Gambar : Perayaan Tahun Baru Masehi di Kota Bukittinggi. |
Setelah melewati masa-masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang di
tempatkan di Pesisir Selatan, tepatnya di Kampung Desa Baru, Nagari Kampung
Baru Korong nan Ampek (KBKA), Kecamatan Tarusan. Masa yang lebih kurang 45 hari
itu sentak membuatku sedikit mengerti bagaimana kehidupan bermasyarakat dan
memahami setiap tempat yang berbeda-beda. Memang benar kata pepetah minang,
lain lubuk lain ikannya, “lain padang lain belalangnya.” Namun berkat
kerjasama sama kelompok, kami mampu melalui setiap rintangan-rintangan yang
ada. Walaupun sempat sedikit bermasalah akan tetapi berkat keterbukaan dan rasa
tanggungjawab yang tinggi untuk mengelola setiap kegiatan yang direncanakan.
Pada akhirnya kami berhasil meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam
perkampungan tersebut agar selalu bisa di jalankan setiap generasi yang ada.
Sekarang tinggal beberapa langkah lagi mencapai gelar Sarjana S-1
yang sekarang ini akan mengakhiri semester VII (tujuh). Insya Allah semua mata
kuliah telah berhasil aku lewati dengan baik, walaupun demikian ada beberapa
mata kuliah yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Aku tetap yakin dan
percaya aku akan mampu melewati semua rintangan, cobaan, dan ujian yang akan
ada, walaupun harus mengorbanku diriku sendiri. Aku tidak ingin mengecewakan
pengorbanan, bantuan dari keluarga-keluargaku, orang-orang terdekat denganku.
Walaupun target kuliahku tidak tercapai, namun insya Allah aku akan
meyelesaikan secepat mungkin dan bisa bekerja sesuai apa yang aku inginkan,
yaitu: “Bekerja di Luar Tanah Datar, kalau bisa sejauh kakiku melangkah.”
Aku tidak pernah memilih-milih tempat baik untuk KKN yang telah
berlalu dan tempat Magang yang sedang berjalan. Semua itu aku serahkan kepada
kampus, namun teman-temanku yang lain tidak ingin menerima apa yang diberikan
kampus. Makanya mereka mencari tempat Magang sendiri, ada yang di Solok,
Padang, Sijunjung, Padangpanjang, dan Bukittinggi. Aku salah satu orang yang
beruntung yang mendapatkan tempat di Bukittinggi, karena aku tidak pernah mengira
akan mampu merasakan hawa sejuk Kota Bukittinggi ini. Aku dulu berkeinginan
tempat Magangku yaitu: pertama di Padangpanjang karena ingin merasakan indah
dan nyamannya Kota Padangpanjang serta ingin bertemu penulis terkenal yaitu Pak
Irzen Hawer. Yang kedua Bukittinggi, karena ingin merasakan sejuk dan indahnya
Kota Wisata serta dapat bertemu dengan salah satu sahabat terbaikku disini.
Pagi menjelang siang, selesai kuliah Akuntansi Internasional,
seorang temanku mengapaku.
“Van, mau Magang di Bukittinggi ?” sambil berhenti didekatku.
“Insya Allah mau, dimana tempatnya Iskandar ?”
“Tempatnya di permodalan, namun bisakah Van mencari lima orang
teman cewek lagi ?”
“Tanya yang lain dulu Iskandar, baru ada Lely dan seorang senior
yang mintak mencari tempat kalau ada,” jawabku.
“Berarti tinggal tiga orang lain lagi, nantilah dikasih kabar
lagi,” sambil berlalu.
Beberapa hari kemudian Iskandar datang membuka pembicaraan.
“Ada dapat tambahan teman yang kemarin Van ?” tanya Iskandar.
“Belum Iskandar, begini saja Van. Kak Yanti dan teman-temannya
sudah ada lima orang jadi mereka saja di Permodalan, jadi karena di Dinas
Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Koperindag) Kota Bukittinggi tinggal
satu orang cowok jadi cepatkan sampaikan pada Juli dan Tecy kalau Van bisa
disana,” mencoba menjelaskan.
“Ok, nanti aku temui mereka, terima kasih banyak Iskandar,” sambil
berlalu meninggalkan tempat perkuliahan.
Sore itu juga aku dapat nomor Juli dan Tecy dari teman-teman
lokalnya dan langsung mengabarkan ingin bergabung tempat Magang dengan mereka.
