Gambar: Kekuatan semut merah. |
Didepan meja belajarnya Nurimah sedang
asyik membalik-balikkan buku bacaannya. Dia sepertinya sedang menekuni
bacaannya tersebut, tanpa mempedulikan apa yang terjadi disekitarnya. Tanpa ia
sadari ternyata telah mendekati acara makan malam keluarganya. Dari meja makan
Ibunya telah menyiapkan acara makan malam mereka, sambil menunggu yang lain
datang. Ibu mengambil beberapa piring dan gelas ke dapur. Beberapa lama
menunggu semua telah tersedia di atas meja makan. Ayah telah mengambil tempat disamping
Ibu, sedangkan Kak Fadhil mengambil tempat di depan Ibu. Setelah semuanya duduk
dan akan makan Ibu tidak melihat wajah Nurimah, anak bungsunya itu.
“Imah, kenapa belum juga keluar dari
kamarnya Pak ?” tanya Ibu.
“Tidak tahu juga Bu, apakah dia sedang
sakit Bu ?”
“Setelah pulang sekolah tadi dia
kelihatan sehat-sehat saja Pak,” Ibu mencoba memberi penjelasan.
“Coba Ibu lihat dulu ke kamarnya Pak,”
sambil berjalan ke kamar anaknya.
“Iya Bu,” sambil mengangguk kecil.
Beberapa saat Ibu berjalan ke kamar Nurimah,
terlihat suasana sepi dari dalam kamarnya. Sambil batuk kecil dan mengetuk
pintu kamar anaknya.
“Tok...tok...tok, Imah ? Buka pintunya
Nak ?” suara Ibu dari depan kamar.
Beberapa saat hanya terdengar hening
dari dalam kamar Nurimah. Ibu mencoba memanggilnya kembali.
“Imah, makan malam dulu Nak ? Ayah dan
Kakakmu sudah menunggu di meja makan.”
Baru ada suara dari dalam kamar
tersebut, ternyata Nurimah sedang asyik membaca sebuah buku dari tadi. Tanpa ia
sadari ternyata Ibunya dari tadi sudah memanggil-manggilnya dari luar. Setelah
dia sadar bahwa Ibunya sedang memanggilnya dari luar, baru ia menjawab suara
Ibunya.
“Iya Bu, sebentar,” sambil meletakkan
buku bacaannya dan membukakan Ibunya pintu.
“Sedang apa Nak, kayaknya sedang serius
dengan kegiatannya. Hingga suara Ibu tidak terdengar ?” tanya Ibunya sambil
tersenyum.
“Maaf Bu, hanya membaca-baca buku
saja. Eeh..ternyata Ibu sudah ada di depan pintu,” mencoba memberikan
penjelesan dan membalas senyuman Ibunya.
“Kita makan bersama dulu ya Nak, nanti
lanjutkan lagi belajarnya setelah makan. Kasihan Ayah dan Kakakmu telah dari
tadi menunggu di meja makan,” sambil merangkul anaknya ke meja makan.
“Iya Bu,” jawabnya singkat.
Beberapa saat mereka telah berada di
meja makan dan siap untuk memulai acara makan bersama lagi. Setelah Ibu
mengambilkan nasi untuk Ayah baru Kak Fadhil dan aku mengambil nasi. Suasana
hangat sangat terasa dalam keluarga kecil ini, walaupun hanya hidangan biasa.
Akan tetapi menjadi luar biasa di saat semuanya merasakan kebersamaan malam itu
juga. Berselang beberapa menit terlihat suasana hening dalam acara makan
bersama tersebut. Setelah semua selesai makan dan Ibu, aku mengantarkan piring serta
yang lainnya ke dapur. Terlihat meja makan telah bersih kembali, Ibu dan aku
duduk kembali di tempat semula.
“Ayah besok akan pergi bersama Ibu ke
sawah, Fadhil tolong jaga Adikmu selama kami pergi,” membuka pembicaraan.
“Iya Yah, besok pulangnya jam berapa
Yah ?” sambil menggeser duduknya.
“Kira-kira menjelang magrib,” sambung
Ibu.
Setelah perbincangan itu selesai
Nurimah kembali ke kamarnya, sedangkan Kak Fadhil megerjakan tugas sekolahnya.
Ayah dan Ibu menonton Tivi di ruang keluarga. Nurimah yang masih penasaran
dengan buku bacaannya tadi menyambung membaca kembali, karena besok dia tidak
ada tugas sekolah. Malam itu dia mencoba menamatkan sebuah buku, semakin dia
membaca semakin besar keingin tahuannya untuk mengetahui isi semua buku
tersebut. Semua lampu telah mati kecuali satu lampu meja belajar Nurimah yang
masih menyala. Kelihatannya dia benar-benar ingin membaca semua buku itu.
