Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Minggu, 19 Maret 2017

TERIMAKASIH CINTA - Irsal H

Share
Gambar : Coverd Cerbung 'TC'



 “Sudah empat tahun lebih aku selalu menunggu untuk dirinya, namun sampai hari ini harapan itu tidak kunjung ada,” ucap Irvan sambil terlihat sedih.
“Sampai kapan kamu harus menunggunya ? Cobalah untuk move on Van, masih banyak yang lebih daripada Dia. Sadar lah Van,” balas Kak Rini.
“Sudah berulang kali aku selalu berharap bisa melupakannya Kak, namun bayangannya selalu ada dan berdatangan dalam pikiranku. Entahlah Kak,” dengan wajah putus asa.

Sore itu Irvan mengungkapkan semua apa yang dirasakannya kepada Kakak angkatnya, walaupun baru kenal tapi entah kenapa ada perasaan yang nyaman saat didekatnya. Meskipun kenyaman itu hanya sebatas Kakak-Adik di rantau orang yang jauh dari kampung halaman. Menjalani kehidupan di daerah orang lain tidak semudah yang kita bayangkan dengan kehidupan di kampung halaman. Menjalin hubungan silaturahmi dengan orang sekampung sangat perlu dan juga menambah teman.
Hari yang semakin sore di tempat ayunan dekat rumah, Irvan mengenang kisahnya dengan sahabatnya yang dulunya memang mantannya. Kak Rini yang duduk didepannya hanya mendengarkan dengan seksana setiap kata-kata yang disampaikan Irvan sore itu dan mulai bercerita.
Setelah selesai kerja Sabtu siang, Irvan pergi ke Stasiun Kiara Condong-Bandung untuk memesan tiket ke Tanggerang-Jakarta Selatan. Janji yang sudah terucap untuk bertemu dengan sahabat lama dan untuk pembahasan yang penting buatnya di masa yang akan datang. Walaupun jalanan yang sedikit macet menuju stasiun utara, namun tidak semacet Kota Jakarta. Walaupun orang bilang Kota Bandung itu udaranya dingin namun tetap saja udaranya panas. Selain itu Kota Bandung ini juga dikenal dengan Kota Kembang karena curah hujannya yang sangat tinggi dan bisa menumbuhkan apa saja. Bukan hanya itu orang-orangnya juga terkenal ramah dan sopan serta tutur katanya yang lembut.
Pukul delapan tiga puluh Irvan sudah berada di Stasiun Kircon (Kiara Condong) dan memesan tiket disana. Namun harus menunggu kereta api jam sembilan untuk bisa ke Tanggerang. Dengan tiket ekonomi yang sudah dipesan Irvan dengan kereta Serayu Pagi jurusan Jakarta. Untuk menempuh Bandung-Jakarta butuh waktu lebih kurang tiga jam diatas kereta api dan itu belum sampai di Tanggerang. Selama dalam perjalanan Irvan terus memandang indahnya perbukitan yang indah, persawahan, jalanan yang berliku-liku seperti ular dan sebagainya. Sekitar jam dua belas lewat kereta api yang ditumpangi Irvan sampai juga di Stasiun Jatinegara-Jakarta.
Irvan harus membeli tiket kereta KRL (Kereta Rel Listrik) ke Tanggerang, namun harus transit dulu di Tanah Abang dan baru turun ke Jurang Mangu-Tanggerang. Walaupun berdesak-desakan naiknya, namun menjadi sesuatu hal yang menyenangkan bagi Irvan dalam perjalanannya untuk sampai ke tempat sahabatnya itu. Dengan jalur yang lumayan jauh dan menunggu kereta datang yang cukup lama, meskipun tidak macet dijalani Irvan dengan senang hati.
Namun sesampai di Jurang Mangu sudah menunjukkan pukul empat dan Irvan pergi menyempatkan shalat jamak disana sebelum menemui sahabatnya. Beberapa saat kemudian Irvan sudah selesai shalat dan terasa sengar kembali tubuhnya.
“Sudah dimana Van ?” pesan Vinda.
“Sudah sampai di Jurang Mangu Vinda,” balas Irvan.
“Turun tangga terus belok kiri arah ke jalan besar ya Van, Vinda tunggu disana.”
“Ok,” balasnya singkat.
Ternyata BJXchange (Bintaro Jaya Xchange) itu dekat dari Stasiun Jurang Mangu, hanya berjalan kurang lebih tiga menit sudah berada tepat didepannya. Dari kejauhan sudah terlihat Vinda dengan temannya Ririn. Namun Irvan sengaja membelok dan pura-pura tidak melihatnya.
“Hey....Van, mau kemana ?”  sapa Vinda.
“Ehh...Vinda ternyata,” dengan pura-pura terkejut.
“Gimana kabarnya Vinda ? Udah lama tidak ketemu,” sambil bersalaman dan juga dengan temannya.
“Alhamdulillah sehat seperti apa yang Van lihat, Van sendiri gimana ?”
“Alhamdulillah juga sehat Vinda, By the way kita mau ngobrol dimana enaknya ya Vinda ?”
“Ayo kita duduk didalam saja,” ajak Vinda.
Irvan hanya mengikuti Vinda dan Ririn dari belakang, lagipula ini baru pertama kali Irvan menginjakkan kakinya di Tanggerang ini. Melewati taman yang indah dan sebuah gedung yang sangat mewah yang akan kami tuju. Menaiki eskalator untuk sampai ke tingkat dua dan sore itu lumayan rame dengan pengunjung. Akhirnya Vinda mengajak untuk duduk di Solaria seperti kafe gitu. Namun makanan yang disana tidak ada yang Irvan tahu dan mahal-mahal semua. Akhirnya sore itu mereka hanya memesan minuman saja, karena makanannya banyak yang kosong juga.
Rasa senang bisa ketemu lagi dengan sahabat lama dan ingin mengutarakan sebuah niat baik untuk ke depannya. Awalnya hanya cerita masalah kerjaan dan pengalaman masing-masing yang sudah lama tidak bertemu. Namun pembiracaan mulai ditujukan Irvan atas niatnya dari Bandung untuk sampai ke Tanggerang.
“O...iya Vinda, sekarang kita ketemu begini ada yang marah nggak Vinda ?” ucap Irvan.
“Santai saja Van, nggak ada yang marah kok. Memangnya kenapa Van ?” tanya Vinda.
