Gambar : Surau Nurul Furqon, Kec. Sungayang-Tanah Datar. |
Daerah Minangkabau dari dulu hingga
saat ini terus melahirkan generasi-gerasi yang mengharumkan daerah tanah Minangkabau
ini. Baik itu dari karya-karyanya, hasil pemikirannya dan campur tangannya
dalam pembaruhan Islam. Ada banyak nama yang kita kenal seperti : Buya Hamka,
Mahmud Yunus, Tuanku Iman Bonjol dan masih banyak lagi. Mereka semua selain
lihai menciptakan karya-karya dan pemikiran baru juga hebat dalam agama. Itu
semua tidak lepas dari peranan surau yang diterapkan di daerah Minangkabau ini.
Bahwa di surau tempatnya mengaji, menuntut ilmu, dan mengenal teman satu sama
lain. Bahkan di suraulah kaum laki-laki tidur dan hanya kaum perempuanlah yang
tidur di rumah.
Mereka mengaji dari waktu Magrib
hingga waktu Isya, setelah itu belajar Silat di surau. Bahkan waktu setelah
shalat subuh juga melanjutkan mengaji, baru melakukan aktivitas lainya seperti
: membantu orang tua, sekolah, dan sebagainya. Bagaimana tidak kemampuan para
pendahulu kita sangat dalam ajaran agamanya dan bahkan juga jago dalam bela
diri. Jika kita bandingkan dengan kehidupan masyarakat kita pada masa sekarang
ini sangat jauh berbeda. Itu terlihat dari sedikitnya pengaruh orang tua
terhadap pendidikan menuntup ilmu agama terhadap seorang anak. Akan tetapi
untuk uang les segala macam, mereka rela mengeluarkan biaya yang cukup tinggi
agar anak menjadi anak yang hebat baik itu Bahasa Inggris, Musik, Tari, Basket,
dan bahkan yang lainnya.
Akan tetapi jika anaknuya tidak
mengaji tidak ada teguran dari pihak orang tua dan bagaimana perkembangan
mengajinya selama ini tidak pernah mereka suruh anaknya untuk mengaji. Itulah
realitanya kehidupan modern pada saat sekarang, bahkan pikiran sebagian orang
tua juga terkana virus yang jauh dari ajaran agama. Menuntup ilmu agama pada masa
sekarang hanya di pandang akan menjadi seorang ustad yang memberikan ceramah
dari satu surau ke surau lainya atau dari satu mesjid ke mesjid lainya. Tidak.
Melainkan banyak hal yang akan mereka dapatkan dari menuntut ilmu agama itu.
Banyak kalangan yang kekurangan guru agama di berbagai tempat.
Salah satu surau yang berdiri sejak
zaman penjajahan jepang ini, yaitu di jorong Balai Gadang, kec. Sungayang, Kab.
Tanah Datar ini. Nama surau itu adalah Surau Nurul Furqon atau sebutan khas
orang setempat Surau Baru Jirek. Awalnya surau ini hanyalah terbuat dari kayu
dan tidak seperti saat ini. Karena usia surau itu semakin tua dan kayu-kayunya
sudah mulai di makan ulat. Makanya sekitar tahun 1980 dibangunlah surau baru
dengan membuka surau yang lama. Itu semua tentulah melalui musyawarah untuk
membicarakan dari mana dana pembangunan surau baru tersebut. Akhirnya setelah
musyawarah selesai maka, pihak perantau dari daerah sekitar Balai Gadang akan
turut membantu pembangunan tersebut. Maka dibuatlah surau permanen bertingkat
dua berkat suadaya masyarakat sendiri.
