Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Rabu, 08 Februari 2017

MENUJU JALANMU

Share

Gambar : Menuju Jalan yang Lurus.


Kehidupan yang serba sulit dan kekurangan ekonomi sering membuat orang menyerah dengan hal-hal seperti itu. Namun ada juga orang yang justru kelemahannya itu menjadi senjadikan mereka untuk terus maju dan semangat dalam mencapai cita-cita mereka. Bahkan ada juga orang yang rela bekerja setiap hari demi mencari uang dan dapat membiyai sekolah serta kebutuhannya setiap hari. Walaupun jauh dari orang tua Irvan tidak pernah memintak dikirimkan uang atau sebagainya. Dia hanya memenuhi kebutuhan hidupnya dari keringatnya sendiri sebagai seorang gharin di salah satu mushalla. Namun bukan hanya itu pekerjaan yang dilakukannya masih ada pekerjaan sampingannya yaitu sebagai service listrik dan juga service handphone.

“Mengapa jarang sekali pulang Van ?” sapa Ibunya ketika sampai di rumah.
“Ada pekerjaan yang harus diselesaikan Bu dan juga tugas kuliah yang banyak juga,” jawab Irvan.
Tidak ada komentar dari Ibunya dan hanya ada anggukan kecil dari Ibunya.
“Sudah makan Van ?”
“Nanti sajalah Bu ?”
Hanya sesekali perbincangan mereka di rumah. Ibunya juga jarang sekali bertemu dengannya karena jika Ibunya tidak ke rumah berarti dia tidak pernah bertemu dengan Ibunya. Karena Ibunya tinggal di salah satu mushalla juga yang lumayan jauh dari rumahnya. Sejak Ibunya menikah lagi dia memang sudah menetap di mushalla itu dengan suaminya. Mungkin Irvan yang sudah biasa tinggal jauh dari orang tua tidak begitu peduli dengan hal seperti itu. Bahkan dia lebih bebas lagi dan merasa nyaman tinggal di mushallanya daripada di rumah. Walaupun tidak mempunyai uang sama sekali namun entah kenapa rasa nyaman itulah yang membuatnya betah tinggal di mushalla itu. Bahkan jika Irvan pergi kemana saja jarang sekali mintak izin kepada orang tuanya. Bukan hanya itu pulang malam dan tidak pulang beberapa hari pun tidak masalah baginya. Karena memang dia merasa hidupnya sendiri dan jarang sekali perhatian dari orang tuanya dia dapatkan. Walaupun demikian dia tidak pernah merasa marah dan dendam dengan hal seperti itu.
Setiap hari dia menghabiskan hari-harinya di kampus pergi pagi dan pulang ketika matahari mulai kembali keperaduannya. Begitulah setiap hari walaupun biaya kehidupan yang begitu besar dan biaya minyak motornya setiap harinya. Namun dengan pertolongan dan kasih sayang Allah Swt dia tidak pernah kehabisan uang dan bahkan segala peralatan elektronik sangat lengkap di mushallanya. Semua itu bukan pemberian pengurus mushalla itu akan tetapi uang hasil keringatnya sendiri dari hasil menabungnya.
“Apa rencanamu setelah tamat kuliah ini Van ?” tanya Bang Il.
“Yang jelas setelah tamat kuliah aku akan pergi dan mencari pekerjaan yang baik di luar kampung halamanku sendiri Bang. Iya sejauh kaki melangkah,” jelasnya.
Sebenarnya hal yang paling mendorong untuk pergi merantau adalah karena dia tidak ingin membuat sudah orang lain susah dengan kehadirannya di tengah-tengah keluarganya. Dia merasa dengan adanya kehadirannya membuat orang tuanya semakin sulit untuk memenuhi kebutuhannya dan bahkkan meresakan orang lain. Makanya dia ingin pergi melihat indahnya daerah orang lain, selain itu dia juga jarang sekali dan bisa dikatakan belum pernah keluar dari kampung halamannya sendiri. Dia terus berpikir bagaimana daerah orang lain rasanya dan kerasnya kehidupan disana. Itulah yang akan dia rasakan, walaupun hidup jauh dari orang tua dan saudara-saudaranya di kampung halaman.
“Itu lebih baik Van karena jika di kampung tidak ada gunanya kuliah dan tidak ada gunanya ijazahmu itu. Miungkin akan menjadi bantalan tidurmu jika terus di kampung. Memang jika ingin sukses tinggalkan kampung halaman dan carilah kehidupan baru di tempat orang lain,” mencoba menjelaskan.
“Iya Bang, mungkin karena itulah alasan saya satu-satunya untuk pergi merantau.”
Hari demi hari berjalan, masa perkulihan yang sudah diambang pintu keluar dan akan memasuki dunia kerja. Dengan pinjaman motor dari Kak Mursal kepadanya dia terus mengunakan motor itu untuk pergi dan pulang ke mushalla. Dengan adanya motor itu dia bisa berhemat dengan ongkos-ongkos yang dikeluarkan. Memang Irvan tidak pernah takut dalam hal apa saja termasuk jika nyawanya akan diambil Allah sebagai pemilik nyawa itu. Setiap sisi dalam mengendarai motor menjadi maut bahkan pelan dan cepatpun akan menjadi maut. Jika tidak menabrak orang lain, maka kita yang akan ditabrak orang lain. Begitulah resiko orang berkendaraan dan ajal tidak pernah kita tahu, yang tahu hanyalah Allah Swt.
“Hanya satu prinsipnya dalam berkendaraan yaitu jika aku harus kecelakaan jangan Engkau memberikan orang lain menjadi repot dengan kecelakaan itu dan membuat orang lain terbebani. Akan tetapi lakukanlah apa yang Kau inginkan dengan langsung mengambil nyawaku daripada aku harus menderita,” pikir Irvan dalam hati.
Walaupun dengan kecepatan tinggi pun Irvan mengendaraan sepeda motornya dia hanya terus bertekat dengan satu prinsipnya dan selalu mengingat-Nya tentunya. Masa-masa kuliahnya hampir mendekati hari dimana akan diadakannya resmian kelulusan mahasiswa yang sudah menamatkan studinya dengan wisuda.
Setelah senerima ijazahnya di sebuah perguruan tinggi, Irvan sudah tidak sabar untuk melanjutkan langkahnya ke dunia kerja dan menikmati indahnya daerah orang lain. Memang dalam mencapai sebuah kesuksesan itu harus dibarengai dengan usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras. Selain itu jangan lupa berdoa tanpa bosan-bosanya kepada Allah Swt dan mendekatkan diri kita kepada-Nya. Maka insya Allah, Allah akan menuntun kita kepada jalan yang lebih baik. Serta jika kita terus mengingat-Nya maka Dia juga akan terus mengingatkan kita. Susah, senang dan sedih laluilah dengan terus mendekatkan diri kita kepada-Nya dan jangan pernah menyerah dengan tantangan, rintangan dan masalah yang kita hadapi. Sesungguhnya dibalik setiap kejadian itu akan ada susuatu hal yang tidak pernah kita bayangkan dan hikmah yang diberikan Allah kepada hambanya.

0 komentar:

Posting Komentar