Telihat jam di dinding telah
menunjukkan pukul dua dini hari. Matanya masih terlihat terang seperti tidak
pernah lelahnya. Hanya menyisahkan beberapa lembar saja, Nurimah masih membaca
buku itu. Baru setelah semua selesai rasa ingin tahu Nurimah terbayar sudah dan
mencoba untuk memejamkan matanya untuk istirahat. Hanya beberapa detik matanya
tetutup dan telah tertidur di atas meja belajarnya.
Paginya setelah dia mandi dan
mempersiapkan semuanya. Begitu juga dengan Kak Fadhil yang akan pergi ke
sekolah telah terlihat rapi dan wangi sekali. Setelah selesai sarapan pagi dan
berpamitan dengan Ayah dan Ibu kami berangkat bersama-sama ke sekolah. Sekolah
kami tidak begitu jauh dari rumah dan dengan berjalan kaki sebentar juga
sampai.
Tanpa terasa bel pulangpun terdengar
dan kami kembali ke rumah kembali. Nurimah masih terbayang-bayang dengan buku
bacaannya semalam, ternyata bacaan yang dia berusaha untuk menamatkannya itu
adalah buku karangan R.A Kartini dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang.”
Dia merasa termotivasi untuk buku bacaan tersebut, sedangkan perannya sekarang
ini masih dianggap lemah oleh Kakaknya dan juga teman-teman sekelasnya.
Walaupun dia seorang perempuan akan tetapi dia tidak pernah memperlihatkan
kalau dia lemah dan tidak bisa. Justru dengan buku yang dia tamatkan itu
membawanya kepada jalan yang diinginkannya.
Dia mencoba memulai sedikit demi
sedikit dan memperlihatkan kepada orang lain bahwa dia juga bisa. Beberapa kali
dia terdengar suara yang tidak asing lagi dari teman-temannya.
“Jangan mimpi untuk menjadi seperti
kami Nurimah, kamu itu hanya seekor semut merah, kecil, dan tidak berdaya sama
sekali. Benda-benda yang beratpun kamu tidak akan pernah bisa membawanya,
lagipula kamu akan merasakan tanganmu patah juga akhirnya,” ejekkan teman-teman
laki-lakinya.
“Aku ingatkan kepadamu bahwa perempuan
juga bisa seperti laki-laki,” dengan suara mantap dan bersemangat.
Tanpa mempedulikan ejekkan
teman-temannya lagi ia berusaha mengerjakan pekerjaan Ibunya dan beberapa
pekerjaan laki-laki. Entah kemana Kakaknya pergi dia tidak melihatnya setelah
sepulang sekolah tadi. Jadi terpaksa dia yang membawa kayu tiga kali berat
badannya. Walaupun begitu ternyata dia sanggup membawa beban berat tersebut,
memang luar biasa kekuatan seekor semut merah. Walaupun semut perempuan
sekalipun, meskipun itu awal pertama kalinya dia mengangkat beban yang berat.
Akan tetapi itu tidak terlalu menjadi masalah baginya. Karena kekuatan semua
semut memanglah kuat.
Selama ini ejekkan dari teman-temannya
yang datang bertubi-tubi, dia tetap semangat dan membuktikan kepada mereka
bahwa seorang perempuan bukannya hanya bekerja di dapur saja. Akan tetapi juga
bisa bekerja yang lainnya, inilah yang yang disebut dengan emansipasi wanita yang
telah diungkapkan oleh R.A Kartini dulu. Dia adalah Kartini pada zaman sekarang
bukan Kartika pada zaman dulu, dia mencoba membuktikan semua itu kepada semua
orang.
Dalam segi belajar sekalipun dia
membuktikan bahwa dia juga bisa mendapatkan juara I. Akhirnya semua itu
terbukti bahwa dia bisa melebihi laki-laki sekalipun, baik dalam masalah
kepintaran dan masalah yang lain juga bisa ia tangani. Semua teman-temannya
hanya mengacungkan kedua jempolnya kepada Nurimah.
“Nurimah, kamu memang hebat tidak
salah kamu meminjam buku itu di perpustakaan seminggu yang lalu,” sambil
bersalaman.