“Sebetulnya niat Van datang ke sini untuk mengetahui apakah Vinda sekarang ini sudah punya cowok atau tidak ? Disamping dengan niat yang lain juga,” mencoba menekan suaranya.
“Maafin Vinda Van, memang kita tidak bisa bersama lagi dan Vinda mencoba mencari jalan sendiri. Lagipula Vinda sudah ada cowok dan sudah lama juga Van,” Vinda mencoba menjelaskan.
“Memang itu yang perlu Van tahu Vinda, karena Van tidak ingin memendang rasa ini terlalu lama dan ingin menunggu jawaban ini dari Vinda. Memang kita dari dulu tidak pernah cocok dan kita memang sudah sewajarnya mencari jalan masing-masing,” dengan sedikit kecewa namun tidak diperlihatkan Irvan.
Padahal niat Irvan dari rumah untuk membicarakan tentang masa depannya dengan Vinda, jika dia masih sendiri. Namun takdir berkata lain dan mereka mungkin tidak jodoh dan dari dulu ketika Irvan minta balikan Vindanya menolak serta sebaliknya. Begitulah kisah asmara Irvan dari dulu sampai hari ini dengan Vinda. Irvan entah kenapa menunggu harapan yang tidak jelas selama ini dari orang yang tidak pernah mengerti dengan perasaannya.
“Ternyata kita lebih cocok menjadi sahabat daripada menjalin ikatan ya Vinda,” ucap Irvan.
“Kita akan selalu bersahabat kok Van,” dengan sedikit tersenyum.
“O...iya, Van ada oleh-oleh dari Bandung buat Vinda. Semoga Vinda suka,” sambil memberikan sebuah kantong plastik.
“Terimakasih banyak ya Van, semoga sukses selalu.”
“Amien, sama-sama Vinda.”
Sore itu Irvan berpamitan kepada Vinda dan Rini, pukul lima tiga puluh untuk menuju Cakung-Jakarta Timur. Tempat kerja Irvan di kantor pusat dan teman-teman Irvan banyak disana dengan naik kereta api KRL dan nantinya turun di Stasiun Cakung. Namun untuk sampai ke kantor naik Gojek lagi dan sekitar pukul delapan kurang Irvan sampai disana.
                       
                                                            ***

Lantunan suara azan Magrib mengakhiri cerita Irvan dan mulai menelusuri jalanan kantor untuk melaksanakan panggilan shalat. Walaupun Irvan dan Kak Rini sering bersama namun tidak ada hubungan spesial diantara mereka, hanya teman di perantauan saja. Irvan sering berpikiran buruk tentang Pemilik Jagat Raya ini, “kenapa kisah cintanya begitu menyedihkan dan tidak mampu menemukan cinta sejatinya.” Hanya curhatan dengan sebuah alat kecil yang bisa disampaikannya tanpa adanya reaksi darinya, namun Irvan senang setiap kali selesai mengutarakan semua isi hatinya dan apa yang dirasakannya.

Hari-hari yang dilaluinya sejak cinta terakhirnya yang begitu menyedihkan dan sedikit trauma dengan apa yang diterimanya sebagai seorang laki-laki. Namun Irvan ingat sebuah kata-kata pituah dari orang tua yaitu :”Jika tidak mau terbakar, maka jangan bermain api. Jika tidak mau basah, jangan bermain air dan jika kamu tidak ingin sakit hati, maka jangan pernah bermain cinta.” Namun tidak bisa dipungkiri juga ada juga pituah orang tua yang begitu indah tentang cinta yaitu : “Hidup dengan seni menjadi lebih berwarna, hidup dengan ilmu menjadi lebih mudah, hidup dengan cinta menjadi lebih indah dan hidup dengan iman menjadi lebih terarah.”
Rumitnya perjalanan hidup dan kisah cintanya yang begitu memilukan hati Irvan, membuatnya tidak ingin memberikan cinta kepada sembarang orang. Memang orang yang layak untuk dicintai dan disayangilah yang harus dia berikan. Terkadang Irvan sering menyesali hidupnya yang tidak seperti orang lain kesana kemari ada yang menemaninya, namun tidak baginya. Bahkan malam minggu yang biasanya dihabiskan waktu untuk apel dengan pasangannya oleh kebanyakan orang, namun tidak dengan Irvan yang lebih menghabiskan waktunya bersama sahabat-sahabatnya dan adik-adiknya di asrama. Malam minggu tidak ada bedanya baginya, semuanya sama dan setiap malam selalu ada yang dilakukan Irvan mencari kesibukan yang bisa membuat dirinya merenungi yang tidak mungkin. Namun Irvan yakin dan percaya bahwa sebaik-baik rencana manusia tidak lebih baik dan lebih indah dari rencana Allah Swt. Irvan yakin dan percaya bahwa “orang yang baik juga akan mendapatkan orang yang baik dan sebaliknya, orang yang buruk akan mendapatkan oran buruk juga tingkahnya.” Hanya terus memperbaiki diri, berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa itulah yang terus dilakukan Irvan.
Sejak meninggalkan kampungnya dan pergi ke rantau orang lain, agar semua kisah masa lalunya hilang. Kalau masih di kampung dan setiap kenangannya selalu berdatangan di setiap tempat yang menjadi dirinya sangat sedih. Irvan berharap semoga ada obat yang ditemukan di rantau orang yang bisa mengobati rasa sakit di masa lalunya dan bisa membuang habis setiap serpihan-serpihan luka yang masih ada.
Sejak berada di kota metropolitan yang tidak pernah dipikirkan Irvan untuk sampai kesana. Namun Irvan bersyukur dan apa yang telah diberikan Allah kepadanya dan menemukan kembali jalan yang seharusnya dilaluinya. Setiap weekend Irvan selalu mencoba menikmati hidupnya dengan jalan bersama Kak Rini dan Kak Zulda untuk pergi ke tugu pahlawan di Ibukota Jakarta yang menjadi iconnya Indonesia yaitu Tugu Monumen Nasional atau Monas.
“Maaf Kak, aku ikuti dari belakang saja ya soalnya nggak tahu jalan,” ucap Irvan kepada Kak Rini.
“Oke Van,” jawabnya.
Dalam perjalanan yang sudah hampir sampai Irvan kemalangan ban motornya terkena ranjau jalanan ibukota. Kak Rini dan Kak Zulda sudah jauh dan tidak terdengar lagi Irvan sudah beberapa mengklasonnya untuk berhenti. Akhirnya Irvan menelponnya untuk menunggu didalam pekarangan Monas. Setelah mendorong motor yang lumayan jauh dan cuaca yang panas membuat Irvan sedikit kesal. Namun sekitar satu jam kemudian Irvan akhirnya sampai juga didepan pekarangan Monas dan membelikan makanan serta air pesanan Kak Rini dan Kak Zulda.
