Gambar: Coverd Pilihan Tersulit-Irsal Husnur. |
“Selamat ya Van ?” Ucap Vinda saat menghadiri wisuda Irvan.
“Terima kasih Banyak Vinda S.Psi,” sambil bersalaman dengan Vinda
dengan senyuman kecil.
“Eeehhh maaf Van, maksudnya selamat sudah berhasil membawa pulang
gelar sarjana S1-nya Irvan, SE.Sy,” sambil membalas senyum Irvan.
“Sekali lagi terima kasih banyak Vinda, terutama sudah menghadiri
wisuda Van dan kedua terima kasih yang tak terhingga dengan ucapan selamatnya
dan terakhir terima kasih sudah merubah hidup Van jadi seperti ini,” denga
suara yang sedikit parau.
Entah kenapa tiba-tiba Irvan tidak kuasa menahan kesedihannya,
entah karena bahagia, atau terlalu bahagia dan terlalu mengingat jasa-jasa
Vinda yang selama empat tahun yang lalu belum juga terbalaskan olehnya. Rasa
sedihnya tidak kuasa lagi dia tahan dihadapan Vinda yang begitu sangat berjasa
dalam kehidupanya, entah dengan apa Irvan harus membalasnya. Jika sisa hidupnya
dia gunakan untuk mengabdi kepada Vinda maka masih belum mampu rasanya dia
membalas kebaikan dan jalan yang baik selama ini diberikan Vinda kepadanya. Sebenarnya
empat tahun yang lalu Vindalah yang mengantarkan Irvan mendaftar di kampus ini
dan sekarang ketika Irvan wisuda Vinda juga yang datang menghadiri hari
terakhir Irvan menikmati masa-masa akademik. Bahkan Irvan juga menghadiri acara
wisuda Vinda beberapa hari yang lalu di Padang dan Irvan juga mencoba melakukan
apa yang bisa dilakukan sebagai seorang sahabat ketika dulu Irvan mengantarkan
Vinda mendaftar ulang di UNP ke kampus I.
Siang yang masih ramai di kampus STAIN Batusangkar Irvan rasanya
ingin sekali memeluk sahabatnya itu, namun niatnya itu tidak jadi ia lakukan
lantaran mengingat dirinya akan membuat risih orang-orang yang melihatnya.
Ribuan orang lalulalang keluar masuk di kampus itu, ada yang berjualan, ada
yang menyaksikan langusung pergelaran pesta wisuda kampus itu. Selain
tukang-tukang yang berjualan dari luar dan ada juga mahasiswa yang justru
memanfaatkan moment tersebut menjadi pendapatan dengan berjualan bunga
yang terbuat dari kertas buatan sendiri dan ada juga yang jualan seperti
beberapa organisasi kampus yang menjual berbagai gambar kaligrafi, makanan,
minuman, dan berbagai barang kebutuhan untuk shalat, elektronik, serta masih
banyak lagi.
Jika berjalan di sana sangat berdesakkan sekali, jika berjalan
bagaikan seperti kura-kura melawan ribuan arus manusia yang memadati seisi
kampus. Apalagi di depan kampus sudah penuh dengan berbagai plat mobil dari
berbagai tempat dan motor yang memadati dari atas kampus sampai ke ujung bawah
kampus. Bahkan orang-orang yang memilki lahan lumayan luas di depan rumahnya
menjadi uang masuk pada hari itu. Banyaknya motor dan mobil dijadikan lahan
parkir kendaraan, lumayan untungnya pada hari itu. Memang kampus STAIN
Batusangkar mengadakan wisuda dua kali dalam setahun di bulan Maret dan bulan
September. Jadi pesta atau alek gadang yang biasa disebut di Minangkabau
menjadi hal yang sangat luar biasa dan ditunggu-tunggu baik dari masyarakat
sekitar dan juga mahasiswa yang akan melanjutkan ke dunia kerja yang
sesungguhnya.
Wajah Vinda yang dari tadi menunggu Irvan masih tetap memancarkan
cahaya yang begitu indah dan senyuman yang masih lebar di kedua pipinya.
Perasaan yang bercampur antara luapan rasa senang dan rasa haru yang tiada
terbendungkan, apalagi pada hari itu dihadiri oleh orang tuanya, kakak-kakak
Irvan dan tentunya orang yang selama ini tidak pernah berhenti memberinya
dukungan dan motivasi kepadanya. Orang yang sedang berdiri di depannya itu dan
masih saja bersalaman dengan Irvan, entah sudah berapa lamanya mereka
bersalaman. Namun mereka bagaikan orang yang sedang melepaskan rasa rindunya
yang tidak bisa diungkapkannya dengan kata-kata. Beberapa menit mereka saling
pandang dan hanya kedua hati merekalah yang bicara satu sama lain.
“Bro, selamat ya,” tiba-tiba Yudha datang sambil memukul kecil
pundak Irvan.
“Selamat juga ya Bro,” sambil terkejut dan melepaskan pegangan
tangan Vinda.
Sentuhan lembut tangan Vinda tidak kuasa sebenarnya Irvan
melepaskannya jika tiada orang dan hanya mereka berdua mungkin pegangan tangan
itu tidak kunjung dilepaskan Irvan sebelum Vinda memintanya. Namun kedatangan
Yudha teman masa-masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Irvan di Pesisir Selatan atau
Pessel dulu adalah sahabat dekat juga menjadi keluarga baru Irvan di Malalo.
Sesaat Yudha datang dengan kedua orang tuanya dan kami bersalaman
satu sama lain.
“Kenalkan ini Ibu dan Ayah Yudha,” ucap Irvan kepada Vinda sambil
semua bersalaman.
“Bro, kenalkan inilah orang yang selama ini kuceritakan kepadamu
namanya Vinda,” Irvan sambil berbisik ke telinga Yudha.
“Yudha,” sambil bersalaman dengan Vinda.
“Vinda.”
“O...ini yang namanya Vinda ya Bro, manis dan baik orangnya ya ?”
sambil berbisik ke telinga Irvan.
“Berbisik di hadapan orang lain itu nggak baik Van,” ucap Vinda sambil melirik Irvan.
“Nggak ada ngomongin Vinda kok, hanya.....ada lah,” sela
Irvan sedikit kaku.
Sambil berdiri di depan aula kampus, tiba-tiba dari arah depan
kelitan seorang wanita dengan orang tuanya dan beberapa wanita berjalan menuju
kami.
“Hayyyyy....Selamat ya Van, Yudha,” sambil bersalaman.
Ternyata itu teman-teman KKN juga yaitu Yati, Sonia, Mitha, Yoni,
Buk Wit dan beberapa orang tuanya. Kami saling bersalaman satu sama lain dan
mengenalkan orang tua kami serta kakak-kakak serta teman-teman disana.
“Nggak terasa ya kita sudah wisuda saja, padahal baru
kemarin rasanya selesai masa-masa KKN,” sela Mitha tiba-tiba.
“Iya ya teman,” sambil ketawa-ketiwi bersama.
“Pada belum tahu kan dengan teman Van yang satu ini ?’ sambil
menarik tangan Vinda tiba-tiba.
“O..iya, MNnnn calon ya teman ?” sela Yati.
Kami biasa memanggil sesami kami di tempat KKN dulu dengan sebutan
teman agar lebih akrab saja dan sampai di kampus pun masih terbawa-bawa.
“Bukan ini adalah sahabat baik Van, dia juga sudah wisuda bulan
September lebih dulu dari kita di Universitas Negeri Padang (UNP) Cabang
Bukittinggi. Namanya Vinda, S.Psi,” sambil terseyum kecil ke arah Vinda.
Vinda hanya
sedikit malu dan canggung dihadapan teman-teman Irvan, namun Vinda orangnya
yang cepat menyesuaikan diri dan setelah berkenalan satu demi satu, dia sudah
terbiasa dengan teman-teman Irvan. Tentunya Irvan yang terus menemani Vinda
disana dan entah siapa lagi yang mengengetkan Irvan dari belakang.
Seseorang langsung
menyentuh pundaknya dan menyucapkan selamat kepada Irvan.
“Selamat ya Van, semoga sukses di dunia kerja nantinya.”
Ternyata Gustem
teman tandem Irvan bermain futsal dan juga keluarga baru Irvan di Badinah Murni.
Gustem datang dengan Ibu dan adiknya Sindi.
“Terima kasih
banyak Gustem, Ma, Sindi sudah datang dalam acara wisuda Van,” sambil
bersalaman.
“Selamat juga
Yudha, semoga sukses juga di dunia kerja, tapi jangan sampai lupa sama kami loh
dan jangan sampai gantung sepatu tentunya,” sela Gustem kepada Yudha.
Akhirnya kami
bersalaman satu demi satu dan memperkenalkan Gustem kepada teman-teman dan
sanak family juga. Beberapa saat berbincang-bincang akhirnya kami
istirahat sambil makan siang di depan gedung H. Bahkan semuanya disana, terasa
bagaikan mimpi saja dan sangat indah. Hari yang penting juga ditemani orang-orang
yang sangat berjasa sekali. Tiada henti-hentinya Irvan mengucapkan rasa syukur
kepada Alllah Swt. Bahkan orang yang dulu pernah mengantarkannya mendaftar ke
kampus itu, sekarang juga menemaninya dalam hari-hari terakhir dan hari yang
sangat bahagia dalam dalam hidup Irvan. Sosok Vinda sebagai sahabat sejatinya
dan juga kenangan indahnya walaupun hanya sebentar namun sangat berdampak
kepada kehidupan Irvan sampai saat ini. Bahkan teman-teman dari Akuntansi
Syariah angkatan 2011 juga ikut bergabung dengan mereka serta adik-adik junior.
