia sudah selesai melakukannya tanpa memberhentikan Simerah terlebih dahulu.  Suasana yang pikiran jalan yang dia lalui terasa begitu indah apalagi daerah yang dilaluinya hawanya sangatlah dingin daripada tempatnya di Sungayang. Itu menjadi suatu tantangan baru dan melihat indah serta permainya daerah orang lain. Melakukan suatu perjalanan adalah keasyikan tersendiri baginya, selain bisa melihat keindahan daerah orang lain juga dapat menambah daya semangat tersendiri. Rasa dingin yang dia lalui tidak membuatnya menyerah, bahkan hujan gerimis dijalan tidak membuatnya berhenti.
Sekitar pukul dua belas kurang, dia sudah berada di depan pintu gerbang Kota Wisata disana tertuliskan, “Selamat datang di Kota Bukittinggi.” Akhirnya perjalanan Irvan tidak jauh lagi karena hanya tinggal beberapa menit lagi untuk terus sampai di tempat Vinda. Ternyata kesibukannya tadi untuk memberikan tahukan keberadaannya pada Vinda, agar Vinda juga bersiap-siap menunnggunya.
Di depan SD Belakang Balok di parkirlah motornya, beberapa saat menunggu terlihatlah Vinda keluar dari tempat kosnya sambil berjala indah bagaikan bidadari yang mempesona. Baju merah dengan warna hitam sebagai kombinasi yang begitu maching dengan bentuk tubuhnya. Apalagi senyumannya begitu indah dan menyahit hati, siapa tidak terpesona dengan tampilannya hari ini. Selain pintar juga manis, begitulah orang yang bernama Vinda tersebut. Beberapa saat berjalan tidak disangka-sangka sudah berada di depan Irvan.
“Hey...malah bengong, langsung berangkat Van,” sapanya sambil menepuk bahu Irvan.
“Eeehh..maaf, Van kira Vinda belum sampai. Menarik sekali penampilan Vinda hari ini,” sambil mengodanya.
“Aaah...biasa saja Van,” sambil memukul bahu Irvan.
“Langsung jalan atau bagaimana Vinda ?”
“Jalan saja langsung Van, yuk.”
“Ayuk Vinda,” sambil meng-gas motornya.
Perjalanan mereka baru saja dimulai, Irvan sebagai pengemudi perjalanan mereka, sedangka Vinda sebagai peta Kota Wisata kali ini. Namun keduanya sangatlah kompak dan saling bekerja sama satu sama lain. Perjalanan sepasang kekasih untuk jarak yang dekat sangatlah tidak terasa, akan terasa dekat jika saling bersama. Begitulah perjalanan mereka ke Rumah Puisi Taufik Ismail dan sudah terlihat tanjakan rumah puisi tersebut. Di pinggiran jalan ke atas tertuliskan,”Aie Angek Collage dan plang bertuliskan Rumah Puisi Taufik Ismail.
Tidak berapa lama mereka sudah berada di depan Rumah Puisi Taufik Ismail, suasana disini sangatlah sejuk dan nyaman untuk semua perpustakaan pribadi.
“Pemilihan tempat yang sangat cocok dan astri untuk bangunan perpustkaan,” pikir Irvan dalam hati.
Bukan hanya itu bangunan mushalla juga dan gedung pertemuan juga berdiri sendiri dari bangunan perpustakaan. Apalagi keindahan alam yang begitu indah terasa lengkap sudah perjalanan mereka. Irvan yang dari tadi terus memandangi sekeliling bangunan demi bangunan hingga tidak ada yang tertinggal dari penglihatannya.
Tiba-tiba saja Vinda sudah berada di depannya.
“Van, ayo kita masuk,” sambil menarik tangan Irvan.
“O...iya Vinda,” mengikuti langkah Vinda.
Belum lagi di dalam banyak sekali koleksi buku Pak Taufik Ismail dan ruangan tamu yang dikelilingi oleh deretan kata-kata indah. Kami mengisi daftar hadir pengunjung dulu disana, setelah itu Vinda mengajak Irvan untuk melihat-lihat lebih banyak lagi koleksi buku-buku Taufik Ismail. Ada banyak buku dalam lemari dan juga di rak buku. Kami mencari buku-buku yang kami suka dan kami baca di meja yang disediakan. Ternyata di dalam juga ada ruangan pribadi Pak Taufik Ismail dan lengkap dengan meja serta kursinya. Permadani karpet untuk membaca sangat nyaman dan rilex disana. Tanpa terasa kami sudah berada disana sekitar dua jam, terlihat jam di dinding sudah pukul dua siang.
“Shalat dulu kita yuk Vinda,” sambil menepuk-nepuk tangannya yang sedang asyik dengan bacaannya.
“Sudah jam berada Van.”
“Sudah jam dua Vinda, yuk.”