“Maaf Kak kelamaan, antrian dulu tambal bannya,” ucap Irvan.
“Iyaa nggak apa-apa Van, mana airnya ?” ucap Kak Zulda.
“Ini Kak, ada roti juga buat mengganjal perut,” sambil menyerahkan kantong plastik hitam.
Akhirnya kami berjalan dan istirahat sambil mengambil beberapa kali jempretan didepan Tugu Monas itu. Namun Irvan merasa biasa saja rasanya disana dan tidak ada yang spesial saat melihat Tugu Monas itu, walaupun banyak orang yang ingin menyaksikkan dan melihatnya langsung.
“Sama saja lihat Jam Gadang di Bukittinggi ya Kak, tidak ada yang spesial dan hanya melihat tembok tinggi menjulang tinggi saja,” ucap Irvan.
“Ya iyalah Van, kalau orang lain melihat Jam Gadang juga mikirnya kayak gitu. Hanya memandang tembok doang,” jawab Kak Zulda.
Akhirnya kami bertiga tertawa bersama dan Irvan menjadi fotografer mereka untuk perjalanan sore ini. Walaupun sempat terpikirkan buat Irvan untuk tidak bisa sampai ke sini dan ujung-ujung bisa sampai juga. Hari yang semakin sore, tidak mengurangi para pengunjung yang berdatangan dari segala penjuru. Namun kami meyempatkan diri untuk shalat Magrib yang ada didekat parkiran kendaraan.
Air wuduk membuat segar tubuh kembali dan karena belum makan dari siang, akhirnya Kak Rini mengajak untuk makan bakso dulu. Namun tempatnya lumayan jauh dan Irvan tidak tahu jalanan mana yang dilewatinya karena hanya mengikuti Kak Rini didepannya. Satu jam berjalan baru sampai di tempat lokasi dan setelah memarkirkan motor disamping penjual bakso.
Ngapain jauh-jauh untuk makan bakso saja Kak ? Padahal yang dekat banyak kok,” ucap Irvan.
“Ini baksonya terkenal Van dan banyak yang beli disini,” jawab Kak Rini.
“Tapi iya juga sih Rin, ngapain jauh-jauh untuk makan bakso saja,” tambah Kak Zulda.
Nggak apa-apa sekali-sekali Kakak,” sambil tertawa kecil.
Tidak berapa lama kemudian bakso yang dipesan pun datang dan perut yang lapar tidak perlu menunggu dingin. Setelah perut terasa kenyang, Kak Rini yang mau ke tempat familinya berpamitan dan memberikan petunjuk jalan pulang. Namun sayang, tetap saja nyasar. Namanya jalan yang banyak persimpangan membuat Irvan bingung, lagipula dia baru pertama kali ini berjalan di kota besar ini. Ujung-ujungnya Kak Rini yang menjadi petunjuk arahnya melalui telpon.
Sekitar jam sembilan kurang akhirnya Kak Zulda Irvan sampai di Cakung-Jakarta Timur. Karena gerah dan berkeringat serta jalanan kota yang sangat macet membuat Irvan tidak nyaman kalau tidak mandi. Namun setelah mandi Irvan meyempatkan diri untuk bermain game bola dengan Bang Muis dan Bang Wendra.

                                                ***

Irvan yang bertekat untuk melupakan orang yang selama ini tidak pernah menanggapi perasaaannya, meskipun sudah berulang kali disampaikannya. Namun inilah takdir yang Irvan jalani dan kisah asmaranya tidak semudah yang ada dalam imajinasinya. Sedikit demi sedikit Irvan mencoba membuka hatinya untuk menemukan orang yang benar-benar sayang dan mencintainya apa adanya. Walaupun Irvan memiiki banyak teman-teman wanita yang selama ini menjadi teman biasanya, namun dia tidak pernah berniat untuk menjadikannya pacar. Namun kali ini Irvan benar-benar mencari seorang yang bukan hanya sebagai penyejuk hati tapi pendamping hidupnya.
Hari-hari yang dilalui Irvan tanpa ada yang menganggu pikirannya dan tidak ada yang melarangnya kemanapun dia mau. Walaupun hanya beberapa minggu bekerja disini, namun Irvan menemukan teman-teman yang baik dan bisa membuatnya senang. Memang sudah waktunya buat Irvan untuk mencari jalan yang baru untuk bisa melupakan orang yang selama ini diharapkannya. Meskipun jalan itu berat, namun Irvan bertekat untuk bisa berjalan dan mencari jati dirinya yang sudah lama hilang. Namun entah kapan dia bisa menemukan jalan itu kembali dan sampai hari ini sedikit demi sedikit dia sudah bisa melupakan masa lalunya.
Memang hidup itu butuh pengorbanan dan perjuangan yang hebat untuk bisa tersenyum dipenghujung jalan itu. Namun dibalik orang-orang yang sukses selalu ada wanita yang selalu setia menemaninya untuk sampai  ke puncak kesuksesan itu. Manusia mana yang bisa hidup tanpa ada orang-orang yang bisa membantunya, bahkan manusia normal juga memiliki hasrat untuk memiliki pasangan hidupnya untuk bisa menikmati hidup ini dan mengarahkannya ke jalan yang benar. Semakin hari Irvan berpikir dan mencoba mengatasi masalah yang besar dalam hidupnya dan menjadi batu besar yang menghalangi pikirannya selama ini. Maka Irvan mencoba memecahkan batu besar yang menjadi pikirannya selama ini dengan semakin banyak berbagi rasa bahagia dengan orang lain, meskipun itu sulit.