Bahkan setelah
selesai makan siang bersama, kami foto bersama dengan gaya yang berbeda-beda.
Bahkan entah beberapa kali jepretan yang terjadi pada siang itu yang jelas
semuanya senang dan bergantian mengambilkan foto.
“Bro, tolongin
ambilkan foto kami berdua ya,” Irvan sambil menarik tangan Vinda ke dekatnya.
“Ship Bro,” balas
Yudha.
Akhirnya Vinda
hanya menuruti Irvan dan berpose berdua untuk kenangan-kenangan mereka.
“Nggak
terasa Bro, sekali lagi,” sela Irvan padahal sudah beberapa kali Yudha
mengambilnya.
“Lagi
Bro,,,,,,Lagi,,,,,,Lagi,” sela Irvan.
“Sudah Bro,
ambilkan juga foto kami berdua doang ?” bisik Yudha ke telinga Irvan.
Dengan senyuman kecil Irvan mengambil camdig
di tangan Yudha dan mengambil foto Yati dan Yudha beberapa kali jempretan. Hari
itu sungguh limpahan rasa bahagia Irvan, teman-temannya dan keluarganya.
Tentunya sahabat istimewa Irvan yang sempat datang di hari istimewanya serta
keluarga barunya dan begitu juga Aris sebagai teman satu kelas juga rekan
kerjanya di SC. Bahkan Irvan tidak ingin matahari pergi ke peraduannya dan jika
boleh berkenhendak maka Irvan akan menahan matahari tetap berada di atas
kepalanya hingga terus bisa berbagi kebahagian ini.
Setelah matahari
condong ke timur dan Irvan mengantarkan Vinda ke rumahnya ke Lintau, Tigo
Jangko. Demi kedatangan Vinda yang jauh-jauh datang Irvan tidak rela jika Vinda
pulang tiada ada dirinya. Setelah berpamitan dengan teman-temannya dan
keluarganya sudah duluan pulang juga.
“Ayo Vinda kita
berangkat Vinda,” sambil melempar senyumannya ke arah Vinda.
“Nggak usah
lah Van, nanti Van pulangnya kemalaman lagi ?”
“Nggak
apa-apa, cowok biasa berjalan malam, namun cewek nggak baik jalan
sendiri jika malam,” balas Irvan.
“Ahhhh Van,”
sambil memukul kecil pundaknya.
Akhirnya Irvan
mengantarkan Vinda kembali ke rumahnya, dengan berkecepatan normal Irvan dan
Vinda menelusuri jalanan yang sudah mulai gelap itu. Di sela-sela perjalanan
itu mereka terkadang diam dan terkadang ngobrol. Namun rasa senang Irvan tiada
tara dan bahagianya dia berada disamping Vinda, tentunya ada Vinda yang selalu
menemaninya.
***
Seminggu setelah peresmian gelar sarjana S1 Irvan selesai.
Targetnya selanjutnya adalah mencari pekerjaan seperti tekadnya dahulu yang
beringinan untuk pergi merantau. Masih teringat olehnya ketika Vinda pernah
bertanya kepadanya, “Apa yang akan Van lakukan setelah wisuda nanti ?”
Irvan tidak langsung menjawab pertanyaan Vinda namun entah apa yang
dipikirkannya, pandangannya dilemparkan jauh ke langit yang biru. Seolah-olah
pikirannya melambungbuana menembus waktu dan dimensi. Namun Irvan masih bisa
mendengarkan kata-kata Vinda. Beberapa saat kemudian.
“Mungkin setelah menamatkan kuliah nanti Van akan pergi sejauh kaki
melangkah, meninggalakan Tanah Datar ini, meninggalkan kampung halaman sendiri.
Van ingin sekali melihat indahnya dunia luar, mesakan bagaimana kerasnya dunia
kerja di luar sana dan entah kapan Van akan kembali yang pasti suatu saat nanti
Van pasti akan kembali juga dan menginjakkan kaki di tanah kelahiran ini
kembali. Gimana kalau Vinda ? Apa akan menyambung untuk S2-nya Ibuk Vinda,
S.Psi ?” sambil melemparkan senyumannya kepada Vinda.
“Ahh...Van,” sambil mencubit lengannya.
“Semoga sukses Van dan jangan lupa jika suatu nanti jika Van sudah
bekerja di sebuah perusahaan ajak Vinda juga doang ? Mungkin Vinda juga
akan bekerja dulu Van dan jika ada uang nantinya insya Allah akan melanjutnya
kembali. Doain ya ?”
“Terima kasih Vinda, so pasti. Mana mungkin Van akan begitu
mudahnya akan melupakan jasa-jasa Vinda selama ini dan jika suatu hari nanti
Van sukses Vindalah orang pertama yang akan Van rekrut tanpa tes sebagai
penasehat umum perusahaan dan penyeleksi karyawan-karyawan baru. Ide yang bagus
Vinda semoga apa yang Vinda cita-citakan akan tercapai dan tentunya jangan
lupakan sahabatmu yang satu ini ?” sambil kembali menatap Vinda yang sedang
duduk di sampingnya.
“Serius Van mau jadikan Vinda sebagai penasehat dan sekaligus
penyeleksi karyawan baru nantinya ? Terima kasih doanya Van, insya Allah Van
akan selalu Vinda ingat walaupun suatu saat nanti kita akan terpisahkan jarak
yang sangat jauh,” balas Vinda menatap Irvan.
Suasana sore Kota Batusangkar semakin indah dan apalagi susana
senja yang semakin indah di depan Istana Basa Pagaruyung ditemani oleh kuda
Cindua Mato yaitu Gumarang dan Si Binuang kerbaunya. Meskipun hanya patung
namun kedua peliharaan Cindua Mato yang telah berpituah terasa menjaga mereka
dan merasa pembicaraan mereka di saksikannya. Irvan kembali menatap indahnya
Rumah Gadang atau yang sebut dengan istana kerajaan Pagaruyung itu meskipun
telah diperbaruhi karena kebakaran yang menghanguskan istana ini. Namun
keindahan di bawah Gunung Bungsu sungguh indah, apalagi tempat ini adalah
masa-masa Vinda dulu menjalani masa-mas cinta putih abu-abu ketika dipenguhujung
masa sekolah madrasahnya. Pertemuan mereka yang hanya sesekali
berbincang-bincang namun lebih banyak menatap dan merasakan indahnya
pemandangan sore di depan Istana Pagaruyung. Bahkan pertemuan singkat dua
sahabat itu bagaikan telah melakukan banyak perbincangan walaupun sebentar
saja. Itulah hati mereka yang sedang berdialog antara satu dengan hati yang
satunya.
Tiba-tiba Irvan mengejutkan Vinda dengan menyentuh bahunya dan
kembali menatap Irvan.
“Dua hari lagi Van akan berangkat ke Pulau Batam Vinda ? Jika tidak
sibuk silahkan kasih kabar sama Van ya Vinda walaupun jauh,” Irvan menatap
dengan serius.
Sekarang Vinda yang terdiam mendengarkan penuturan Irvan yang
tiba-tiba memutuskan untuk pergi ke negeri orang. Beberapa saat Vinda menatap
Irvan dengan banyak pertayaan dan rasa yang sulit diungkapkan.
“Dua hari lagi Van ?” ulang Vinda.
Irvan hanya mengangguk kecil dan kembali menatap wajah manis
sahabatnya yang dibaluti jilbab berwarna putih.
“Mengapa secepat itu Van ? Apakah sudah diterima Van disana ?”
ungkap Vinda.
“Jika terlalu lama Van disini akan lebih membebankan orang-orang
disini Vinda, namun jika Van sudah berada di negeri orang, Van bisa mencari
atau melamar pekerjaan disana. O...ya Vinda selama ini kita sahabat tidak ada
yan pernah Van berikan kepada Vinda, ada sesuatu yang Van berikan kepada Vinda
sebelum Van benar-benar akan berangkat dan entah kapan lagi kita akan bertemu
lagi,” sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
“Apa itu Van ?”
“Ini hanya benda biasa saja namun benda ini akan terus mengikat
persahabatan diantara kita berdua, meskipun kita dipisahkan jarak dan tempat
yang sangat jauh. Van berharap Vinda akan terus menjaga benda ini,” sambil
menunjukkannya kepada Vinda.
“Waahhh...sangat indah Van,” ungkap Vinda.
“Van pakaikan sama Vinda langsung ya,” sambil mengeluarkan benda
itu dari kotaknya.
Vinda hanya mengangguk dan Irvan berdiri sambil memasangkan kalung
berwarna putih berkilauan ke leher Vinda. Setelah selesai Irvan membisikkan
sesuatu ke kelinga Vinda.
“Semoga kalung ini akan selalu mengingatkan Vinda akan persahabatan
kita ini dan tentunya alunan doa-doa Van akan selalu menjaga Vinda disini.”
***
Malam itu semua perlengkapan sudah disiapkan Irvan dan kopernya, semua
sanak familinya sudah dikunjungi untuk meminta izin berangkat ke negeri orang
lain. Jika nasip dan umur yang panjang akan mempertemukan mereka kembali serta
hanya Allah yang Maha Mengetahui semua takdir hambanya. Irvan hanya menjani
jalannya dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari dimana ujung jalan yang
dia tempuh itu. Apakah takdir akan menjawab kesuksesan dipenghujung jalan itu ?
