Gambar : Jam Gadang-Kota Bukittinggi. |
Waktu liburan kuliah adalah hal yang
sangat ditunggu-tunggu semua mahasiswa dan terkadang hari libur dimanfaatkan
orang-orang untuk bersantai-santai, bermain, dan sebagainya. Akan tetapi semua
itu tidak berlaku dan terjadi dengan diriku, walaupun demikian semua itu
kujalani dengan lapang dada setiap minggunya. Hari minggu ini sangat berbeda
dengan yang dengan biasanya, karena hari ini aku bisa enjoy dan
menikmati hari libur ini. Hari libur ini aku tidak ada tugas dan pekerjaan yang
harus kulakukan, baik itu membantu family maupun tugas pribadi.
Setelah melakukan sholat Zuhur dan
istirahat sejenak sambil tidur-tiduran di kamarku. Tiba-tiba saja suara handphone-ku
bergetar di atas meja.
“GrGrrrrrr......GrrrGrrrrrr.....Grrrr.......”
Lalu kulihat nama yang tertulis di handphone-ku
yaitu, “Arimy.”[1]
Dalam hatiku bercampur antara rasa
senang, rasa heran, dan bahkan rasa kawatir terlintas dalam pikiranku. Karena
dia adalah sahabatku dan juga satu kelas denganku di kampus. Akan tetapi dia
jarang sekali nelpon ataupun SMS-san denganku, entah kenapa aku tidak tahu juga
dengan hal tersebut.
Sekali-kali memang dia SMS-ku, tapi
itu bisa dihitung jari. Dia pun SMS denganku jika ada masalah dan butuh
bantuanku, semua itu tidak menjadi masalah bagiku karena aku menganggap dia
sebagai sahabatku bahkan aku pun sudah kenal dengan orang tuanya dan
adik-adiknya. Maka dari itu rasa kawatir muncul dalam diriku. Tiba-tiba saja
ada panggilan masuk dari sahabatku, karena rasa penasaran yang tinggi kuangkat
telponnya.
“Assalamu alaikum, maaf Van, Rim boleh
mintak tolong ngak Van ?” suaranya dari ujung telpon.
”Wassalamu alaikum, kalau boleh
tahu ngapain Rim ?” balasku heran.
“Begini Van, Rim pengen membeli
notebook ke Bukittinggi Van, tapi hari sudah sore, susah cari mobil, dan
pulangnya pun ngak ada mobil lagi sore begini Van, kalau besok Rim ke
kos lagi Van terus kapan lagi membelinya Van ? Bisa antarin Rim ngak Van
?” rengeknya dengan suara manja.
”MNnnnn. . . gimana ya Rim, bukannya
Van ngak mau, akan tetapi apa orang tua Rim sudah dikasih tahu kalau Van
yang pergi sama Rim ? Nanti orang tua Rim ngak ngizinin lagi ?” kujawab
dengan santai, walaupun hati ini sangat senang menerima ajakan sahabatku ini
akan tetapi aku tidak boleh gegabah dalam mengambil tindakan.
“Tadi Rim sudah bilang sama Ibu dan
Ayah kalau Van yang akan nganterin Rim ke Bukittinggi dan Van bisa kan ? Tolong
Rim ya Van ??” suaranya semakin manja.
Mendengar permintaan dan kesedihan
hati sahabatku kalau aku menolak untuk menemaninya ke Bukittinggi mungkin akan
membuat dia merasa tidak memiliki sahabat dan bahkan sahabat yang dia anggap
baik ternyata tidak sesuai dengan yang semestinya. Makanya aku tidak ingin
mengecewakan sahabatku dan berusaha untuk menerima ajakannya walaupun harus
membuang waktu santaiku hari ini.
“Tunggu sekitar bentar ya Rim, Van mandi dulu,
nanti Van kabarin kalau sudah berangkat ya ?”
”Ya...Van, Terima kasih banyak.”
Setelah itu, siang yang cerah tersebut
aku mandi dengan tergesa-gesa dan bersiap-siap berangkat ke tempat sahabatku
dengan motor. Sekitar jam 13.30 WIB kuberangkat dan sebelum berangakat aku
kasih kabar kepada sahabatku kalau aku sudah berangkat.