Hati yang sudah berantakkan memang susah untuk kembali seperti semula, namun dengan banyak melakukan kebaikan dan mampu membuat orang-orang disekitarnya merasa senang dan nyaman dengan kehadirannya. Itulah yang bisa Irvan lakukan agar orang lain tidak begitu tahu apa yang dirasakan, meskipun diluar tetap mencoba tersenyum. Memang penderitaan hidup yang Irvan jalani selama ini sudah membuatnya semakin tahu bagaimana rasanya disakiti dan menyakiti, tapi justru masa lalunya itu membuatnya mengerti arti kehidupan itu yang sebenarnya. Memang benar kata sebagian orang, ‘hidup adalah masalah tujuan hidup untuk menyelesaikan masalah.’ Tidak ada kehidupan itu yang berjalan lancar-lancar terus, terkadang ada tanjakan, bebatuan, jalanan yang berlobang, dan bahkan kerikil-kerikil kecil yang bisa membuat orang terjatuh setiap saat. Namun jika memang tidak ingin ada masalah dalam kehidupan ini memang tempatnya hanyalah satu yaitu “kuburan.” Disana orang-orang yang sudah meninggal tidak pernah ada lagi permasalahannya diatas dunia ini, namun permasahalan akhiratlah yang akan menunggunya.
Selama ini sudah cukup lama dia merasakan kesendirian dalam hidupnya dan merasa kesepian dengan semua itu. Malam-malamnya terasa sepi dan hari-harinya terasa hanya ada satu warna dalam hidupnya. Kini saatnya untuk merubah pola pikirnya untuk mencoba mencari jalan hidupnya yang sebenarnya, bukan terus berharap mengemis cinta kepada orang yang tidak menyayanginya. Cinta yang selama ini Irvan idam-idamkan entah dimana berada dan entah kapan cinta itu benar-benar nyata dalam genggamannya. Hanya terus berusaha dan memperbaki diri serta terus melakukan perbuatan baik. Itulah yang bisa Irvan lakukan dan agar Allah memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapinya.
Sabtu sore Kak  Zulda menginap di tempat temannya dan seperti biasa suasana kantor itu membuat gerah. Namun Kak Rini memiliki ide cemerlang dan berencana untuk mengajak Irvan jalan-jalan nanti sore sehabis jam kerja. Tanpa banyak basa-basi Irvan menyetujui ajakan Kak Rini karena sejujurnya Irvan juga suntuk dan bosan di kantor terus. Apalagi pekerjaan yang banyak dan membuat stres kalau tidak ada refreshing-nya.
Setelah mandi dan bersiap-siap untuk pergi jalan bersama Kak Rini, Irvan menunggu ruang kerja bawah tempat bekerja sehari-hari. Namun beberapa menit kemudian Kak Rini turun dan sudah siap untuk berangkat. Kebetulan kami berangkat dengan motor Kak Rini dan sudah punya pribadinya, jadi tidak akan ada yang akan mengganggu selama perjalanan itu.
“Cie...cie, mau kemana sama Mbak Rini, Van ?” kepo Mbak Nurul.
“Ada deh Mbak,” dengan sedikit tersenyum.
“Hati-hati yaa,” ucap Mbak Nurul.
“Ok Mbak,” balas Irvan sambil berjalan keluar.
Irvan yang membawa motor dan Kak Rini duduk dibelakang, walaupun hanya sebatas teman di perantauan namun tidak pernah ada mengurangai rasa ceria keduanya. Ternyata Irvan dan Kak Rini akan pergi ke Kota Tua di Ibukota dekat Monumen Nasional (Monas). Namanya kota Jakarta sangat macet dan butuh waktu lama untuk sampai ke tempat tujuan.
“Rasanya haus Kakak Van, nanti beli air yuk,” ucap Kak Rini saat kereta api lewat dan harus berhenti sejenak.
“Ok Kak,” jawab Irvan.
Namun berhentinya cukup lama juga dan Irvan mencoba mengamati sekeliling ternyata ada warung kecil didekat trotoar. Irvan membeli minuman teh pucuk dan memberikannya kepada Kak Rini.
“Makasih ya Van,” ucap Kak Rini.
“Iya Kak,” jawab Irvan sambil membawa motor.
Namun baru setengah perjalanan hujan membasahi bumi  dan semakin lama semakin lebat. Akhirnya Irvan dan Kak Rini mencari tempat berteduh di warung pinggiran jalan yang sudah tutup. Hujan malam minggu itu lumayan lama dan belum juga reda, hanya beberapa obrolan dengan Kak Rini membuat waktu tidak begitu terasa lama. Namun tiba-tiba Irvan memcoba melemparkan pertanyaan kepada Kak Rini yang berdiri disampingnya.
“Coba tebak Kak, tiga kata yang sangat disukai wanita ? Ayo apa ?” tanya Irvan.
Beberapa detik Kak Rini berpikir keras dan mencoba berpikir.
“Bahagia, uang dan cinta,” jawab Kak Rini.
“Anda belum beruntung coba lagi,” ucap Irvan sambil tersenyum kecil.
Kak Rini mencoba berpikir kembali dan beberapa saat kemudian.
I miss you,” tebak Kak Rini lagi.
“Sedikit lagi Kak, tapi sayang masih salah,” ucap Irvan.
“Salah lagi, apa sih Van ?” dengan penasaran.
“Masa sih Kakak nggak tahu, padahal Kakak perempuan. Mestinya tahu dunk,” ledek Irvan.
“Seriuzzz Kakak nggak tahu Van,” dengan wajah kesal.
Iyaa deh Kak, berarti udah dingin yaa ? Udah menyerah ?” mencoba memastikan.
Iyaa Van,” dengan sedikit kesal.
“Ok Kak, tiga kata yang paling disukai wanita adalah pertama ‘saya’ ....”
“Ada kan Van satu tebakan Kakak benar,” memotong pembicaraan Irvan.
“Yang mana Kak,” dengan penasaran.
“Itu kata ‘I’ dalam bahasa indonesia kan artinya saya,” ucap Kak Rini dengan bangganya.
“Iya sih Kak tapi cuman itu aja Kak, yang tepatnya ‘saya terima nikahnya,’ siapa pun wanita itu pasti suka mendengarkan kata-kata itu tanpa terkecuali,” ucap Irvan.
“Iya juga ya Van,” balas Kak Rini.
Hujan yang mulai reda dan kami melanjutkan perjalanan ke Kota Tua dan beberapa menit kemudian kami sampai juga. Malam Minggu memang lebih banyak pengunjung dibandingkan dengan malam-malam lain. Bahkan bukan hanya anak-anak, remaja dan orang dewasa berdatangan ke tempat ini. Bukan hanya dari golongan manusia dan juga dari berbagai macam makhluk gaib pun ikut ambil alih dan sudah memesan tempat-tempat dipinggiran jalan seperti : Hantu Sundal Bolong, Pocong, Drakula, Suster Ngesot dan yang paling seram sekalipun ikut berdatangan ke sini termasuk para bidadari yang ikut meramaikannya.