Atau takdir akan menjawab semua usaha dan cita-citanya akan berakhir di dunia
ini. Hanya Dia-lah yang akan menentukannya, manusia hanya bisa merubah nasipnya
dan hanya takdir-Nya lah yang tidak bisa dirubah.
Suara klason travel di depan rumah Irvan pagi itu. Setelah
berpamitan dengan kakak dan orang tuanya Irvan berjalan dengan rasa sedih yang
tiada tara. Langkah kakinya seakan-akan terasa berat meninggalkan kampung
halamannya sendiri yang selama ini membesarkannya dan menjadi dunianya
sehari-hari. Linangan air matanya tidak kuasa jatuh juga, namun dia tidak kuasa
mengangkat kepalanya. Pelukkan hangat sang Ibu masih terus dirasakannya serta
nasehat sang Ibu melepaskan kepergian anak bungsunya ke negeri orang lain.
Hanya dengan berbekalkan keyakinan dan tekat yang kuat Irvan mengucapkan basmalla
dan menaiki travel yang menjemputnya itu.
Dadanya terasa sesak dan tumpahan air matanya terus berjatuhan,
namun dia bertekad dalam dirinya bahwa dialah yang akan merubah nasip
keluarganya dan dia akan pergi serta akan kembali jika telah berhasil menemukan
apa yang dia cari di negeri orang lain. Tiba-tiba HP-nya berdering dan ternyata
ada pesan dari Vinda.
“Assalamu
‘alaikum, hati-hati di jalan Van. Semoga Irvan sukses dan sehat selalu.
Sekali lagi terima kasih atas hadiah yang Van berikan kepada Vinda dan akan selalu
Vinda jaga.”
Beberapa saat Irvan mencoba menenangkan dirinya dan baru membalas
pesan Vinda.
“Wassalamu
‘alaikum, terima kasih banyak Vinda. Semoga Vinda juga berhasil dalam
pekerjaannya dan sehat selalu.”
Dalam perjalanan menuju Pulau Batam itu Irvan terus termenung dan
sebuah foto terus dipandanginya. Entah apa yang sedang terlintas dipikirkannya
dan lamunannya kembali mengingatkannya akan foto yang dilihatnya itu. Tanpa
terasa Irvan telah menghabiskan waktu berjam-jam dalam perjalanan dan masih
memengang foto itu. Entah foto siapa yang dilihatnya yang jelas foto itu sangat
berarti dalam hidupnya.
Sebuah pelabuhan tempat terakhir menapakkan kakinya di Pulau Batam
itu. Suasana yang sangat berbeda dengan kampung halamannya yang penuh dengan
pepohonan. Memang Pulau Batam adalah salah pulau yang sangat cepat berkembang
dan berbagai perusahaan banyak disini. Itulah yang akan dicari Irvan di negeri
yang baru dinikmatinya itu. Suasana jalanan yang sangat panas di bawah terik
matahari siang. Entah kemana Irvan akan memulai perjalanan hidupnya di rantau
orang yang jelas dia akan mencari tempat di perusahaan-perusahaan yang membuka
lamaran pekerjaan disini.
Setelah meninggalkan pelabuhan itu dan berjalan menelusuri panasnya
suasana Kota Batam itu, ribuan orang yang lalulalang dan kendaraan yang hilir
mudik. Setelah lama Irvan mencari dan terus berjalan ke sana dan ke mari, tidak
ada satupun tempat yang menerimanya. Namun matahari mulai condong dan
mengisahkan segelintir cahaya kuningnya di ujung pulau itu. Dengan langkah sedikit
gontai dan tenaga yang masih tersisa Irvan mencoba mencari tempat penginapan
yang murah untuk semetara waktu. Dua jam Irvan mencari tempat penginapan dan
bertanya ke setiap orang yang ada, baru Irvan menemukan seseorang yang sedang
duduk di teras rumahnya menikmati kepulangan mentari ke peraduannya.
“Assalamu ‘alaikum Buk,” sapa Irvan dengan lembut.
“Wassalamu ‘alaikum Nak, ada apa ya ?” balas Ibuk separuh
baya itu.
“Begini Buk, saya Irvan yang baru pertama kali berada di kota ini
dan sedang mencari pekerjaan disini. Kebetulan hari ini saya belum mendapatkan
pekerjaan dan tempat untuk menginap, apakah ada tempat untuk sementara waktu sampai
saya dapat pekerjaan dan menginap dulu disni Buk ? Untuk tempat yang kecil
tidak apa-apa Buk yang penting saya bisa istirahat dulu disini karena sudah
mulai gelap juga Buk?” Irvan mencoba menjelaskan.
“O...jadi begitu,” sejenak Ibu itu berpikir.
“MNnn...ada tempat dibelang namun itu gudang dan kecil juga ada
Nak,” jawab Ibu itu.
“Tidak apa-apa Buk yang penting bisa istirahat dulu untuk sementara
waktu.”
Akhirnya Irvan menempati ruangan yang kecil diujung rumah itu,
walaupun kecil namun untuk sementara waktu sampai dia mendapatkan tempat yang
baru nantinya. Malam itu setelah melakukan shalat Isya Irvan memandang foto
yang ada di dompetnya dan entah beberapa lama Irvan memandang foto itu. Rasa
letihnya membuatnya terbaring dan tidak tahu apa-apa selanjutnya.
Setelah tiga hari Irvan menjajaki Kota Batam dan hampir semua sudut
kota ditempuhnya untuk mendapatkan pekerjaan. Namun banyak melamar pekerjaan
sebanyak itu juga yang menolak. Hingga akhirnya Irvan melepaskan lelahnya di
sebuah taman di tepian pantai, memandang indahnya negeri orang dan memandang
negeri sendiri yang tiada terlihat lagi. Namun rasa rindu kepada kampung
halaman itu pasti, namun rasa rindu itu ditepisnya demi mencari keberuntungan
di negeri orang lain. Negeri yang tiada pernah ia jajaki, suasana baru dan
hidup barunya di rantau orang.
Langit sore memancarkan sinar kuningnya di ujung air laut yang
memancarkan sinar indahnya. Suasana sore yang tidak pernah Irvan dapatkan
sebelumnya di daerahnya, namun di tempat ini sangat mudah dia dapatkan dan
tidak perlu jauh-jauh mencari laut untuk melihat sunset. Tiba-tiba saja
ada sebuah motor yang dikendarai oleh seorang perempuan oleng dan menabrak
taman di pinggir jalan raya. Untung rasa motor itu tidak terlalu kencang dan
dengan cepat Irvan datang, membantu wanita itu untuk berdiri. Ketika Irvan
membantu wanita itu berdiri tiba-tiba wanita itu merasa kesakitan.
“Aww...awww, sakit, ?” ucap wanita itu.
Akhirnya Irvan mengandeng tangannya dan membantu wanita itu untuk
istirahat di taman itu. Namun wanita itu masih canggung itu berkata dan
wajahnya masih terus seperti menahan sakit. Namun Irvan mencoba bertanya kepada
wanita berjilbab biru itu, walaupun sedikit canggung.
“Apanya yang sakit Mbak ?” ucap Irvan.
“Kaki saya sedikit perih Mas ?” sedikit terkejut dan terus
memengang kakinya.
“Apakah Mbak bisa pulang sendiri ? Atau bisa saya antarkan ke rumah
?” Irvan mencoba memberi saran.
“Kayaknya kaki saya masih sakit, jika Mas tidak keberatan juga ngak
apa-apa. Kebetulan saya juga tadi ada janji juga dengan Ayah di rumah untuk
pulang sebelum magrib. Tapi karena kecelakaan jadi tidak bisa menepati janji
dengan Ayah,” ucap wanita itu.
“Apa perlu saya antar pulang Mbak ?” ucap Irvan.
“Terima kasih Mas, sudah dibantuin sudah sangat terima kasih Mas.
Bentar lagi ada yang jemput kok Mas,” jawab wanita itu.
“Ayahnya jemput ya Mbak ?” tanya Irvan.
“Bukan tapi Sappam di rumah saya Mas.”
Beberapa saat kemudian seorang Bapak keluar dari sebuah metromini
dan melihat sekeliling tempat itu. Tiba-tiba matanya tertuju pada dua orang
yang sedang duduk di taman dekat jalan raya. Dengan sedikit tergesa-gesa Bapak
itu berjalan dan langsung menuju wanita itu.
“Maaf Mbak telat, Kenapa Mbak ?” tanya Sappam itu.
“Nggak apa-apa kok hanya sedikit terpeleset saja tadi.
Untung ada Mas yang baik ini bantuin,” sambil melihat ke arah Irvan.
“Biasa saja Mbak, tidak merepotkan juga kok. Sesama muslim kan
harus saling membantu juga,” ucap Irvan.
“Ya mohon pamit dulu ya Mbak, Pak ?” tambah Irvan.
“Terima kasih banyak Mas ?”
ucap wanita itu.
“Sama-sama Mbak,” jawab Irvan.
Sebenarnya wanita itu mau menanyakan nama orang yang sudah
membantunya namun karena Irvan buru-buru dan wanita itu sedikit kesakitan
dengan luka memar di kakinya. Akhirnya dia tidak jadi menanyakan nama Irvan.
***
Pagi-pagi sekali Irvan kembali membawa dokumen-dokumen didalam
tasnya. Niat hati semoga hari ini Allah memudahkan langkah untuk mendapatkan pekerjaan
walaupun dengan gaji yang kecil sekalipun. Irvan membali menelusuri arah yang
berlawanan dari hari kemarin dan menuju perkantoran, bank dan pabrik-pabrik.