Akhirnya mereka memberikan izin untuk bergabung dan selanjutnya mengurus surat
menyurat dan hal lainnya baik di kampus dan juga di Dinas Koperindag di
Bukittinggi. Setelah sebulan mengurus tempat Magang akhirnya keluarlah bahwa
tempat itu sudah disetujui baik dari kampus dan pihak Dinas Koperindag.
“Alhamdulillah aku bisa merasakan indahnya Kota Wisata dan
bertemu dengan sahabatku disana,” dialog dengan hatiku.
Seiring berjalannya waktu kami yang ikut Magang telah berada di Bukitting,
sebuah tempat kos yang mewah bagiku itu juga dicarikan tempat di Belakang Balok
tidak jauh dari tempat Magangku. Sebelumnya aku pergi ke Bukittinggi meninggalkan
keluarga dan meminta izin kepada mereka dan pengurus mushalla untuk pergi
Magang. Dalam perjalanan ke Kota Wisata tersebut, aku tidak tahu tempat kosnya
dan sengaja menelpon salah seorang temanku yaitu Iskandar. Jadi aku di jemput
di dekat Dinas Koperindag dan berjalan melewati kampus UNP cabang Bukittinggi
dan membelok ke arah kanan.
“Aku merasa tempat ini tidak asing lagi dari,” pikirku dalam hati.
Pada akhirnya sampai juga di tempat kos dan disana hanya empat
orang disana baru, yaitu: Iskandar, Miqo, dan Ibrah. Terlihat mereka sudah
membagi kamar, dan aku mengambil jatah di kamar bawah serta mereka mengambil
kamar atas. Sebenarnya kamarnya itu saling bersebelahan namun karena ada orang
yang juga Praktek Lapangan (PL) dari UNP Padang dan menginap disana jadi kami
untuk seminggu harus dibawah dulu. Baru keesokan hari semua sudah hadir di tempat
kos baru yang akan kami tempati itu di Kecamatan Aur Birugu Tigo Baleh (ABTB)
Nagari Belakang Balok. Kami sudah lengakap delapan orang yaitu Yogi, Miqo,
Iskandar, Reda, Ibrah, Ismail, Randi, dan aku.
Maka pagi-pagi sekali aku sudah bangun karena kebiasaan anak kos
kalau terlalu pagi mandi pasti antri. Makanya aku langsung mandi setelah sholat
subuh dan membuka notebook-ku untuk mengisi waktu dengan menulis cerpen.
Sekitar jam tujuh terlihat semua sudah bersiap-siap untuk ke kantor ada yang
masih mandi, ada yang memakai baju, ada yang bersisir ada yang sarapan. Aku pun
mengakhiri tulisanku dan bersiap-siap untuk ke kantor pagi itu.
Walaupun itu adalah hari pertamaku masih kantor dan membuatku
sedikit grogi. Sekitar jam 07.30 WIB aku sudah berada di Dinas Koperindag, terlihat
beberapa pegawai sudah berdatangan dan termasuk ketiga teman satu magangku
yaitu: Tecy, Juli, dan Dian. Untuk menunggu Buk Khairani sebagai pembimbing
lapangan kami di sini. Sekitar pukul sembilan beliau datang dan mengantarkan
kami kepada bagian kepegawaian.
Setelah berkenalan dan memberikan sedikit penjelasan magang oleh
Buk Khairani, kami semua dibagi. Tecy mendapatkan bagian Koperasi, Juli dan
Dian bagian Administrasi serta aku bagian Industri. Aku diantarkan langsung
oleh Pak Khairul Anwar bagian kepeawaian ke bagian Industri.
Memasuki ruangan kecil itu jantungku semakin cepat bergerak dan aku
mencoba menenangkan diri.
“Assalamu ‘alaikum,”sapaku kepada semua pegawai.
“Wassalamu ‘alaikum,” jawab mereka.
Pak Ujang sapa sehari-harinya memulai bicara.
“Ini ada tambahan
anak magang untuk di tempatkan disini.”
“ada tambahan ada
bujang kita ya, silahkan duduk,”jawab salah seorang pegawai.
Aku hanya bisa tersenyum kecil dan mengambil tempat duduk yang
sesuai tempat yang diperintahkan. Aku masih canggung dengan keadaan baru itu.
Setelah berkenalan satu demi satu pegawai di bagian industri aku bisa menghafal
namanya diantaranya: Kak Heni, Buk Len, Buk Desmunarni, Buk Desneli namun
panggilannya Mami, Buk Suzi dan Pak Tavip serta Kabig Industri Pak Ir. Azhari
panggilannya Pak Teten.