“Woww...rame banget Kak ?” ucap Irvan.
“Iya Van, apalagi kalau malam Minggu,” balas Kak Rini.
“Itu para dedemit kayaknya absen suting film malam ini dan sengaja mengambil tempat disini ya Kak ?” ucap Irvan sambil tertawa kecil.
“Hehehe, ada-ada saja. Bisa jadi Van.”
Bahkan sesampai di tengah-tengah lapangan Kota Tua sudah dipadati ribuan orang yang membanjiri setiap tempat. Namun ada musik yang terdengar diujung bangunan Kota Tua itu dan ada beberapa anak dengan baju perguruannya berwarna hitam dari silat Betawi diikuti alunan musik. Sungguh banyak yang menyaksikan pertunjukkan itu dan kami sengaja berkeliling dulu untuk mengamati setiap tempat disana.
“Van temanin ke swalayan bentar yaa ? Kakak mau beli makanan,” ucap Kak Rini.
“Iya Kak,” jawab Irvan.

Kak Rini membeli beberapa roti dan kami menikmati malam Minggu sambil makan roti didepan Kota Tua. Walaupun hanya sebagai teman biasa namun tidak harus pergi malam Minggu dengan pacar juga. Bahkan teman juga bisa diajak malam Minggu seperti yang Irvan dan Kak Rini lakukan saat ini. Suasana di tempat ini sungguh nyaman tapi kebanyakan yang datang dan memanfaatkan malam Minggu disini para muda-mudi dengan gandengannya.
“Disini lebih nyaman ya Van daripada di kantor,” ucap Kak Rini.
“Iya Kak,” balas Irvan.
Beberapa menit menikmati suasana Kota Tua dan malam Minggu disana, akhirnya Irvan dan Kak Rini pulang sekitar jam sembilan kurang. Sampai di kantor sudah pukul setengah sepuluh dan Kak Rini langsung merebahkan dirinya di kamar. Sedangkan Irvan mencoba ngobrol dengan Bang Muis yang dari tadi nonton di komputernya.
Tempat favorit bagi Irvan dan Kak Rini adalah sebuah tempat yang sejuk dan memberikan rasa nyaman ketika duduk disana yaitu ‘ayunan.’ Yang tidak jauh dari kantor dan berada dipinggiran jalan, setiap kali selesai kerja atau malam setelah shalat magrib. Berada berlama-lama disana ada sesuatu yang sangat nikmat bagi Irvan dan Kak Rini. Selain menjadi tempat curhat antara Irvan dan Kak Rini juga menjadi tempat yang selalu dirindukan Irvan meskipun hanya berada sebentar saja disana. Tapi entah apa yang membuat Irvan dan Kak Rini betah disana dan tidak ada kaitannya dengan perasaan yang lain. Hanya mencoba keluar dari ruangan yang pengap dan penuh dengan stress.
Namun disisi lain teman-teman kerja Irvan dan Kak Rini sering menyalah artikan tentang kedekatan mereka. Meskipun hanya sebagai teman biasa namun orang lain memandangnya seperti orang pacaran, namun mereka memang tidak ada perasaan itu pada diri mereka. Bahkan Irvan sering juga curhat sama Kak Rini di ruangan TV di lantai dua mess kantor.
Seiring berjalannya waktu akhirnya Irvan dipindahkan ke Bandung dan Kak Rini dipindahkan ke Pekanbaru. Jarak yang sangat jauh antara Irvan dan Kak Rini untuk saling bertemu lagi, namun dengan bantuan handphone Irvan dan Kak Winda tetap sering menjalin komunikasi meskipun hanya sebatas teman curhat dan menghilangkan stres pekerjaan yang merepotkan.
Dalam kegelapan malam Irvan merenungi apa yang selalu mengganjal dalam pikirannya beberapa pekan terakhir ini. Meskipun orang yang selama ini ditunggu-tunggu tidak pernah menghiraukan perasaannya itu.
“Apakah aku masih mengharapkan orang yang selama ini tidak pernah mengingatku ?” pikirnya dalam hati.
“Atau aku merasakan kehilangan orang yang selama ini menjadi teman curhatku, apakah aku benar-benar sayang kepadanya ? Atau hanya perasaan sesaat untuk mengobati hatiku yang lagi terluka ini ?” debatnya dalam hati.
Hari demi hari Irvan lewati dan terus berpikir keras dengan perasaannya itu, sejak berpisah dengan mantannya itu empat tahun lalu dan tidak pernah lagi menjalin ikatan dengan orang lain. Meskipun perasaannya sangat dalam untuk bisa mendapatkannya kembali, namun sayang takdir berkata lain. Orang yang selama ini ditunggu-tunggu Irvan sudah menjalin hubungan dengan orang lain, akhirnya Irvan sadar dan mencoba membuka hatinya untuk menemukan cinta sejati yang benar-benar menyayanginya apa adanya.
Seminggu berlalu dan mencoba shalat istiqora’ untuk memastikan kepada Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui segala isi hati yaitunya Allah Swt. Irvan mengadukan semua apa yang dirasakannya selama ini dan mencoba berdialog dengan Allah untuk memberikannya petunjuk dengan permasalahan yang selama ini mengganggu pikirannya.
Setelah mendapatkan jawaban dari Allah Swt dan tepat malam Minggu Irvan berencana untuk menelpon orang yang selama ini dirindukannya dalam diam.
“Malam Kak Rini,” sapa Irvan melalui telpon.
“Malam Irvan, gimana kabarnya Van ?” jawab Kak Rini.
“Alhamdulillah sehat Kak, Kak Rini gimana kabarnya ?”
“Alhamdulillah juga sehat Van.”
“Syukurlah Kak, by the way lagi sibuk nggak Kak ? Van Ganggu ya Kak ?”
Nggak kok Van, malahan Kakak senang lagi ada yang nemani.”
“Sejak Kak Rini jauh dan Van merasa ada sesuatu yang kurang selama ini Kak,” ucap Irvan.
Awalnya Kak Rini sempat merasa kebingungan dengan pembicaraan Irvan dan tidak seperti biasanya yang ceplas-ceplos kalau mengatakan sesuatu kepada Kak Rini. Namun malam ini Irvan terlihat sedikit gugup untuk mengutarakan maksud dan isi hatinya yang selama ini dirasakannya. Meskipun baru beberapa minggu ini mengenal Kak Rini dan dia tidak bisa membohongi perasaannya kepada Kak Rini.
“Lagi duduk dimana Kak ?” tanya Irvan.