Ini adalah pabrik ketiga dan tempat ke lima dia mencoba melamar
pekerjaan hari ini. Dengan mengucapkan basmallah Irvan berjalan pasti
memasuki pabrik itu dengan nama PT. Sinar Indah. Setelah menanyakan tempat
untuk mendaftarkan karyawan baru kepada Sappan itu dan Irvan di antarkan ke
meja resepsionis. Beberapa menit Irvan menunggu, akhirnya nama terpanggil dan
menghadap ke sumber suara. Di sana Irvan langsung di wawancarai seputar
pengalaman kerja dan yang lainnya. Sekitar lima belas menit kemudian
pewawancara itu telah habis pertanyaan yang harus diberikan kepada Irvan.
“Silahkan lihat hasilnya besok ya Pak,” ucap pewawancara itu.
“Iya Buk, terima kasih Buk,” sambil keluar dari ruangan itu.
Irvan terus berharap bisa diterima di perusahaan itu dan dalam
perjalanan pulang Irvan juga mencoba mencari tempat lamaran lain. Namun
hasilnya nihil semua, di sebuah kedai Irvan makan siang dan melepaskan rasa
letihnya. Namun tiba-tiba hp berbunyi dan itu adalah pesan dari Vinda.
“Siang
Van, gimana kabarnya Van ?”
“Siang
juga Vinda, alhamdulillah baik. Vinda sendiri gimana kabarnya ?”
balas Irvan beberapa saat kemudian.
“Syukurlah
Van, Vinda juga baik-baik saja di sini, sudah makan Van ?”
“Syukur
alhamdulillah juga Vinda, ini Van sedang makan.”
“Ya udah
semoga lancar-lancar saja mencari pekerjaannya Van.”
“Ship
Vinda, Vinda juga harus makan ya.”
Rasa rindu dengan sahabatnya membuat wajah Vinda terlintas dari
benak Irvan. Di kamar itu pikirannya melabungbuana kembali ke daratan yang
tidak rata namun orang Minangkabau menyebutnya dengan Luhak Tanah Datar. Sebuah
tempat dimana dia telah menghabiskan masa kanak-kanak, remaja dan masa
pendidikan di sana. Belum sampai seminggu Irvan di sana, dia teringat akan
wajah yang selalu dirindukannya namun dia tidak bisa memiliki wanita itu. Hanya
imajinasinya yang terus berkhayal tingkat dewa, namun tidak pernah terwujud. Mungkin
Allah berkata lain dan mereka harus berpisah meski mereka saling memiliki rasa
yang sama. Entah rasa apa yang terjadi di dalam hati masing-masing, yang jelas
antara Irvan dan Vinda ada suatu sama dan itu bisa mereka rasakan. Walaupun
mereka jauh berada di tempat yang sangat jauh sekalipun. Namun ikatan hati yang
pernah mereka bangun masih saja tumbuh dan bersemi di hati masing-masing.
Pagi-pagi sekali Irvan sudah bangun dan melaksanakan shalat subuh
di dekat kosnya. Sambil menunggu waktu pagi Irvan mencoba jalan-jalan sejenak
di sekitar kosnya. Menikmati indahnya suasana Pulau Batam yang indah dikala
pagi hari. Apalagi sinar mentari pagi itu menyehatkan untuk tubuh kita. Setelah
sarapan Irvan menuju PT. Sinar Indah yang tidak terlalu jauh dari tempatnya,
dengan sedikit gugup Irvan mencoba menunggu di ruang tunggu. Hingga beberapa
menit menunggu namanya terpanggil dan di suruh masuk oleh Sappamnya ke dalam
ruangan itu.
“Silah duduk, dengan Bapak Irvan ?” ucap Bapak separuh baya itu.
“Terima kasih Pak, iya saya Irvan Pak,” jawab Irvan.
Bapak separuh baya itu mengodorkan sebuah kertas kepada Irvan dan
tanpa berbicara sedikitpun. Irvan pun mengambil kertas itu dan membaca kata
demi kata yang tertulis dalam kertas itu.
“Terima kasih banyak Pak, kapan saya bisa mulai bekerja di sini Pak
?” tanya Irvan.
“Sama-sama Pak, semoga dengan kehadiran Bapak Irvan dapat membantu
perusahaan ini akan lebih berkembang ke depannya. Untuk mulai bekerja hari ini
Bapak Irvan sudah mulai bekerja dan tunggu sebentar saya akan menyuruh Buk
Arimy untuk mengantarkan Bapak ke ruangan,” Bapak itu langsung menelpon
seseorang.
“Iya Pak, terima kasih Pak,” jawab Irvan.
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba pintu ruang itu di ketok oleh
seseorang.
“Tok...tok...tok.”
“Assalamu ‘alaikum,” ucap orang baru datang itu.
“Wassalamu ‘alaikum, silahkan masuk,” ucap Bapak itu.
Dengan suara langkah sepatu hak tinggi membuat Irvan sedikit gugup,
siapa yang datang itu. Tiba-tiba saja wanita itu berdiri di samping Bapak
separuh baya itu dan memandang lama sekali memperhatikan Irvan. Entah pikiran
apa yang membuatnya terus memperhatikan Irvan dan merasa tidak asing lagi.
Lagi-lagi wanita itu mencoba menelusuri setiap jengkal ingatannya dimana dia merasa
pernah melihat pemuda ini sebelumnya.
“Kenalkan ini Arimy, anak semata wayangku yang akan mengantarkan
Pak Irvan ke ruang kerjanya. Dia juga akan menjadi patners dalam
menjalankan bisnis yang Pak Irvan lakukan nantinya,” ucap Bapak itu.
Namun Irvan juga merasa pernah bertemu dengan wanita itu, tapi dia
lupa dimana ? Dengan wajah sedikit memerah dan gugup dia langsung mamalingkan
wajahnya dengan Bapak separuh baya itu.
“Kenalkan saya Irvan, senang bertemu dengan anda,” sambil
mengulurkan tangannya.
“Arimy, senang juga bertemu dengan Pak Irvan. Bapak yang kemarin
sore membantu saya kan ?” tanya wanita itu tiba-tiba.
“Maaf Mbak saya sedikit lupa dengan wajah Mbak karena waktu itu
sudah mulai gelap. Namun saya juga merasa tidak asing lagi dengan wajah Mbak,
iya sayalah orangnya,” jawab Irvan.
“O...jadi kalian sudah saling kenal ? Jadi ini pemuda yang Im
cerikan semalam. Tidak saya duga akan bertemu anda di sini Pak Irvan, saya juga
mengucapkan terima kasih atas pertolongan Pak Irvan kepada anak saya. Silahkan
Im antarkan Pak Irvan ke ruagannya.”
“Iya Ayah, mari Pak Irvan,” sambil berjalan duluan.
“Terima kasih Pak, saya ke ruangan dulu,” mengikuti wanita itu.
Tidak terlalu jauh dari ruangan tadi wanita itu menunjukkan ruangan
Irvan dan ternyata ruangan Arimy juga bersebelahan dengan ruangan Irvan. Hanya
senyuman kecil yang dilontarkannya ketika meninggalkan Irvan menikmati
ruangannya barunya itu.
“Terima Kasih Mbak,” ucap Irvan.
Hanya anggukan kecil dan lagi-lagi senyuman kecil itu membuat Irvan
beberapa detik tidak sadarkan diri. Namun dia berusaha kembali mengusai dirinya
dan mencoba memandangi setiap sudut ruangannya dan beberapa perlengkapan kerja
sudah tersedia di sana seperti: komputer, printer dan beberapa dokumen yang
nantinya akan digunakan Irvan.
Di Pulau Batam ini memang banyak perusahaan-perusahaan yang ada di
sini termasuk perusahaan Ayah Arimy yang bergerak dalam bidang Tekstil dan
Elektronik. Namun maju mundurnya suatu perusahaan tergantung baik atau tidaknya
kinerja orang-orang yang bernaung didalam perusahaan itu sendiri. Apalagi zaman
yang serba baru dan bahkan semua kegiatan manusia tidak lepas dari
barang-barang elekronik setiap harinya. Perusahaan PT. Sinar Indah adalah
perusahaan terkemuka dan besar di Pulau Batam ini.
Hari demi hari Irvan mulai terbiasa dengan suasana baru kantornya
dan juga kegiatan-kegiatannya yang dilakukannya beberapa minggu ini dia terus
belajar banyak dari patners-nya Arimy yang cerdas, baik dan suka
membantu. Namun dibalik semua itu tersimpan jiwa feminimnya yang lemah lembut
terlihat dari tutur katanya dan perbuatannya, walaupun anak seorang Direktur
yang memiliki banyak uang dan segalanya. Namun Arimy tidak pernah sombong
dengan semua itu dan dia termasuk salah satu penganut agama yang kuat. Bahkan
Arimy tidak sungkan-sungkan ketika harus berbagi ilmu tentang cara mempromosikan
perusahaannya kepada perusahaan lain dan mempresentasikan setiap kegiatan-kegiatan
utama dalam pengembangan mesin-mesin baru.