***
Sekitar 30 menit aku telah berada di
rumah sabahatku di Pitalah. Baru sampai di rumahnya aku langsung disuruh masuk oleh
Rimy dan kedua orang tuanya dan berbincang-bincang dengan orang tuanya sambil
menunggu sabahatku untuk siap-siap berangkat. Tidak terasa aku telah dekat dan
seperti keluarga sendiri semua orang di dalam rumah tersebut. Walaupun ini
adalah kali yang kedua aku ke rumahnya. Bahkan orang tua sahabatku ini percaya
sepenuhnya akan anaknya yang akan dia titipkan kepadaku sepanjang perjalanan
nanti. Walaupun demikian aku tidak ada niat lain selain membantu sahabatku itu
mencapai keinginannya untuk menunjang prestasi akademiknya.
Setelah Rimy siap dan aku berpamitan
dengan orang tua Rimy yang mengantarkan kami sampai ke jalan raya menuju
Padangpanjang yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Sebelum berangkat orang tua
Rimy berpesan kepadaku.
“Tolong jaga Rimy ya Van, hati-hati saja di
jalan dan pulangnya jangan sampai kemalaman,” berjalan mendekati kami.
”Ya...Ayah, insya Allah, kami
berangkat dulu Yah, Assalamu alaikum,” “(dengan mengangguk kecil)
“Wassalamu alaikum.”
Sebenarnya ini tidak pernah terpikirkan
kalau aku bisa begitu dekat dan akrab dengan keluarga sahabatku ini, sahabatku
berpesan saat di jalan.
“Sebelum kita ke Bukittinggi, kita mampir dulu
ke pasar Padangpanjang bentar ya Van?”
”Ok” balasku singkat.
***
Aku menunggu sahabatku ini di depan
salah satu toko dekat parkiran motor, karena aku tidak dibolehkan ikut ke dalam
dengan alasan akan menemui etek-nya dulu di dalam pasar. Aku melihat dia
sangat tergesa-gesa berjalan meninggalkan aku sampai punggungnya terlihat menghilang
dibalik tikungan jalan.
Tidak berapa lama menunggu, Rimy
datang dan kami berangkat ke Bukittinggi sore itu. Untuk menghilangkan bosan
dan capek kumencoba bersenda gurau, ngobrol dengan Rimy dalam sepanjang
perjalanan. Tanpa terasa waktu berlalu dan kami telah berada di depan Jam
Gadang. Setelah aku parkirkan motor dan berjalan mencari yang diinginkan Rimy
ke berbagai toko elekronik di pasar Bukittinggi.
Kami memasuki pasar dan keluar pasar
mencari notebook dan menanyakan diberbagai tempat setiap sudut pasar di
sekitar Jam Gadang. Ternyata hanya ada satu toko yang masih buka sore itu,
setelah jual beli harga Rimy tidak suka dengan warna serta modelnya dan tidak sesuai
dengan harga yang diberikan pemilik toko. Akhirnya kami mencari toko lain,
dalam perjalanan melintasi jalan raya Bukittinggi. Sedang berjalan di tengah
jalan, tiba-tiba saja suara sepatu kuda sudah terdengar dekat denganku. Rimy
berusaha menarik tanganku akan tetapi terlambat sebuah benda meluncur mungkin
kayu penarik Bendi tersebut mengenai punggungku. Walaupun tidak begitu sakit,
akan tetapi suara kusir bendi tersebut membuatku kaget.
“Kalau jalan hati-hati,” dengan suara keras disertai
tatapan mata yang membesar.
“Bukannya mintak maaf malah kabur saja tu
orang,” pikirku dalam hat sambil mengelus-elus punggungku.
Rimy berusaha menenangkan aku dipinggir
jalan, setelah semua tenang kami pergi ke Mesjid Raya Bukittinggi untuk sholat Asyar
berjamaah. Pikiranku terasa segar kembali dengan air wuduk serta berdoa kepada
Allah sejenak. Aku menunggu Rimy di depan mesjid, tidak berapa lama menunggu
dia keluar dan kami memutuskan untuk melanjutkan mencarinya di Ramayana
Bukittinggi.