“Kakak lagi duduk di teras rumah sambil memandang langit dan bintang Van,” jawab Kak Rini.
“Bentar Kak, Van mau duduk di balkon juga deh Kak sambil memandang langit dan bintang yang sama,” mencoba romantis kepada Kak Rini.
“Emangnya mau bicara apa Van ?”
“Benaran nggak marah nih Kak ?” dengan sedikit hati-hati.
“Buat apa marah Van, bilang saja sama Kakak. Selagi Kakak bisa bantu, insyaallah Kakak bantuin.”
“Gini Kak, ada sesuatu yang kurang sejak Kakak jauh. Mungkin selama kita bergaul Van merasakan ada rasa nyaman ketika berada didekat Kakak. Van sayang sama Kakak, maaf kalau Van berkata jujur Kak ? Soalnya selama beberapa malam ini Van mencoba meyakinkan perasaan ini apakah mulai benar-benar sayang sama Kak Rini atau hanya pelampiasan karena pengharapan yang pupus. Namun asalkan Kakak tahu selama tiga hari belakangan ini Van shalat istiqora’ untuk meyakinkan kepada Sang Pemilik hati untuk mendapatkan jawabannya. Hanya nama Kak Rini yang selama ini menjadi jawabannya, apakah Kak Rini juga sayang kepada Van ?”
“Kenapa bisa seperti ini ya Allah, masa aku pacaran dengan adikku sendiri. Dia adikmu Rini,” ucap batinnya.
Beberapa saat belum ada jawaban dari Kak Rini.
“Kita jalani saja dulu ya Van, tapi serius apa yang Van sampaikan malam ini bukan lagi kejutan buat Kakak tapi sudah sampai duluan lewat mimpi Kakak,” jawab Kak Rini.
“Terimakasih Kak, sudah sampai duluan ya Kak.”
Mungkin Kak Rini juga merasakan rasa yang sama kepada Irvan yaitu rasa nyaman ketika bersama, jalan bersama dan curhat bersama. Walaupun Kak Rini mungkin awalnya tidak kuasa menolak dan tidak ingin melihat Irvan sedih untuk dapat menerima permintaan Irvan. Namun Irvan awalnya merasa tidak yakin dengan dengan hatinya kenapa ini bisa terjadi ? Sejak kapan Irvan mulai suka kepada Kak Rini ? Kapan Kak Rini mulai menarik baginya ? Ini benar-benar skenario Allah mempertemukan hambanya dan Irvan tidak pernah mengadari akan hal itu dan hanya mencoba membuat orang lain bahagia didekatnya, bukan untuk menarik hatinya. Ternyata skenario Allah lebih indah daripada skenario manusia dan Allah memberikan apa yang dibutuhkan hambanya bukan apa yang diinginkan hambanya.
Sejak malam itu Irvan mencoba menjalin hubungan long distance relationship (LDR) dengan Kak Rini, delapan belas Juni dua ribu enam belas (Bandung-Pekanbaru). Meskipun berbeda usia namun cinta tidak pernah memandang perbedaan usia jika sudah terkena virus merah jambu itu. Namun itulah cinta yang datang tanpa diundang oleh siapapun juga.
Baru dua hari sejak hubungan Irvan dan Kak Rini berjalan, namun entah angin apa yang datang malam itu. Irvan tiba-tiba ditelpon sahabat lamanya dan kebetulan dia juga mantan Irvan serta orang yang selama ini dia tunggu-tunggu.
“Gimana kabarnya Van ?” ucap Vinda diujung telpon.
“Alhamdulillah sehat, Vinda gimana kabarnya ?” balas Irvan.
“Alhamdulillah sehat juga Van.”
“Syukurlah Vinda, udah lama nggak ada kabarnya Vinda. Sibuk ya ?”
“Lumayan Van. O...ya Van, apakah Van masih ada perasaan sama Vinda ?” ucap Vinda malam itu.
“Jangan terlalu dipaksakan Vinda, kenapa nanya itu Vinda ?” tanya Irvan.
Nggak ada, atau Van sudah ada punya pacar ya ?” selidik Vinda.
“Iya Vinda, maafkan Van ya Vinda.”
“Sudah berapa lama Van ?”
“Baru dua hari Vinda.”
“Vinda pikir Van benar-benar sayang sama Vinda, dan sekarang Van mau pilih ‘Vinda’ atau ‘Dia’ ?” dengan sedikit membentak Irvan.
Malam itu sungguh pilihan yang sulit bagi Irvan antara perasaannya selama ini kepada Vinda dan rasa sayang kepada orang yang baru dia kenal. Namun beberapa detik belum ada jawaban dari Irvan dan Irvan benar-benar dilema memilih orang yang diharapkannya atau membuka lembaran baru dengan orang lain.
“Ya Allah,kenapa begitu rumit cinta yang Kau berikan kepadaku ya Allah,” ucap Irvan dalam hati dengan meneteskan air mata.
Namun Irvan bukan mengorbankan perasaannya demi orang lain, tidak. Inilah yang ada dari setiap jawaban setelah sholat dan jawaban curhatannya dengan Sang Maha Pemilik hati. Orang yang baru dikenalnya dan nama itu selalu hadir dalam pikiran Irvan. Akhirnya dengan suara pelan dan pasti Irvan mengucapkannya kepada Vinda.
“Maafkan Van Vinda, memang Van sayang dan mengharapkan Vinda selama ini. Namun sekali lagi maafkan Van lebih memilih dia dibandingkan Vinda. Bukan berarti kita putus komunikasi namun selamanya kita akan tetap menjadi sahabat dan tentunya sahabat terbaik untuk Vinda,” ucap Irvan.
Sejak malam itu Vinda mencoba untuk menjauhi Irvan, mungkin karena masih kesal dengan Irvan dengan kejadian itu. Namun sudah beberapa kali Irvan minta maaf namun tidak ada jawaban dari Vinda. Namun ujian yang sebenarnya datang ketika Irvan menyampaikan kejadian itu kepada Kak Rini. Malam itu juga Kak Rini sedih dan menyuruh Irvan untuk balikan dengan Vinda. Bahkan Kak Rini beranggapan dia sebagai penghalang hubungan Irvan dan Vinda. Namun sudah beberapa kali Irvan menjelaskan kepada Kak Rini bahwa dia benar-benar tulus menyayanginya karena Allah. Namun Kak Rini untuk sementara waktu tidak ingin diganggu dan kembali menyuruh Irvan untuk memikirkan kembali jawabannya itu.