Sudah setengah tahun Irvan menjalani dunia kerja yang begitu sibuk
dan menguras tenaganya setiap hari. Namun dia sangat menikmati semua itu,
apalagi teman patners-nya itu selalu memberikan nuansa yang sangat
berbeda setiap kali melakukan kegiatan bersama. Bahkan ruangan kerja yang
berdampingan sering kali Irvan untuk langsung menanyakan berbagai soal
pekerjaan kepada Arimy. Lagi-lagi Arimy menjelaskan dengan sangat detail dan
bahkan bahasa yang digunakannya cepat dimengerti Irvan.
Belum lagi genap setahun Irvan bekerja di PT. Sinar Indah ini, dia
sudah memahami benar bagaimana cara pengembangan perusahaan untuk ke depannyan
dan berkat bantuan Arimy yang tidak pernah lelah memberikan bantuan kepada
Irvan. Dia sudah banyak mengerti dan balajar langsung dari Arimy. Kekompakkan
yang selalu dijalankan Irvan dan Arimy seringkali membuat kesuksesan besar
dalam perusahaannya. Hal itulah yang membuat Ayah Arimy semakin tertarik dengan
kharakter Irvan dan cara kerjanya yang cerdas. Tiba-tiba di saat Irvan sedang
sibuk membuat persiapan presentasi untuk pertemuan selanjutnya di ruangannya.
“Siang Van, lagi buat apa Van ?” sapa Arimy dari balik pintu.
“Siang juga Mbak, sedang mempersiapkan pertemuan untuk besok Mbak,”
sambil memutar kursi kerjanya.
“Jadi nggak enak Mas Irvan memanggil Mbak terus, padahal kita sudah
lama kenal dan hampir setahun lagi. Bagaimana jika panggil nama saja ?” pintak
Arimy.
“Baik Mbak, eehh, maaf baik Im,” jawab Irvan.
“Gitu kan lebih baik Mas Irvan.”
“Jangan panggil Mas juga Im, panggil Van atau Irvan saja boleh,”
tambah Irvan.
“O...jadi lupa, baiklah Van. O...ya Van dipanggil Ayah ke ruangan,
katanya ada yang penting yang harus dibahas di sana ?”
“Baik Mbak,...maaf baik Im. Terima kasih,” sambil bangkit dari
kursi kerjanya.
“Sama-sama Van,” sambil menahan tawanya.
Beberapa saat Irvan sudah berada didepan ruangan Pak Bambang
Direkturnya dan juga Ayah dari Arimy.
“Tok...tok...tok.”
“Asslamu ‘alaikum,” ucap Irvan.
“Wassalamu ‘alaikum, silahkan masuk,” ucap Pak Bambang.
“Silahkan duduk Pak Irvan,” tambah Pak Bambang.
“Iya Pak, terima kasih,” balas Irvan.
“Begini Pak Irvan beberapa bulan ini saya perhatikan kinerja Bapak
semakin baik dan juga telah berhasil membawa nama perusahaan kita ini menjadi
lebih baik. Apalagi kunjungan Pak Irvan dengan anak saya Arimy ke beberapa
perusanaan membuat hasil yang sangat baik sekali,” terang Pak Bambang.
“Itu semua tidak lepas dari bantuan dan saya juga balajar banyak
dari putri Bapak sendiri,” jabab Irvan merendah.
“Saya sangat berterima kasih kepada Pak Irvan dan tentu itu semua
adalah kerja keras dan kerja sama Pak Irvan dengan Arimy. Sudah saatnya Pak
Irvan menjadi Menager Pemasaran dan itu semua tidak lepas dari kinerja Pak
Irvan selama ini.”
“Terima kasih bayak Pak, insya Allah dengan jabatan baru yang Bapak
berikan kepada saya akan bisa mebuat perusahaan ini menjadi berkembang lagi,”
jelas Irvan.
Sejak pertemuan dengan Pak Bambang itu, hubungan antara Irvan dan
Pak Bambang semakin dekat dan bahkan Arimy sangat sering terlihat bersama
dengan Irvan. Entah perasaan apa yang sedang mereka rasakan, namun Irvan dan
begitu juga Arimy saling menjaga semua itu. Bahkan tanpa terasa Irvan sudah
lebih setahun bekerjasama dengan Arimy dan mereka semakin dekat. Beberapa kali
Pak Bambang sering memperhatikan putri semata wayang yang sering tersenyum dan
sering terlihat lebih ceria daripada biasanya. Baik itu di rumah maupun di
kantor, walaupun Arimy jarang sekali bercerita dengan hubungan yang semakin
dekat dengan Irvan. Namun Pak Bambang tahu benar sifat anaknya itu dan sejak
kehadiran Irvan di kantor itu membuat anaknya itu lebih semangat lagi pergi ke
kantor.
Ketika suasana kantor mulai sepi dan beberapa karyawan sudah mulai
pulang, terlihat Irvan sedang merapikan ruangan kerjanya dan akan kembali ke
tempat kosnya. Namun di saat Irvan beberapa langkah sebelum menuju pintu
keluar, dia dikejutkan dengan suara Pak Bambang dari belakang.
“Sedang buru-buru Pak Irvan,” tanya Pak Bambang.
“MMNnn..tidak juga Pak,” jawab Irvan sambil menoleh kepada Pak
Bambang.
“Apakah nanti malam Pak Irvan tidak sibuk,” tanya Pak Bambang.
“Tidak Pak, lagipula pekerjaan buat besok sudah saya selesaikan
tadi dan besok hanya tinggal menjalannya saja,” jelas Irvan.
“Jika Pak Irvan berkenan, saya mengundang Pak Irvan untuk makan
malam di rumah saya. Sebagai balas jasa saya kepada Pak Irvan juga yang telah
berhasil membawa perusahaan ini lebih berkembang lagi, apalagi Pak Irvan belum
pernah ke rumah saya,” ucap Pak Bambang.
“Insya Allah saya akan datang Pak.”
***
Entah mimpi apa Irvan kemarin dan tiba-tiba saja Pak Bambang mengundangnya
untuk makan malam ke rumah beliau. Tidak pernah terpikirkan oleh Irvan untuk
silahturrahmi ke rumah Pak Bambang dan selama dia bekerja di perusahaan ini
baru pertama kali Pak Bambang mengundangnya dan tentu itu suatu penghargaan
yang tinggi kepada Irvan atas semua kinerjanya dalam perusahaan beliau.
Setelah shalat magrib Irvan bersiap-siap ke rumah Pak Bambang dan
jarak lumayan jauh. Namun hanya dengan naik angkot sekali Irvan sudah sampai di
depan sebuah rumah yang sangat mewah. Beberapa saat dia berdiri di depan rumah
itu dan terlihat seorang Sappan keluar dan membuka pintu gerbang.
“Maaf Pak, dengan Pak Irvan,” tanya Sappan itu.
“Iya Pak,” jawab Irvan.
“Silahkan masuk Pak Irvan, Pak Bambang dan keluarganya sudah dari
tadi menunggu didalam. Biar saya antarkan
Pak Irvan ke dalam,” suara Sappan itu dengan nada lembut.
“Iya Pak, terima kasih Pak,” jawab Irvan.
Irvan sedikit gugup saat satu demi satu langkahnya memasuki rumah
mewah itu, langkahnya begitu berat untuk diayunkan. Namun dia mencoba menepis
rasa gugup itu dengan mengucapkan basmallah. Tidak lama berselang
terlihat Pak Bambang, Arimy dan Ibunya sudah menunggunya di meja makan.
“Silahkan duduk Pak Irvan,” ucap Pak Bambang.
“Iya Pak, terima kasih,” jawab Irvan.
Beberapa saat kemudian makan malampun di mulai, namun rasa gugup
kembali menghantui Irvan karena ini baru
pertama kali di makan bersama dengan keluarga Pak Bambang dan makan di depan
Arimy. Entah perasaan apa yang membuatnya begitu gugup berada di depan Arimy
dan suasana nyaman dan hangat keluarga Pak Bambang yang begitu dekat. Akhirnya
acara makan malam bersamapun berakhir dan ada beberapa makanan cuci mulut yang
disediakan Pak Bambang juga. Namun ketika pandangnya berpapasan dengan wajah
manis Arimy dan ditambah lagi dengan senyuman kecil Arimy kepada Irvan
membuatnya sedikit gugup. Namun perasaan cinta dan sayang sejak menjadi patners
kerja setimnya di perusahaan Pak Bambang, perasaan itu mulai tumbuh.
Sikap yang tidak bisa disembunyikan Irvan dari Arimy dan begitu
juga dengan anak semata wayangnya. Reaksi yang diberikan Arimy pun mengundang
Pak Bambang dan Ibunya untuk mengambil tindakkan. Apalagi Ibu Arimy paling tahu
perasaan apa yang sedang bergejolak dalam dirinya dan itulah tujuan utama Pak
Bambang mengundang Irvan untuk makan malam bersama hari ini. Beberapa saat
kemudian ketika suara piring tidak lagi terdengar dan tiba-tiba Pak Bambang
membuka perbincangan.
“Kami sangat berterima kasih atas kehadiran Pak Irvan atas undangan
yang telah kami berikan, sebetulnya acara makan malam ini bukan hanya bentuk
penghargaan saya kepada Pak Irvan. Namun ini menyangkut tentang anak saya juga,
walaupun saya sering melihat Pak Irvan menjalankan tugas bersama Arimy. Tapi
saya hafal benar sikap anak saya itu dan dia begitu senang sejak bertemu Pak
Irvan. Bahkan Im juga sering cerita banyak tentang Pak Irvan dan sikap baik Pak
Irvan, iya kan Im ?” tanya Pak Bambang kepada anaknya.