Disana aku tidak hanya mengerjakan tentang akuntansi saja semua hal
yang bisa aku bantu aku kerjakan, termasuk mengetik. Aku dibolehkan
mengoperasikan dua buah komputer yang ada disana. Kak Heni yang selalu membimbingku
dan juga Buk Len serta yang lainnya. Setelah beberapa hari bekerja, berganti
minggu hingga menjadi bulan aku mulai dekat dengan semua pegawai disana.
Terkadang bercanda bersama, shalat berjamah dan makan siang bersama, termasuk
bercerita.
***
31 Desember 2014
Siang itu aku mendapat pesan balasan dari Bang Angga dan memberikan
nomor Bang Sahrul untuk membantuku mencari tempat Kos. Maka setelah pulang dari
kantor aku menelpon Bang Sahrul dan bertemu didepan Kantor Walikota Lama yaitu
di depan Lapangan Kantin. Bang Sahrul juga mengajak Hendri untuk membantu
mencarikan tempat kos baruku karena aku tidak sanggup membayar tempat kos yang
lama dengan harga yang lumayan mahal.
Setelah Hendri datang, kami mencari ke ke tempat yang biasa ada
tempat-tempat kos-kosan. Akan suara azan magrib membuat kami berhenti sejenak
dan shalat berjamaah di mesjid Agung Bukittinggi untuk melaksanakan perintah
Allah.
Air wudhu’ membuat pikiran dan jiwaku segar kembali.
“Abang pulang dulu gimana Van ?”kata Bang Sahrul didepan Mesjid.
“Kok cepat Bang,” jawabku.
“Bang ada keperluan dan nanti kemalaman juga pulang, Hendri bisa
membantu mencarikannya. Bisakan Hendri ?” melemparkan pertanyaan itu tiba-tiba.
“Insya Allah bisa Bang,” jawabnya singkat.
“Kalau tidak dapat, SMS Bang ya,” sambil tersenyum.
“Iya Bang, syukron Bang,” sambil bersalaman.
“Langsung pulang Bang ?” sapa Hendri.
“Iya Hendri.”
“Ngak makan dulu kita Bang ?”
“Boleh.”
Maka kami berjalan ke pasar bawah dan memakirkan motor kami didepan
rumah makan itu. Bang Sahrul memesan tiga nasi goreng dan beberapa saat
menunggu maka pesananpun datang. Malam yang dingin sangat pas untuk makan
goreng bersama.
Tiba-tiba ada SMS masuk dari temanku.
“Ada di kos kawan ?”
“Di tempat teman kawan, sebentar lagi pulang,” jawabku singkat.
“Aku sebentar lagi mau ke tempat kawan.”
“Ok.”
Ternyata itu pesan dari sahabatku Ariez dan akan nginap di tempatku
malam itu. Maka melanjutkan makanku, beberapa menit berlalu kami semua sudah
menghabiskan makan malam kami dan Bang Sahrul yang mentraktir kami malam itu.
Kami berbisah di depan rumah makan itu, aku dan Hendri berjalan ke pasar bawah
yaitu ke Tangah Sawah untuk mencari tempat kos. Beberapa buah tempat kos sudah
kami tanya ternyata belum ada yang kosong akhirnya ada yang sedikit anak kosnya
namun keadaan rumahnya tidak layak. Akan tetapi Ibuk itu tidak sedikit ragu
dengan hal itu. Maka mengakhiri perjalan malam itu dengan bersalaman kami
berpisah ke tempat masing-masing.
Malam itu adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh semua orang,
beberapa jalan sudah di tutup bagian Jam Gadang yaitu malam tahun baru Masehi.
Beberapa menit berjalan aku sudah berada di tempat kos, disana masih ada
Iskandar. Aku bersih-bersih dan beberapa menit berlalu datang Ariez. Kamipun
makan bersama dan bercerita-cerita sama lain, ternyata Bang Yon senior kami
juga akan nginap di sini. Kami berempat saling bercerita dan tidak tentu arah.
Sekitar pukul setengah sebelas kami berjalan ke Lapangan Kanting, ternyata
lapangan itu sudah ramai dengan lautan manusia. Disana juga ada kedatangan
artis yaitu Ratu Sikumbang sekaligus peluncuran albun ke 15-nya.
Sekitar pukul 11 malam itu terlihat orang-orang megalihkan
pandangannya ke Jam Gadang, ribuan orang berjalan menuju Jam Gadang. Malam itu
benar-benar lautan manusia membanjiri Kota Jam Gadang itu.
“Kenapa setiap orang datang juah-jauh ke sini hanya untuk merarakan
tahun baru kawan ?”tanyaku sama Ariez.
“Tidak tahu juga teman, mungkin lebih meriah,” jawabnya singkat.