Akhirnya kami berdua berjalan ke mushalla dekat perpustakaan tersebut. Beberapa menit kami sibuk dengan aktivitas shalat kami sendiri-sendiri dan akhirnya Irvan menunggu Vinda sambil melihat daerah sekitar mushalla. Beberapa menit menunggu Vinda muncul dengan senyuman yang menbuat hati Irvan krepek-klepek tidak berdaya. Namun, dia masih bisa mengusai dirinya yang sedikit terbaru arus pesona Vinda. Irvan hanya membalasnya dengan senyuman kecil dan berjalan meninggalkan mushalla.
“Ada sesuatu yang ingin Van perlihatkan kepada Vinda,” sambil melihat kepadanya.
“Apalagi itu Van,” sambil membalas tatapan mata Irvan.
“HMnnnnn...masih tentang keinginan Vinda beberapa waktu yang lalu dengan Van, tapi belum saatnya Van kasih tahu. Kalau sudah sampai Van kasih tahu nantinya.
“Iya deh,” dengan wajah sedikit nyambek.
“Senyum dong Vinda, nanti tidak jadi sampai dengan wajah cemberutnya Vinda,” dengan godaan kecil.
“Iya deh Van,” sambil tersenyum kecil dan pukulan kecil kepada Irvan,
“Ayo bidadariku, kita berangakat,” sambil melirik Vinda yang masih berdiri.
“Ayo pengeranku,” sambil tertawa kecil.
Hari ini hari yang sangat membahagiakan bagi kedua anak manusia tersebut. Bagaimana tidak dari awal pertemuaan dan sampai dalam perjalanan mereka sangat bahagia dengan senyuman dan tawa kecil mereka. Saling memberikan semangat satu sama lain, saling mengingatkan jika Irvan tersesat dalam mengaruhi perjalanan tersebut. Namun Irvan tidak pernah takut akan tersasar kerena sebuah peta hidup dari Kota Tri Arga selalu ada bersamanya.
Perjalanan mereka dilanjutkan dengan menuju sebuah kota kecil di Tanah Datar, walaupun demikian ada keunikan kota kecil itu yang tidak banyak ketahui sebagian orang-orang dari luar kota tersebut. Itulah yang akan diperlihatkan Irvan kepada Vinda kesana. Pemandangan yang sangat indah dan unik, walaupun pernah diceritakan Irvan kepada Vinda tentang kejadian itu dalam sebuah cerpennya yaitu “Keindahan Kota Batusangkar.”
Akhirnya mereka sampai juga di kota kecil itu yang bernama Kota Batusangkar. Kota ini juga dijuluki dengan Kota Budaya dan ada juga sebagian orang menyebutnya dengan Kota Ojek, karena dimana-mana banyak orang yang berprofesi sebagai tukang ojek disini. Namun Irvan juga bercita-cita akan menjadikan kota kecil ini dengan sebutan baru yaitu “Kota Seribu Penulis.” Jika suatu saat nanti Irvan berhasil merilis dan mampu melahirkan penulis-penulis baru dan setiap sudut kota ini akan dipenuhi dengan penulis-penulis yang handal. Bukan tidak mungkin semua itu akan terjadi nantinya. Bahkan dia juga beringinan untuk membuat perpustakaan yang lengkap di Kota Batusangkar ini dan juga bertaraf internasional nantinya.
Akhirnya Irvan dan Vinda mengambil sebuah tempat di sudut Lapangan Cinduo Mato. Sebuah tempat duduk dari besi dan juga digunakan sebagai tempat pengobatan rematik di pekarangannya itu. Namun kami hanya duduk santai dan menikmati makanan kecil dan minuman sore itu.
Sekitar pukul enam sore disaat matahari sudah hampir tergelincir dan bersiap kembali ke peraduannya kembali. Maka pada saat itulah sebuah tarian indah ribuan Burung-Burung Bangau melakukan ritual mereka di atas sebuah beringin yang berada di pusat Kota Batusangkar tersebut. Keduanya asyik dengan keindahan yang memberikan kesejukan hati yang tiada tara sore itu.
“Inilah yang Van maksud dengan, “Keindahan Kota Batusangkat,” Vinda. Indah bukan ? Ini hanya ada di Kota Batusangkar dan itupun setiap sore. Jika setiap hari Vinda kesini maka Vinda akan menyaksikan pemandangan indah dari tarian Burung-Burung bagau Putih ini. Mereka mengitari beringin yang disana, entah berapa kali putaran yang pasti mereka juga tahu waktu shalat Magrib masuk. Ketika suara azan sudah dikumandangkan maka tarian Bagau-Bagau Putih itu akan berhenti dan kembali istirahat di atas Pohon Beringin tua itu,” sambil menjelaskan kepada Vinda.
“Indah sekali Van, ini adalah kali pertama Vinda bisa langsung menyaksikan dan mengetahui keindahan kota kecil ini,”sambil terus melihat keindahan tarian burung-burung Bagau tersebut.