Namun Arimy tidak mampu untuk menjawab dan hanya mengangguk malu di
depan Irvan. Suasana jantung Irvan semakin cepat tak menentu seperti ingin
jatuh.
“Sebelumnya saya mau bertanya kepada Pak Irvan, apakah Pak Irvan
sudah ada calon ?” tanya Pak Bambang.
“Maksud Bapak calon apa ? saya belum mengerti,” jawab Irvan.
“Maksuk saya calon istri Pak Irvan ?” tambah Pak Bambang.
“Kalau itu Saya belum memiliki calon Pak,” jawab Irvan polos.
“Jika belum memiliki calon Pak Irvan, jika Pak Irvan kerkenan
menerima Arimy sebagai calon pasangan hidup. Bagaimana menurut Pak Irvan ?”
sambil memandang wajah anaknya.
“Maaf sebelumnya Pak, saya bukannya menolak niat baik Pak Bambang.
Namun saya merasa tidak pentas saja menjadi bagian dari keluarga Bapak ini,”
jelas Irvan.
“Jika itu yang Pak Irvan masalakan, bagi kami siapapun Pak Irvan
dan bagaimanapun keluarga Pak Irvan, tidak menjadi masalah bagi kami. Sikap dan
perbuatan Pak Irvan yang baiklah yang saya utamakan bukan jabatan atau kaya
tidaknya Pak Irvan,” jawab Pak Bambang.
“Terima kasih Pak, saya sungguh senang menerima tawaran ini
langsung dari Bapak. Insya Allah jika Arimy juga menerima saya dan saya tidak
bisa menolak niat baik Bapak ini,” jawab Irvan.
“Alhamdulillah, mungkin untuk acara tunangannya akan kita
langsungkan bulan depan. Bagaimana menurut Pak Irvan,” tanya Pak Bambang.
Terlihat suasana yang gugup tadi sudah menjadi cair dan bahkan
terlihat senyuman manis Arimy dan Ibunya dengan jawaban yang dilontarkan Irvan.
“Tidak apa-apa Pak.”
Akhirnya Irvan berpamitan pulang dengan calon mertuanya dan begitu
juga dengan Arimy. Suasana hati yang tiada terkira yang sedang terjadi baik
bagi kelaurga Pak Bambang dan juga Irvan. Dengan langkah ringan Irvan
meninggalkan rumah mewah itu dan ini adalah tawaran kedua yang sangat baik bagi
Irvan. Namun Irvan tidak bisa membantah kehendak hatinya yang juga memendang
rasa cinta dan sayang sejak pertemuan yang tidak terduaga serta berlanjut di
perusahaan Pak Bambang.
***
Sebulan kemudian acara tunangan antara Irvan dan Arimy telah
dilakukan dan bahkan karyawan-karyawan perusahaan berdatangan dalam acara
tersebut. Hubungan Irvan dan Arimy yang sudah diambang pintu pernikahan
seminggu lagi juga akan di gelar. Namun di tengah-tengah sibuknya menyiapkan
acara pernikahan Irvan dan juga Arimy tidak pernah menyenyampingkan urusan
kerja di kantor. Bahkan dengan ikatan tunangan itu hubungan antara keduanya
semakin rapat dan kerjasama yang terus solid semakin kuat. Kegiatan yang
dipercayakan Pak Bambang kepada Irvan dan berkat bantuan, dukungan dari sang
kekasih Irvan menjalankan misi dengan baik. Apalagi dengan didampingi sang
kekasih di setiap kunjungan dengan perusahaan lain.
Senyuman Arimy tidak pernah hilang dari bayangan Irvan dan itulah
yang membuatnya lebih percaya diri untuk menyampaikan rekomendasi-rekomendasi
baru dari PT. Sinar Indah kepada perusahaan lain. Namun ketika Irvan sedang
menikmati udara segar di depan kosnya, tiba-tiba saja HP berbunyi dan namanya
tidak asing lagi bagi Irvan. Tertulis nama Vinda di telpon masuk dan Irvan
mengangkat telpon itu.
“Assalamu ‘alaikum Van,” suara Vinda di ujung telpon.
“Wassalamu ‘alaikum Vinda, bagaimana kabarnya Vinda,” tanya
Irvan.
“Alhamdulillah sehat-sehat saja Van, Van giman kabarnya ?
Lancar pekerjaannya kan Van ?”
“Syukurlah Vinda, ahamdulillah lancar Vinda, Van juga
sehat-sehat saja. Btw, kerja dimana sekarang Vinda ?”
“Vinda kerja di sebuah perusahaan juga di Padang Van, baru sebulan
kerja di PT. Semen Padang. Sudah dari tadi pulang kerjanya Van ?”
“Syukurlah Vinda, Van ikut senang mendengarnya. Belum juga Vinda,
semoga lancar-lancar saja pekerjaan Vinda di sana.”
“Iya Van, semoga. Semoga Van juga lancar pekerjaanya di sana.”
Suara azan magrib mengakhiri perbincangan dua sahabat itu. Setelah
menunaikan shalat magrib Irvan terlihat lebih segar dan rasa khawatir
menyelimutinya. Padahal Vinda hanyalah masa lalunya dan sekarang Vinda adalah
seorang sahabatnya. Bahkan Irvan telah bertunangan dan sebentar lagi akan
menikah dengan Arimy. Namun hal yang dicemaskan Irvan adalah jika Vinda
memintanya untuk kembali lagi seperti dulu dan itulah yang membuatnya terus
berpikir. Apalagi rasa sayangnya kepada Arimy semakin besar, namun di satu sisi
dia terus terpikiran bahwa berkat Vindalah Irvan bisa seperti ini. Tanpa
bantuan Vinda mungkin dia tidak akan sampai seperti ini, jasa Vinda begitu
menghantui pikiran Irvan. Apa yang harus dijawabnya jika memang Vinda
mengutarakan hal tersebut dan antara cinta, persahabatan dan jasa seseorang
sahabat tidak bisa dilupakannya sampai sekarang. Walaupun telah terpisahkan
ribuan mil dan tempat yan berbeda, namun rasa yang dulu pernah mereka bangun,
tidak begitu saja hilang dari diri masing-masing.
Namun Irvan tidak berani menyampaikan kepada Vinda jika dia akan
menikah dengan Arimy, karena dia takut akan menyakiti hati Vinda dan
benar-benar menghilang dalam kehidupannya. Walaupun rasa sayang dan cintanya
masih tersimpang dalam lubuk hatinya yang paling dalam, walaupun telah diisi
dengan nama Arimy di hatinya. Namun nama Vinda tetap menjadi hiasan indah dalam
hatinya dan entak kapan itu akan hilang.
Setelah persepsi pernikahan Irvan dan Arimy dilakukan dengan meriah
di rumahnya, banyak para undangan yang datang termasuk keluarga Irvan di
Batusangkar. Hari yang bahagia itu menghiasi senyuman kedua pasangan itu dan
begitu juga dengan Pak Bambang dan Buk Desmita. Perasaan yang dulu dirasakan
Irvan ketika bertemu pertama kali dengan Arimy menyimpan kenangan indah dan
itulah yang mebuat mereka tidak bisa melupakan kejadian dikala sore itu.
“Sayang, terima kasih sudah membagi kebagian ini kepadaku. Insya
Allah Van akan mencoba untuk terus menjaga ini semua. Aku menyanyangimu Arimy,”
bisik Irvan di pelaminan sambil menggenggang lembut tangan Arimy.
“Aku juga menyanyangimu Mas Irvan, aku sangat bahagia sekali bisa
duduk bersanding denganmu,” balas Arimy dengan tatapan mesra.
Setelah persepsi pernikahan Irvan dan Arimy berlangsung, sekarang
Irvan tidak lagi menginap di tempat kosnya. Namun dia menemukan kos baru dan
teman sekamar dengan Arimy, tentunya sebagai isterinya yang syah. Hari demi
hari mereka jalani bersama dan bahkan mereka pergi, pulang kantor bersama.
Bahkan terkadang Irvan sering memberikan kejutan yang tidak terduga kepada
isterinya dan kemesraan yang terus mereka jalin keduanya. Namun jabatan yang
tinggi diberikan Pak Bambang dan kemewaan yang diberikannya kepada Irvan, tidak
membuta Irvan lupa diri. Bahkan yang harapkan Irvan menikahi Arimy bukan soal
karena Arimy seorang yang kaya, tidak. Namun karena sikap Arimy yang baik hati,
cerdas dan lembutlah yang membuat Irvan suka dengan Arimy.
Bahkan setelah menikah dengan Arimy, Irvan tetap tidak merasa
sombong dan seperti biasa. Dia selalu menjalin hubungan yang baik dengan siapa
saja termasuk OB sekalipun. Jabatan, kekayaan dan memiliki putri semata wayang
Pak Bamabang tidak mmbuat Irvan lupa daratan. Bahkan dia terus meningkatkan
kinerjanya dan wanita yang dulu terus bersamanya, sekarang berubah status
menjadi isterinya tercinta. Bahkan Irvan pernah menyusulkan kepada Arimy untuk
tidak melakukan tugas berat dan istirahat saja di rumah. Biarlah Irvan yang
bekerja keras demi kemajuan perusahaan Ayahnya. Namun sikap Arimy yang mandiri
dan tidak biasa berpangku tangan di rumah, tidak bisa menerima usulan dari
suaminya. Namun Arimy tetap hormat kepada sang suami dengan tidak melakukan
tugas-tugas yang terlalu berat. Selain di kantor Arimy menjadi patners
kerja juga berperan sebagai isteri yang selalu memberi dukungan lebih kepada
Irvan, baik di kantor dan begitu juga di rumah tangganya.