Maka setiap hari proses pembangunan
ini terus berlanjut yang dikepalai oleh Pak H. Tin (Zainudin Rusid) sebagai
ketua pengurus. Sekitar lima belas pekerja setiap hari melakukan proses
pembangunan hingga dua tahun setelah itu proses pembangunan selesai yaitu pada
tahun 1985. Dalam proses pembangunan ini, dimintalah sumbangan nasi dari setiap
warga setempat seperti : Kampung Silangik, Kampung Melayu, dan Balai Gadang. Awalnya
proses pembangunan itu dibuat dinding dari sasak (bambu yang sudah
dibersihkan membentuk kayu-kayu kecil) dan dilapisi tembok, itu masih
terlihat pada saat sekarang di tembok dibawah jenjang ke lantai dua. Menurut H.
Murda’i sampai hari ini tembok itu termasuk tahan terhadap gempa dan tidak
pernah rusak sampai saat ini. Dari surau ini mulai berdiri sampai sekarang
atapnya sudah dua kali diganti karena sudah mulai bocor dan berkarat.
Pada saat proses pembangunan surau
baru yang akan dibuat itu, maka murid-muridnya untuk sementara waktu
dipindahkan ke Surau Si Minyak dengan gurunya pada saat itu Si Am Balak. Bahkan
setelah surau baru tersebut selesai dalam jangka waktu dua tahun maka
dipindahkan kembali murid-muridnya dan barulah menjadi Taman Pendidikan Agama
Nurul Furqon. Namun sebutan, “Surau Baru Jirek,” sampai sekarang tidaklah
hilang karena surau ini adalah satu-satunya surau yang berdiri lebih awalnya
daripada surau-surau yang lain di Nagari Suangayang. Tanah surau yang ditempati
sekarang ini adalah tanah milik Angku Syech yang mempunyai isteri orang
Sungayang juga. Konon kata masyarakat setempat berasal dari Persia, dan sudah
ada sejak zaman kerajaan Islam dahulu. Bahkan dia termasuk salah satu dari
penyebar agama Islam sekitar tahun 1400. Angku Syech inilah yang mengajarkan
sekaligus menjadi guru di surau ini dan setiap selesai shalat Magrib Angku
Syech ini mengajarkan tafsir sampai waktu Isya. Bahkan Angku Syech ini juga
mengajarkan suluk atau tarikat di surau ini pada masa itu. Pada masa itu juga
disebut dengan masa pacaklik atau masa-masa sulit pada zaman penjajahan
Jepang, karena pada masa itu tanaman yang ditanam hanya sedikit yang dapat
dipetik hasilnya. Akan setelah kematian Angku Syech ini digantikan anaknya
yaitu Buyuang di surau Ayahnya. Pada masa Buyuang ini dipenghujung hari tuanya,
dia dirawat oleh salah seorang yaitu Rawani Ishak sampai beliau wafat. Bahkan
Angku Syech dan anaknya Buyuang itu dikuburkan disebelah surau dan sampai hari
ini dapat kita lihat dalam sebuah bangunan serta diatap. Diselah surau baru ini
juga terdapat dahulu surau di tengah-tengah sawah, dari informasi yang
didapatkan disana mengajar seorang guru sekaligus imam disana yaitu Dt.
Tanpatiah namun orang setempat memanggilnya Angku Imam dan nama surau itu juga
diberi nama Surau Angku Imam. Beliau juga termasuk salah satu penyebarar agama
Islam dulu disini bersama Angku Syech. Akan tetapi sampai saat ini Surau Angku
Imam sudah tidak ada lagi disana, karena sudah dibongkar karena sudah usang dan
dijadikan tempat menanam sayuran dan sebagainya.
Setelah kematian Buyuang itu, diadakan
rapat untuk menentukan pemilikan surau ini. Karena pada masa dulu siapa yang
merawat seseorang maka hak miliknya jatuh pada yang merawat. Maka hasil dari musyawah
itu adalah tanah yang ditapaki surau dan tanah yang juga ditapaki tempat
berwuduk itulah tanah yang di waqafkan kepada masyarakat sampai saat ini.
Sedangkan tanah di sekitar surau dan dua buah kolam itu milik Buk Rawani Ishak
sampai saat ini.
Bahkan dari dulu sampai saat ini sudah
banyak guru-guru yang mengajar di surau ini seperti : Angku Syech, Buyuang, H.