Disaat itu juga Kak Rini juga mulai merasakan sayang kepada Irvan, walaupun diawal mereka jadian Kak Rini hanya biasa saja perasaannya kepada Irvan. Namun sejak kejadian malam itu hari demi hari perasaan sayang Kak Rini dan Irvan mulai mendalam dan akhirnya Irvan sadar bahwa orang yang selama ini dia cari dan dia tunggu-tunggu sudah dia dapatkan. Bahkan jawaban dari Allah-lah yang didengarkan Irvan ketimbang dengan perasaannya selama ini.
Kejadian itu membuat hubungan antara Irvan dan Kak Rini mulai serius dengan ikatan yang mereka bangun untuk sampai ke genjeng pernikahan. Namun belum selesai rasanya sakit yang datang dari mantan Irvan sekarang berbalik kepada Kak Rini bahwa Mantannya minta balikkan. Kak Rini menjadi dilema dan memberitahukan kepada Irvan tentang itu.
Nggak apa-apa Kak, kita juga baru kenal dan jika Kak Rini milih dia Van akan tetap menganggap Kakak serta kita bisa curhat kok seperti biasa. Ya udah terima saja Kak,” ucap Irvan kepada Kak Rini dengan pasrah.
Walaupun berat rasanya melepaskan orang yang mulai disayangi Irvan dan benih-benih cinta itu mulai bermekaran di hati Irvan. Namun Irvan tidak bisa memaksakan apa yang dirasakannya cukup mengadu kepada Yang Diatas jika dia memang mencintainya karena Allah dan buka karena melampiaskan sakit hatinya.
Jawaban yang tidak disangka-sangka Irvan keluar dari mulut Kak Rini pagi itu.
“Aku lebih memilihmu daripada dia Van, aku sayang banget ma dirimu,” ucap Kak Rini.
“Terimakasih Kak Rini, Van juga sayang banget ma Kak Rini,” balas Irvan.
Cinta yang belum genap sebulan sudah bertubi-tubi rintangan yang Irvan dan Kak Rini lalui. Namun berkat kebersamaan dan rasa yang sama, Irvan dan Kak Rini bisa melewatinya.  Ibarat sebuah pohon semakin tinggi pohon itu maka semakin kencang angin yang menerpanya, maka jika akarnya tidak kuat maka tumbanglah pohon itu. Namun jika akarnya kuat dan sekencang apapun angin yang menerpanya tidak akan tumbang. Hanya saling percaya dan jujur satu sama lain, itulah yang dilakukan oleh Irvan dan Kak Rini dalam jarak ribuan mil.
Memasuki bulan suci Ramadhan hubungan Irvan dan Kak Rini masih LDR dan cinta mereka sudah mulai kuat. Irvan ikut buka bersama untuk puasa pertama di kantor pusat di Cakung-Jakarta Timur. Lagipula Irvan sendirian di Bandung membuatnya sedikit bosan walaupun dia mulai banyak mendapatkan teman-teman di mesjid dekat rumah. Terkadang Irvan diajak main futsal, main game bola dan kegiatan pengajian lainnya. Pagi itu Irvan berangkat ke Terminal Bus Lewi Panjang-Bandung menuju jakarta naik Bus Prima Jasa. Untuk sampai ke jakarta memakan waktu empat sampai lima jam itu kalau jalanannya tidak macet, namun jika macet akan lebih daripada itu.
Sore harinya Irvan sudah berada di Cakung-Jakarta Timur dan berkumpul dengan teman-temannya, selain itu Kak Zulda juga ikut buka bersama disana. Namun setelah berbuka Irvan merasa rindunya semakin mendalam ketika berjalan melewati tempat yang biasa dia bertemu dan bertawa dengan Kak Rini. Namun Irvan menyempatkan untuk duduk disana untuk merasakan moment itu datang kembali walaupun hanya dalam ingatannya.
“Aku tidak mau lagi duduk didepanmu Kak karena aku ingin selalu ada untukmu. Memang mual rasanya perutku jika duduk didepanmu, namun tidak kalau duduk disampinmu aku merasa lebih nyaman,” ucap Irvan dalam batinnya.
Beberapa menit duduk disana, Irvan merasakan ada Kak Rini yang menemaninya selama duduk disana. Akhirnya Irvan kembali ke kantor dan melewati ruangan TV dan seketika itu bayangan Kak Rini bermunculan dalam ingatannya. Dia ingat dengan kata-katanya kepada Kak Rini malam itu.
“Kalau menurut Van Kak, Kakak itu lebih cocok dengan orang yang suka mendengar dan dia bisa mendengarkan setiap keluh-kesah Kakak, cerita-cerita Kakak ketimbang orang yang suka ngomong,” ucap Irvan kepada Kak Rini terasa terdenger kembali oleh Irvan malam itu.
Namun dilain sisi Kak Rini juga pernah mengatakan ingin sekali memiliki pasangan yang rajin shalat, baik dan tidak merokok. Apa yang dirasakan Irvan selama ini seolah-olah sama dengan apa yang dirasakan Kak Rini dan sering menganggap Allah itu tidak adil. Namun setelah cinta keduanya bersatu mereka baru sadar bahwa rencana Allah itu jauh lebih indah daripada rencana manusia.
                                   
                                                            ***

Libur lebaran Idul Fitri Irvan menghabiskan masa liburan ke tempat kakaknya di Cengkareng, Kalideras-Jakarta Barat. Irvan dari Bandung naik kereta api dan naik di Stasiun Kiara Condong menuju Jakarta. Siang itu Irvan berangkat sekitar jam sebelas diantarkan temannya. Irvan baru pertama kali ke tempat Bang Im dan belum tahu dimana lokasinya, namun hanya disuruh berhenti di Stasiun Taman Kota. Setelah menghabiskan tiga jam lebih melewati jalanan perbukitan, ngarai dan persawahan yang indah.
“Andai saja ada dirimu disini Rini, pasti lebih seru lagi,” pikir Irvan dalam hati.
Namun rasa rindu yang mendalam terus menghantui pikiran Irvan dan tiga jam lebih dalam perjalanan akhirnya sampai juga di Stasiun Taman Kota. Irvan terpaksa berbuka di stasiun karena lama menunggu kereta KRL di Stasiun Jatinegara menuju Taman Kota. Sekitar jam delapan lewat Irvan sampai di tempat kakaknya dan dijemput ke stasiun. Ternyata jarak Stasiun Taman Kota dari rumahnya tidak jauh dan bisa jalan kaki.