Suatu ketika PT. Sinar Indah dan beberapa perusahaan lain yang
tergabung dalam perusahaan besar di seluruh Indonesia dan luar negeri
mengadakan pertemuan untuk seminggu. Acara itu bertempat di Jakarta dan Irvan
serta Arimy juga menerima undangan itu untuk berkunjung ke Jakarta. Namun Irvan
sangat terkejut ketika rapat di mulai sorang di ujung meja rapat itu tidak
asing olehnya. Dalam hati dia terucap, “Vinda” beberapa saat dia memandang
wanita itu. Namun itu benar nyata Vinda. Begitu juga Vinda juga terpana di
ujung meja itu menatap Irvan. Setelah rapat break sejenak untuk shalat
zuhur dan makan siang.
“Hay Van, ternyata juga datang dalam pertemuan ini ya ?” ucap Vinda
ketika di luar ruangan rapat.
“Iya Vinda, kebetulan Van yang mewakili perusahaan untuk hadir di
pertemuan ini dan Van tidak sendiri ke sini di temani Arimy, dia isteri Van ?” sambil
tersenyuman kepada Arimy.
Entah perasaan apa yang terjadi ketika Irvan mnegucapkan
“Isterinya” kepada Vinda, namun Vinda tetap mencoba tegar dengan kenyataan di
hadapannya. Namun wajahnya terlihat berubah dengan ucapan Irvan, cinta yang
dulu ada masih saja ada dalam hati Vinda.
“Vinda,” sambil bersalaman dengan Arimy.
“Arimy,” jawab isteri Irvan.
“Ini adalah Sahabat lama Van Im, namun kami sudah terlalu lama
tidak bertemu dan bahkan kontak,” Irvan mencoba menjelaskan.
Akhirnya setelah berkenalan mereka pun kembali ke kamarnya, begitu
juga Irvan dan Arimy. Namun ketika selesai shalat zuhur entah apa yang dirasakan
Arimy, dia terlihat termenung beberapa saat sambil memandang ke luar jendela
kamarnya. Namun Irvan yang mengerti dengan perasaan isterinya mencoba
mendekatinya Arimy.
“Kumencintaimu Im,” sambil memeluk lembut isterinya dari belakang.
“Aku juga mencintaimu Van,” sambil menoleh ke belakang dan tetap membiarkan
Irvan memeluknya.
“Ayo kita siap-siap untuk kembali ke ruangan rapat, Sayang,” sambil
menyecup lembut pipi Arimy.
Dengan sikap Irvan yang selalu memberikan perhatian lebih kepada
Arimy, mengusir rasa khawatir dalam diri Arimy dan dengan anggukan kecil Arimy
mengiyakan apa yang disampaikan suaminya. Rapat yang begitu memakan waktu hingga seminggu dan juga
beberapa rencana ke depan yang harus dibicarakan kepada seluruh perusahaan
besar di Indonesia dan luar negeri.
Hari demi hari berjalan sangat baik rapat dan pembicaraan itu.
Namun tiba-tiba ketika akan istirahat HP Irvan berbunyi dan itu adalah pesan
singkat dari sahabatnya Vinda. Namun sejenak Irvan mencoba memperhatikan Arimy
yang sudah duluan terbaring di sampingnya.
“Malam
Van, maaf mengganggu Van. Vinda sangat terkejut mendengarkan ketika Van
mengatakan dia adalah isteri Van. Namun sebanarnya Vinda masih menyimpang rasa
cinta dan sayang kepada Van. Tapi sayang, sekarang Van telah memiliki isteri
dan Van bahkan tidak pernah menyampaikan hal ini sebelumnya. Apakah rasa itu
sudah hilang dari Van ?” pesan Vinda.
Sejenak setelah membaca pesan itu, Irvan merasa dilema. Antara rasa
cintanya dan rasa persahabatannya. Namun dia mencoba berpikir sejenak kata-kata
yang akan dikirimkannya kepada Vinda, agar tidak menyinggung perasaaannya. Kembali
Irvan memandang wajah manis Arimy di sampingnya, perasaan ragu kembali datang.
“Malam
juga Vinda, sebenarnya Van dulu akan mengatakan itu kepada Vinda. Namun Van
takut mengganggu pekerjaan Vinda, Van menikah dengan Arimy belum terlalu lama,
sekitar tiga bulan yang lalu. Sejujurnya Van juga memiliki rasa yang sama
dengan Vinda, namun karena Van takut Vinda mengganggu hubungan Vinda dengan
kekasih yang dulu pernah Vinda sampaikan. Van yakin Vinda masih denganya karena
itu Van mencoba mencari pengganti Vinda, walaupun rasa itu tidak dapat Van
hilangkan dari dalam hati Van,” balas Irvan
dengan hati-hati.
Sejanak bayangan masa lalu indah bersama Vinda kembali hadir dalam
pikiran Irvan, beberapa saat kemudian kembali ada pesan balasan dari Vinda.
“Memang Vinda mencoba mencari
pengganti Van, namun Vinda tidak bisa melupakan Van. Akhirnya setelah dua bulan
kami mencoba menjalin hubungan dengannya. Berakhir dengan ketidakbaikkan, namun
lagi-lagi wajah Van selalu terbayang oleh Vinda. Telah kucoba melupakan Van,
namun tetap selalu hadir dalam pikiran Vinda Van, Vinda menyesal telah membuat
Van menjadi menderita dan menjadi karma bagi Vinda, namun sesungguhnya Vinda
masih ingin kembali seperti dulu kembali, dimana kita saling meraut mimpi
bersama dan menjalin ikatan cinta. Vinda tidak bisa melupan semua itu Van.”
“Maafkan
Van Vinda, apa yang harus Van lakukan jika Vinda kembali mengutarakan ini ? Padahal
Van yakin, Vinda sudah bahagia dengan jalan yang Vinda ambil. Walaupun sakit,
namun Van mencoba menikmati rasa sakit ini dan mencoba menemukan jalan cinta
Van yang lain, akhirnya Van jatuh cinta dengan kebaikan sikap Arimy. Sekali
lagi Van tidak bisa meninggalkan Arimy, Van sudah terlanjur sayang dan cinta
kepadanya Vinda.”
Memang benar apa yang dikhawatirkan Irvan itu menjadi kenyataan dan
malam itu Irvan menjadi sangat dilema. Pikirannya tak karuan memilih sahabat
terbaik dan cinta yang sangat dalam, namun kembali terpikirkan oleh Irvan jasa
Vinda yang dulu ada dan menjadi batu loncatan baginya hingga dia bisa seperti
ini. Itulah yang membuatnya sangat sulit menentukan pilihan yang harus
dijalaninya.
Malam itu tidak ada lagi pesan dari Vinda dan Irvan sudah berlalu
ke dalam tidurnya. Namun saat pagi datang, lagi-lagi pesan Vinda masuk ke HP
Irvan, namun karena tidur terlalu malam, membuat Irvan tidak sadar. Arimy yang
terbangun mencoba mengambil HP suaminya dan membuka pesan itu dan ternyata
pesan dari sahabat Irvan yang kemarin berkenalan dengannya.
“Maaf
semalam Vinda ketiduran Van, Vinda tidak pernah bahagia dengan siapapun kecuali
dengan Van. Vinda sangat berharap kita bisa kembali lagi seperti dulu Van.
Vinda mohon Van ? Kasih kesempatan sekali lagi kepada Vinda Van ?”
Tiba-tiba Arimy yang sedang membaca pesan itu sangat terkejut dan
membaca beberapa pesan kiriman Vinda yang lain. Namun kekhawatiran yang
dirasakan Arimy menjadi kenyataan dan tiba-tiba saja rasa cemburu menjadi
menghantui pikiran Arimy. Walaupun Irvan pernah mengatakan bahwa dia sangat
mencintainya, namun kata-kata itu tidak cukup membuat Arimy percaya begitu saja
setelah membaca pesan demi pesan dari Vinda.
Setelah sarapan pagi itu, Arimy terlihat sangat berubah dari biasa
dan dia tidak mengatakan sepatah katapun kepada Irvan. Irvan menjadi heran dan
merasa khawatir dengan sikap Arimy. Namun dia yakin isterinya sudah membaca
pesan dari sahabatnya dan mencoba berpikir positif dengan permasahan yang
sedang terjadi tersebut. Irvan tahu bahwa Arimy sangat sensetif dengan
perubahan sikap Irvan walaupun hanya kecil. Begitu juga Irvan juga mengetahui
apa yang sedang dirasakan Arimy saat ini, namun Irvan mencoba tidak gegabah
mengambil tindakan cepat untuk memutuskan setiap kesimpulan dari permasalahan
yang masih prematur itu.
Hari selanjutnya Arimy masih memperlihatkan sikap yang sama namun
Irvan masih belum berani menyampaikan hal yang sebenarnya kepada Arimy. Maka
ketika pertemuan sore itu Irvan mencoba menemui Vinda di sebuah lobi hotel di
lantai atas, namun pertemuan itu sempat terlihat oleh Arimy. Namun dia mencoba
membiarkan suami menemui sahabatnya itu dan tidak berani mengganggunya.
Terlihat Vinda sudah lebih dulu menunggu Irvan di meja makan di sudut lobi itu.
“Maaf lama menunggu Vinda,” ucap Irvan kepada Vinda.
“Belum terlalu lama juga Van,” sambil tersenyum kecil.