Memang benar ternyata ada toko
komputer yang menjual berbagai laptop, notebook, dan perlengkapan
komputer lainnya di lantai tiga. Setelah bertransaksi dengan penjaga toko yang
harga serta warnanya yang dipilih Rimy pun cocok dengan seleranya. Rimy memilih
warna merah hati dari sekian banyak warna yang diberikan penjaga toko. Setelah
dibungkus dan dimasukan ke dalam tas oleh Rimy. Baru kami bisa istirahat untuk
menghilangkan rasa capek yang berjalan ke sana ke sini, ternyata ditempat ini
ada yang lebih dekat dengan kami saat sampai pertama. Awalnya aku mengira bahwa
di Ramayana itu lebih mahal daripada di toko karena biaya sewa toko yang mahal
juga akan berdampak kepada penjualannya yang akan dinaikkan ternyata tidak
begitu jauh dan bahkan lebih murah daripada di luar sana.
***
Aku dan Rimy mengambil tempat istirahat
di depan Jam Gadang, aku tinggalkan Rimy sebentar dan aku pergi untuk membeli
cemilan dan air minum. Disana kami ngobrol-ngobrol serta melihat ramainya Kota
Bukittinggi dan terlebih lagi sekitar bangunan Jam Gadang tersebut.
Ditengah-tengah pembicaraan yang yang
tidak menentu, aku menanyakan hal yang serius kepada sahabatku ini, karena
sudah lama terniat olehku untuk menyampaikannya namun belum bisa.
“Inilah waktu yang cocok untuk
menyampaikan semua itu,” ucapku dalam hati.
“Rim, sebenarnya sejak Van ketemu Rim
dari awal Van telah memiliki rasa dengan Rim, maaf sebelumnya apa Rim tersinggung
dengan perkataan Van ini ?” dengan
sedikit grogi dan cemas dengan jawaban yang akan diberikan Rimy.
“Gak papa kok Van, sebenarnya Van telat
selangkah karena sebelum Van kenal dengan Rim, Rim telah lebih dekat dahulu dan
telah menjalin janji dengan seseorang. Bukannya Rim menolak Van, akan tetapi
karena Rim telah dimiliki oleh orang lain yang lebih dahulu daripada Van. Maaf ya
Van?” dengan suara datar yang mencoba memberikan penjelasan kepadaku.
“Van...mengerti dengan posisi Rim kok,
sebenarnya jika perasaan ini tidak pernah Van ungkapkan kepada Rim malah akan
menjadi beban dihati Van nantinya biarlah semuanya Van ungkapkan walaupun itu
tidak sesuai dengan apa yang Van inginkan dan Rim tahu apa yang yang sebenarnya
Van rasakan, itu lebih baik daripada tidak pernah Van sampaikan kepada Rim sama
sekali.”
Ketika nun mulai beranjak menghilang
dibalik bukit, kami pulang ke rumah Rimy. Beberapa menit berjalan kami telah
sampai di rumah Rimy sambil menghilangkan rasa capek dan makan bersama malam
itu. Rimy menyuruhku untuk nginap ditempatnya, akan tetapi karena aku belum
terbiasa serta baru kenal dengan keluarganya aku menolak untuk nginap ditempat
sahabatku itu. Mungkin dia dan kedua orang tuanya kawatir berjalan malam dan
takut terjadi apa-apa nantinya. Kalau seorang pria nginap ditempat orang yang
baru dikenal dan ada juga anak gadisnya akan menjadi bahan fitnah bagi
orang-orang nantinya. Makanya aku cari alasan kepada kedua orang tua Rimy, aku
katakan kalau besok ada tugas kuliah dan aku belum sempat membuatnya dan akan
aku kerjakan malam ini setelah sampai di rumah.
Setelah selesai makan malam dan aku ditemani
Rimy kembali ke kosnya di Batusangkar. Aku meminta izin kepada kedua orang tua Rimy,
akan tetapi sebelum berangkat orang tua Rimy berpesan kepadaku.
“Van. . .tolong jaga Rimy di Batusangkar ya ?
Karena kami tidak bisa terus bersamanya di sana (sambil memegang pundakku).”
“Insya Allah Yah, selagi aku
bisa membantu, akan kubantu Rimy sebisaku,” jawabku.
Aku dan Rimy pun pergi ke Batusangkar malam
itu juga dan mengantarkannya ke kosnya akupun pulang ke rumah ditemani Simerah
yang selalu setia menemaniku kemana saja. Malam itu aku tutup dengan memejamkan
mataku yang sudah keletihan dan badanku terasa pegal-pegal dan letih sekali
berjalan seharian dengan Rimy ke Bukittinggi. Aku pejamkan mataku dalam-dalam
hingga tertidur pulas tidak sadarkan diri.
0 komentar:
Posting Komentar