“Terima kasih, Van. Aku hanya ingin
menunjukkan kepada setiap perempuan bahwa kaum perempuan juga bisa melebihi apa
yang dimiliki seorang laki-laki,” dengan suara bersemangat.
“Serius, Nurimah memang Kartini-nya
zaman sekarang yang jauh lebih modern dan jauh lebih mempunyai pemikiran yang
luar biasa hebatnya. Maafkan kami yang salah sangka kepadamu ?” sambil
menundukkan kepala.
“Sekali lagi terima kasih atas semua
pujianmu Van, aku sudah lama memaafkanmu dan juga teman-temanmu saat itu. Dengan
itu aku sadar bahwa seekor semut perempuan juga bisa. O...iya aku harus
mempersiapkan beberapa karangan bunga untuk Ibuku nantinya.”
“Buat apaan Nurimah ?”
“Kamu ingat sekarang tanggal berapa ?”
“Tahu, tanggal 21 April. Memangnya
kenapa Nurimah ?” terlihat wajah penasaran diwajahnya.
“Masih belum tahu juga ya Van, baiklah
aku akan mempersiapkan karangan bunga spesial untuk Ibuku. Sebelum Ibuku pulang
nantinya, hari ini adalah hari Kartini atau hari lahirnya emansipasi perempuan.
You know ?”
“O...iya aku juga lupa ternyata
sekarang hari Kartini ya.”
“Ok, aku harus buru-buru sebelum Ibuku
pulang,” sambil berjalan meninggalkan temannya.
Beberapa saat dia berjalan ke toko
bunga dan membeli beberapa bunga dan bebarapa peralatan lainnya di toko itu. Di
rumah dia memcoba merangkai beberapa bunga dan memberinya plastik agar terlihat
indah dan cantik. Tanpa terasa matahari telah pulang keperaduannya dan sedikit
demi sedikit cahaya merah mulai terlihat. Langit semakin gelap dan mulai
menyelimuti alam. Akhirnya Nurimah berhasil juga menyelesaikan karangan bunga
dan siap untuk memberikan karangan bunga itu kepada Ibunya.
Dia telah mempersiapkan makan malam
untuk Ayah, Ibu, dan Kakaknya. Semua makanan dan yang lainnya telah tersedia di
atas meja makan tanpa kurang sedikitpun. Beberapa saat menunggu akhirnya Ayah
dan Ibunya menyetuk pintu dari luar, setelah Nurimah membukakan pintu dan
menyalami kedua orang tuanya dan terlihat letih. Akan tetapi melihat anaknya
seketika rasa letih itu hilang dan senyuman manis memancar dikedua wajah orang
tuanya.
Sambil menunggu beberapa saat kedua
orang tuanya, Nurimah mencoba berceritakan kejadian yang dialaminya tadi di
sekolah dan hari-harinya yang penuh dengan ejekkan berubah dengan sanjungan dan
pujian. Kakaknya hanya tersenyum dan mencoba memberikan semangat kepada Adiknya
agar lebih baik lagi dari pada hari sebelumnya.
Akhirnya semua sudah mengambil posisi
makan ditempat masing-masing. Seperti biasa Ibu memulai dengan mengambilkan
nasi untuk Ayah. Setelah itu baru giliran kami dan kami makan dengan lahapnya.
Apalagi seharian ini Ayah dan Ibu bekerja pasti lelah dan capek, makanya
Nurimah sengaja membuatkan yang lebih istimewa dari hari-hari biasanya.
Beberapa menit makan malam dan semua telah selesai dan seperti biasa giliran
Ibu dan Nurimah membersihkan meja makan.
“Kelihatannya Ibu merasa hal yang
tidak biasa dari hari-hari sebelumnya, apakah yang terjadi Imah ?” tanya
Ibunya.
“Iya Bu, hari ini adalah hari yang
sangat spesial bagi Ibu karena hari ini bertepatan dengan tanggal 21 April.
Maka, “Selamat hari Ibu, Bu...,” sambil mengulurkan karangan bunga ke depan
Ibunya dan tersenyum lebar.”
“Terima kasih ya Nak, Ibu tidak
mengangka akan ada karangan bunga buat Ibu hari ini,” Sambil mengambil dan
mencium kening anaknya.
Semua yang ada disana merasa terharu
dengan moment spesial tersebut dan merasakan kehangatan yang luar biasa
dalam rumah tangga tersebut. Walaupun hanya kecil yang dilakukannya, akan
tetapi hal yang kecil akan menjadi luar biasa jika dilakukan dengan sepenuh
hati dan waktu yang tepat
.
0 komentar:
Posting Komentar