“Terima kasih sudah mau datang Van, sebenarnya hal ini sudah lama
ingin Vinda ungkapkan, namun terkadang luka yang dulu pernah Vinda goreskan
kepada Van membuat Vinda ragu untuk mengucapkannya. Namun sekarang hukum karma
itu terus menghantui Vinda Van, sejujurnya Vinda sangat mencintai Van dan
sangat sayang pada Van,” sambil menangis.
“Tenangkan dirimu Vinda, Van tahu Vinda masih menyimpan rasa itu
begitu juga Van. Namun Van juga tidak berani mengungkapkannya kembali setelah
tahu Vinda sudah memiliki kekasih baru. Van hanya berharap Vinda bisa bahagia
dengan pilihan Vinda itu, makanya Van mencoba mencari cinta lain. Namun namamu
Vinda tetap tidak pernah hilang dalam pikiran Van, walaupun Van telah menemukan
pengganti Vinda,” sambil memcoba memengang tangan sahabatnya.
Arimy yang dari tadi mengintip dari jauh apa yang dilakukan
suaminya itu menjadi lebih sedih melihat Irvan memengang tangan wanita itu.
Walaupun Arimy tidak bisa mendengarkan apa yang mereka bicarakan, namun sikap
Irvan yang seperti itu membuat Arimy salah pengertian. Dengan perasaan sakit
Arimy bergegas memasuki kamarnya dan menangis mengingat kejadian itu.
Beberapa saat menjelang waktu magrib datang, akhirnya Irvan dan
Vinda mengakhiri pertemuannya dan kembali ke kamar masing-masing. Sedangkan
Irvan merasa kekhawatir tidak memberitahukan pertemuan itu kepada isterinya.
Padahal Irvan tadi hanya mengatakan ke kamar kecil sebentar dan tidak untuk
menemui sahabatnya Vinda.
Namun setelah sampai di depan pintu kamarnya.
“Tok...tok..tok.”
“Asslamu ‘alaikum,” ucap Irvan di depan pintu.
Beberapa saat hening dan beberapa detik kemudian baru Arimy
membukakan pintu kamarnya. Namun Arimy terlihat matanya memerah seperti habis
menangis dan Arimy kembali beranjak dari depan pintu untuk kembali tidur. Namun
dengan cepat Irvan meraih tangan Arimy dan berkata.
“Maafkan Van, Sayang ? Sebenarnya Van tidak bermaksud menyakiti
hati Im. Sejujurnya Van tadi menemui sahabat Van di lobi lantai atas dan merasa
khawatir menyampaikannya kepada Im. Namun pertemuan tadi sungguh hanyalah sebatas
sahabat lama tidak lebih Im. Kau tahu Im, sejak bertemu denganmu lambat laun
hati ini telah terpaut dengan sikapmu yang baik dan pancaran keimananmu yang
menghiasi wajahmu,” Irvan mencoba memeluk isterinya.
Namun hati isterinya yang belum mampu menerima semua itu, dengan
cepat melepaskan tangan Irvan.
“Saya ke belakang dulu Van,” sambil bergegas ke kamar mandi.
Sejenak Irvan merasa sangat bersalah dengan semuanya, entah ini
adalah cobaan awal dari rumah tangga mereka. Entah Irvan yang tidak bisa melupakan
masa lalunya dan jasa sahabatnya itu. Begitu sulitnya Irvan mencari jalan
keluar dari semua itu dan sejenak dia berpikir. Sesaat kemudian dia mengambil
HP-nya mencoba mengirim pesan kepada seseorang dan mencerikan kejadian yang
barusan terjadi.
Akhirnya pertemuan itu berakhir dan sore itu adalah saat-saat
perpisahan Irvan dan Vinda di bandara. Namun Arimy tetap saja memperlihatkan
sikap dinginnya kepada Irvan dan begitu juga dengan Vinda. Dengan perasaan
bersalah Vinda datang menemui Arimy yang sedang terduduk di ruang tunggu.
“Im, maafkan saya yang tidak bisa menerima takdir ini,” sambil
memegang pundak Arimy.
“Sebenarnya kau sangat beruntung Im, memiliki suami yang baik
seperti Irvan. Walaupun kami saling menyimpan kenangan dan rasa yang sama.
Namun dengan jujur Irvan mengakui hal itu, tapi sejak bertemu dirimu Im, Irvan
telah berubah dan mengatakan sejujurnya bahwa dia sangat mencintaimu dan saya
hanyalah sebatas sahabatnya tidak lebih Im. Tolong maafkan aku dan terimalah
Irvan kembali dan saya sangat berharap kepadamu Im, jadilah isteri yang baik
dan berilah semangat kepada Irvan selalu. Sesungguhnya hanya dirimulah
satu-satunya orang yang saat ini sangat diharapkannya. Aku sudah menerima
takdir ini dengan ikhlas dan sudah menentukan jalanku kembali,” sambil
mempertemukan tangan Irvan dan Arimy.
“Saya yakin kalian akan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah
dan warahmah, insya Allah saya akan menemukan jodohku,” sambil tersenyum
menatap Arimy.
Irvan yang tidak mengadari Vinda akan melakukan hal itu menjadi
sangat bahagia mendengarkan penuturan langsung dari sahabatnya dan memengang
erat jemari isterinya dan berjanji dalam hatinya, “Insya Allah kepercayaan yang
kau berikan Vinda akan selalu kupengang teguh dan akan melakukan yang terbaik
buat Arimy.” Secara tidak langsung Vinda menjadi jembatan kasih sayang yang
mempertemukan dan menyatukan ikatan yang renggang antara Irvan dan Arimy
kembali. Akhirnya Irvan dan Arimy kembali tersenyum bahagia mendengarkan
sahabat terbaik Irvan itu.
“Terima kasih Vinda, kami menunggu undanganmu nanti,” sambil
berpelukan dengan Vinda.
“Insya Allah cepat atau lambat, akan kukurim kepada kalian. Semoga
kita akan bertemua lagi. Kutitip Irvan samamu Arimy,” sambil berbisik.
“Ok Vinda, maafkan aku yang menduga yang tidak-tidak kepadamu.
Sekali lagi terima kasih Vinda.”
***
Beberapa bulan kemudian sebuah e-mail masuk siang itu ke
pesan Irvan. Namun Irvan tidak di ruangannya dan kebetulan tadi sedang ke
belakang, Arimy mencoba membuka pesan itu ternyata dari sahabatnya Irvan yaitu
“Vinda.”
“Siang
Van, bagaimana kabarnya Van ? Vinda harap baik-baik saja dan akan selalu
bahagia dengan Arimy. O..ya Van, alhamdulillah akhirnya Vinda menemukan jodoh
di Padang ini dan insya Allah bulan Oktober nanti akan dilangsungkan pernikahannya.
Jangan sampai tidak datang Van dan tentunya dengan Arimy, nanti alamatnya serta
undangan akan Vinda kirim. Thanks Van.”
Hati Arimy menjadi senang membaca pesan itu dan beberapa saat Irvan
datang dari balik pintu. Belum lagi Irvan berbicara Arimy lansung menyambar
Irvan dengan pelukan hangat, namun beberapa detik Irvan menjadi bingung apa
yang terjadi dengan Arimy hingga dia menjadi sebahagia ini. Arimy juga tidak
langsung mencerikannya kepada Irvan dan mencoba membuat Irvan penasaran sejenak.
Namun Irvan mencoba membalas pelukkan Arimy dengan hangat juga. Sentuhan tubuh
Arimy membuat waktu seolah-olah berhenti bergerak dan Irvan yang masih dalam
kebingungan merasakan perasaan bahagia yang disalurkan Arimy dengan bahasa
tubuhnya.
“Nanti kita menghadiri pernikahan Vinda ya Van,” ucap Arimy masih
dalam pelukkannya.
“Serius Sayang, memang sudah ada kabar dari Vinda ?”
“Lihat ini ada e-mail masuk dari Vinda,” sambil menunujukkan
pesan masuk itu.
“Tentu Sayang,” sambil tersenyum kepada Arimy.
***
Akhirnya pada bulan Oktober Irvan berkunjung ke persepsi pernikahan
Vinda dengan isterinya. Terlihat senyuman indah Vinda terpancar ketika akan
bersalaman dengan Vinda begitu juga Arimy yang berada di samping Irvan.
“Selamat ya Vinda, semoga
menjadi rumah tangga yang sakinah, mawadah dan waromah seperti yang
pernah kau ucapkan kepadaku,” sambil berbisik kepada Vinda.
“Insya Allah Arimy, terima kasih atas kehadirannya,” sambil
tersenyum kepada Arimy dan Irvan.
“Selamat juga ya Vinda, kami akan sangat menyesal jika tidak
menyempatkan datang untuk persepsi pernikahanmu ini. Kau akan tetap menjadi sahabat
sejatiku sampai kapanpun,” ucap Irvan.
Pesta pernikahan yang sangat meriah dan sangat membahagiakan bagi
kedua mempelai. Beberapa saat Irvan berbisik sambil memeluk Arimy.
“Terima kasih kepercayaan yang kau berikan kepadaku, aku sangat
bahagia bisa selalu ada disamping dan tidak akan pernah menyia-nyiakan
kepercayaanmu ini. I Love You so much Arimy.”
The end.
Cat: Mohon kritik dan sarannya. terimakasih
Apakah idee ceritanya dari pengalaman pribadi ?
BalasHapusItu kombinasi antara kehidupan nyata dan imajinasi
BalasHapus