Tidak sedikitpun mata Vinda terkedip menyaksikan aktraksi demi aktraksi dari tarian Burung-Burung Bagau Putih tersebut. Terlihat senyuman indah Vinda dari setiap penampilan-penampilan yang membuat Vinda merasa kagum dengan keindahan kota kecil ini. Namun, Irvan hanya memperhatikan tingkah laku Vinda dan sesekali memandang penampilan Burung Bangau tersebut.
Suara azan Magrib mengakhiri aktraksi tarian Burung-Burung Bagau Putih itu dan terlihat senyuman manis Vinda yang menyambang di bibirnya. Rasa bahagia mereka lengkap sudah dengan penampilan burung-burung tersebut. Akhirnya sentuhan tangan Irvan membawa mereka kembali ke tempat Vinda.
“Jika Vinda berkunjung siang, maka Vinda tidak akan melihat mereka di atas sana. Palingan ada satu-satu di atas saja, karena mareka pagi-pagi sekali sudah menyebar ke berbagai tempat untuk mencari makan. Ya sekitar pukul setengah enam mereka sudah pergi dengan berkelompok-kelompok mencari makan dan pulang pada petangnya lagi. Sejakr kita sampai tadi mereka sudah mulai berdatangan dan menarik peminat dari kalangan manusia untuk menyaksikan penampilan mereka. Bahkan mereka disana hidup tidak pernah diganggu dan dibiarkan menetap serta menjadi sarang bagi mereka. Jika menunggu sebentar lagi mereka terlihat seperti bola lampu yang sangat terang yang memancarkan keindahan di sela-sela daun Pohon Beringin besar tersebut. Seolah-olah Pohon  Beringin itu memiliki banyak lampu yang terpasang disana. Padahal itu hanyalah ribuan Burung-Burung Bagau Putih itu yang memberikan cahaya tersendiri, bagaikan ribuan bola lampu. Coba Vinda perhatikan Pohon Beringin besar itu sekali lagi,” sambil menunjuk ke sana.
“Woooawwww, indah sekali Van,” sambil memukul kecil punggung Irvan.
“Indah, indah Vinda, tapi jika ribuan kali pukulannya jadi tinggal tulang deh Van nanti,” sambil menggodanya.
“Iya maaf Van, habis geregetan dengan keindahan Burung Bagau tersebut.”
Tiba-tiba saja Irvan bangun dari lamunan panjangnya, tenyata semua perjalanan indah dengan sang sahabat itu. Hanyalah sebuah impian yang mereka bangun, namun tidak pernah terwujud. Entah kapan semua itu akan bisa terwujudkan, namun saat ini semua itu tidak mungkin akan terjadi, karena Vinda sudah sibuk dengan pasangan barunya dan sahabat lamanya ditinggalkan begitu saja. Bahkan dia tidak seperti dulu lagi yang merasa senang jika setiap kali Irvan datang ke sana. Akan tetapi sejak dia menemukan belahan jiwanya itu, dia sangat berubah drastik dan tidak pernah menghiraukan persahabatan yang sudah lama mereka bangun.
“Dasar wanita yang selalu mengecewakan hatiku, apakah mereka tidak ada rasa persahabatan lagi dalam hati mereka hingga dia tidak tahu siapa dan bagaimana perasaanku tidak dihiraukan pada saat aku berkunjung ke tempatnya,” pikir Irvan di dalam hati.
Sebenarnya maksud kedatangan Irvan dikala itu, ingin mengobrol dengan sahabatnya dan berkunkung ke tempat lama mereka pernah makan dan minum bersama yaitu “Maha Puding,” yang tidak jauh dari tempat kos Vinda dekat pasar bawah. Serta keinginannya yang tidak pernah terwujut sampai saat ini yaitu ingin sekali dia foto bersama dengan Vinda sebagai sahabatnya yang sangat berjasa kepadanya. Namun sikap dan tingkah laku sahabatnya itu sudah betul-betul tidak sama dengan biasanya dan tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan.
“Biarlah dia pergi dengan meninggalkan semua kenangan dan mimpi-mimpi yang pernah kita ucapkan berdua, semoga dia menemukan pasangan yang setia dan bahagia hingga akhir hidupnya kelak. Amien,” ucap Irvan dalam hatinya.
Semua kisah persahabatan yang mereka lalui hanyalah mimpi-mimpi yang tidak pernah akan tercapai. Mimpi yang jauh dari kenyataannya dan mustahil akan terwujud. Mungkin Irvan harus mencari jalan lain yang akan mampu membuatnya bahagia dan mampu melupakan sahabatnya. Hanya jalan baru dan impian baru yang akan mampu menghilangkan semua kisah dan perjalanan perhabatan mereka tersebut. semua mimpinya hanya ada dalam imajinasinya saja, namun tidak di dunia nyata.

0 komentar:

Posting Komentar