Mustapa Ali, H. Muh. Isya Rasyid (guru tafsir), H. Musni Jami’ (guru tafsir),
Umar Rasyid, Munir Rasul Gundo, Bustami, Aisyah Murad (anggota tafsir), Al
Munir Ahmad.
Itu adalah pada masa-masa dulu,
sedangkan setelah itu juga ada anak sekolah di MAN 1 Batusangkar dan juga ada
anak dari Panti Asuhan Aisyiyah Sungayang. Bahkan H. Murda’i Dt. Bagonjong juga
menjadi guru disini dan Tek Asni isterinya. Sedangkan setelah Dt. Bagonjong
pensium karena usianya sudah terlalu tua dan sudah sakit-sakit digantikan oleh
anaknya yaitu Agnos sekarang juga menjabat sebagai bendahara dan dibantu oleh
Koswara juga sebagai murid dahulu disini dan sekarang menjabat sebagai
sekretaris. Ada juga guru dari kampung Simpadang yaitu Pak Faizal.
Selain dana-dana bantuan dari perantau
yang didapatkan setiap tahunnya juga ada bantuan donatur tetap yang dibentuk
sekarang ini. Selain biaya guru sehari-hari juga biaya makan dan minumnya dalam
aktivitas mengajar murid-murid disini. Bahkan untuk tetap mendapatkan bantuan
dari rantau biasanya dibuatkan laporan setiap tahunnya mengenai uang masuk dan
keluar, serta donatur-donatur yang ikut menyumbangkan sumbangannya kepada surau
ini. Selain itu ada juga sawah yang juga milik surau dan sawah itu di waqafkan
ke surau ini oleh salah seorang warga sekitar satu lupak di Biaro. Selain
dana dari itu, dan juga dari pemerintah yang juga ikut memberikan bantuan
kepada proses pembelajaran di surau ini seperti : meja, kursi, papan tulis dan
meja guru.
Dari informasi yang didapatkan bahwa
dulu murid-muridnya berjumlah ratusan dan lantai dua surau juga dipakai untuk
tempat mengaji. Karena awalnya surau ini hanyalah satu-satunya surau di Jorong
Balai Gadang ini dan belum ada surau di sekitarnya. Maka surau ini menjadi
salah satu surau yang dijadikan sebagai tempat menuntut ilmu dari berbagai tempat
dan bahkan di daerah sekitar juga ada muridnya seperti dari Nagari Tanjung.
Namun seiring dengan munculnya surau-surau baru yang juga menjadikan
murid-murid surau Nurul Furqon ini semakin sedikit sampai saat ini berjumlah
sekitar tiga puluh orang. Surau-surau yang baru itu seperti di Kapas Picancang
yaitu Surau Al-Ikhlas dan di Kampung Simpadang dengan Surau Talang. Maka
terpecahlah murid-murid itu dari ketiga surau yang ada, bahkan murid yang
rumahnya dekat lebih memilih belajar di surau yang terdekat. Pada akhir tahun
2010 lantai dua surau tidak digunakan lagi. Kalau ditanya soal prestasi Surau
Nurul Furqon ada walaupun tidak ada bukti-bukti yang bisa dilihat sampai saat
ini. Karena piala atau hadiah yang didapatkan tidak diletakkan di surau akan
tetapi dibawa peserta lomba ke rumah masing-masing. Diantaranya :Juara I lomba
MTQ tingkat nagari, juara I Cerdas Cermat, dan selebihnya juara II dan III.
Referensi Dialog Langsung :
1. H. Zainudin Rusid (ketua
pengurus Surau Nurul Furqon)
2. H. Murda’i Dt. Bagonjong
(mantan guru sekaligus bendahara Surau Nurul Furqon)
3. Koswara (mantan murid dan
sekarang guru serta sekretaris di Surau Nurul Furqon)
4. Agnos (mantan murid dan
sekarang guru serta bendahara di Surau Nurul Furqon)
0 komentar:
Posting Komentar