Setiap jalan yang aku telusuri setepak demi setepak, terlihatlah
realita malam itu terbuka sudah. Terlihat pasangan berjalan berdua sambil
berpegangan tangan muda mudi, lihat disini, dimana-mana terlihat pemandangan
yang tidak enak tersebut. Ada juga beberapa dari wanita yang memakai pakaian
yang serba ketat berjalan tanpa ada rasa malu.
“Aku yang sudah memakai baju dua lapis saja masih kedinginan,
apakah baju yang hanya menutup dada dan bagian inti saja tidak kedinginan,”
pikirku dalam hati.
Bukan hanya itu berjalan ke Jam Gadang sudah bercampur baur antara
laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya lagi. Biasanya kaum laki-laki lebih
suka untuk memanfaatkan kesempatan kalau istilah minangnya, mencari kesempatan
dalam kesempitan dengan mangolek-ngolek dan bersentuhan dengan lawan
jenisnya. Namun tidak terkadang kaum perempuanlah sering melakukan itu.
Terkadang dia sengaja atau bagaimana masuk pada rombongan laki-laki tanpa
mempedulikan dirinya bergesekan satu sama lain dengan laki-laki. Sesampai di
Jam Gadang aku menemukan pertanyaan yang terus menghantuiku.
“Ternyata ini alasan orang-orang berdatangan ke Bukittinggi hanya
untuk merayakan tahun baru masehi,” pikirku dalam hati.
Terlihat beberapa pasangan sudah mengambil tempat didepan taman Jam
Gadang berpasang-pasangan, ada yang berpelukan ada yang duduk berdua, ada yang
lebih parah lagi dari pada itu. Ditengah keramaian orang mereka masih sempat
untuk bermesra-mesraan bahkan dunia terasa milik mereka berdua. Mereka pikir
kita yang lain ini ngontrak di bumi ini, bahkan tangan si laki-laki sudah gesit
ke menyentuh tubuh bahkan mahkota kebanggaan wanita sendiri sudah tidak ada
harganya lagi malam itu. Walaupun aku tidak memperhatikan secara jelas namun
secara sepintas lalu aku sudah melihat kejadian itu berulang-ulang kali.
Semua pasangan itu bahkan sudah menjelang subuh aku kira masih
disana, karena ada temannya Iskandar yang sengaja menitipkan motornya di kos
kami. Mereka pulang ke Batusangkar sudah pukul setengah empat subuh. Pada saat
kami pulang ke kos semua kembali berdesak-desakan, namun aku sempat mengambil
beberapa jempretan setiap kejadian yang aku lihat secara jelas. Semua orang
berdesak-desakan berjalan menuju ke Lapangan Kantin.
“Apakah ini yang dimaksud Nabi kondisi umat akhir zaman ?”
“Bagaimana kondisi negara, agama, dan kaum pemuda sekitar sepuluh
tahun, dua puluh tahun yang akan datang ?” debatan hati dan pemikiranku.
Malam semakin dingin dan rasa kantuk yang terus datang membuatku
sulit untuk berpikir dan tidak ingin terus memberatkan pikiranku. Bahkan rasa
kantuk itu berhasil mengalahkanku hingga aku terbenam dalam tidurku. Memang
sudah seharusnya aku tidur lagipula sudah pukul dua dini hari dan rasa pusing
entah kenapa terasa berat. Itulah aku tidak ingin terus bercerita dengan
teman-temanku yang lain yang masih terus bercerita tidak tentu arah.
Pada paginya aku diajak Ariez ke Pasar untuk berjalan-jalan dengan
Yona dan Ucy setelah Iskandar pulang kampung siang itu. Kami berempat berjalan
melalui jalan semalam yaitu didepan Jam Gadang ternyata masuh terlihat beberapa
pasangan muda mudi masih duduk santai disana.
“Hay, itu sudah shif berepa Riez ?” tanyaku kepada temanku.
“Sudah shif empat mungkin teman,” candanya.
“Kira-kira sampai berapa shif lagi ya Riez ?” tanyaku lagi.
“Banyak mungkin Van, biarlah orang-orang itu, nggak siang, nggak
malam sama sama saja,” cilotehnya.
Maka siang itu kami berjalan ke pasar second ada juga Rani
dan Yosi setelah itu, aku hanya menemani mereka yang berjalan-jalan membeli ini
itu. Sekitar pukul sebelas kami kembali ke kos masing-masing. Malam hari datang
dan dalam kegelapan malam itu aku masih berpikiran dengan apa yang aku lihat
tadi, berbagai pertanyaan menghantui pikiranku.
0 komentar:
Posting Komentar