Selama Liburan seminggu dan melaksanakan shalat Id bersama keluarga disana. Sungguh menyenangkan dan sangat berbeda dengan di kampung halaman Irvan. Namun Irvan sadar bahwa kakaknya itu hanya hidup pas-pasan di rantau orang dan itulah yang membuat dia jarang pulang kampung. Selama liburan disana, Irvan mencoba membantu kakaknya berjualan. Namun disana juga banyak orang Padang yang berjualan disana, termasuk orang satu kampung dengan Irvan.
Setelah berlibur Irvan merasa senang bisa tahu kondisi kakaknya dan bagaimana kehidupannya di rantau orang. Irvan sudah memesan tiket Kereta Api ke Bandung, namun karena lama menunggu Kereta KRL akhirnya tiketnya hangus dan terpaksa Irvan memesan tiket lagi, namun menunggu dari jam sepuluh pagi sampai jam sembilan malam untuk kembali ke Bandung. Namun Irvan tidak mau lagi menyusahkan kakaknya dan lebih memilih untuk bertahan di sekitar Stasiun Gambir.
“Untung saja isteri bang Im tadi membungkuskan nasi dua untukku,” pikirnya dalam hati.
Akhirnya Irvan mencoba jalan-jalan untuk menikmati waktu yang diberikan Allah atas penundaan berangkat itu. Irvan mencoba menelusuri setiap kenangan yang pernah dilaluinya bersama Kak Rini dan Kak Zulda. Awal perjalana mereka, meskipun waktu itu belum ada perasaan diantara mereka. Namun mungkin semua itu berawal dari sana benih-benih cinta itu timbul.
“Andai saja mantan Rini datang waktu itu, mungkin aku tidak bisa menyampaikan dan bahkan memilikimu, Rini. Terimakasih Wawan tidak datang waktu itu,” pikir Irvan sambil tersenyum kecil.
Beberapa kali Irvan mengarahkan kameranya ke Tugu Monas dan selfi dengan handphone-nya. Akhirnya Irvan mengirimkan pesan buat sang kekasih yang jauh disana dengan menuliskannya diselembar kertas.
“Kumencoba mengumpulkan kepingan demi kepingan yang pernah kita lalui bersama. # KangenWTP.”
Beberapa detik tulisan dan ada gambar Tugu Monas itu dikirimkan kepada Kak Rini. Setelah lelah berjalan dan akhirnya Irvan kembali ke Stasiun Gambir untuk bersiap-siap ke Bandung. Jam sembilan kerete api mulai berjalan dan entah kenapa badan Irvan begitu lelah. Tanpa terasa sudah berada di Bandung. Irvan melihat jam dilayar handphone-nya sudah jam dua belas lewat dan memesan grabcar untuk ke Kiara Condong.
Setelah menghabiskan liburan di Jakarta dan menjalankan rutinitas seperti biasa kembali. Walaupun sendirian di Bandung Irvan tidak kesepian dan memiliki banyak teman-teman disana. Baru merasa senang dan enak tinggal di Bandung, Irvan akhirnya harus dipindahkan ke Kota Palembang. Karena disana baru buka cabang dan Irvan diantarkan Bang Muis untuk menemaninya untuk dua hari di Kota Palembang.
Namun ada segi positifnya Irvan dipindahkan ke Kota Palembang yaitu : untuk mengenali Kota Palembang dan kondisi alam serta watak orang Palembang. Kedua : untuk jalan-jalan dan mengenali Kota Palembang, terutama sekali melihat icon-nya Bumi Sriwijaya yaitu Jembatan Ampera yang berada di pusat kota. Ketiga : sebagai bentuk hubungan yang serius untuk melamar Kak Rini. Selain biaya hemat untuk pulang ke Padang juga bisa naik bus, namun membutuhkan waktu sehari semalam untuk sampai.
Walaupun awalnya Irvan menargetkan untuk menikah dua tahun lagi, entah kenapa dari target itu dipangkas setengah setelah bertemu Kak Rini. Sempat tidak disetujui kakak-kakaknya dan orang tuanya untuk menikah cepat, namun setelah memberikan penjelasan kepada orang tuanya dan kakak-kakaknya, akhirnya Irvan diizinkan dengan syarat membawa calonnya dulu ke rumah. Irvan pulang hari Jumat dengan Bus Yoanda Prima dari Palembang menuju Padang dengan membelikan Mpek-Mpek Palembang buat keluarga Kak Rini dan keluarganya serta ibu angkatnya.
Awal pertama Irvan bertemu dengan Kak Rini terasa ada yang aneh karena dulu dan sekarang sudah berbeda statusnya. Jika dulu Irvan dan Kak Rini berjalan hanya biasa-biasa saja, namun sekarang ada perasaan sayang. Selain itu, hari ini Irvan pulang disambut baik oleh Ibunya dan kakak-kakaknya di rumah. Walaupun hanya mendapatkan libur seminggu di rumah namun Irvan mencoba untuk memanfaatkan waktu yang singkat itu dengan mengerjakan urusan di rumah. Selain itu proses pertemuan calon isteri Irvan dengan orang tuanya dan kakak-kakaknya berjalan lancar pada hari raya Idul Adha.
Ketika Irvan berkunjung ke Padang ke rumah calon mertuanya, juga disambut dengan hangat oleh orang tua Kak Rini. Bahkan Irvan sangat dihargai dengan pelayanan yang baik. Namun yang membuat Irvan sedikit gugup adalah kedekatan dan candaan Kak Rini. Namun dengan orang tua Kak Rini alhamdulillah berjalan lancar.
Siang itu Irvan dan Kak Rini jalan ke Pantai Air Manis-Padang, ini adalah jalan pertama setelah jadian. Perjalanan yang sangat mengesankan dan terasa indah, namun ada yang tidak bisa dilupakan dalam perjalan itu adalah banjir-banjiran di tengah lautan. Itu berawal dari salah perhitungan Kak Rini.
“Ayo Van, ke pulai disana yuk ?” ajak Kak Rini.
“Airnya dalam nggak Rin ?” jawab Irvan.
Nggak kok, tenang saja Van. Airnya pasang kalau lagi kalau sudah jam lima, sekarang masih jam tiga kok Van,” terang Kak Rini.
“Iya deh Rin.”
Akhirnya Irvan dan Kak Rini berjalan beriringan sambil berpengangan tangan. Selain itu masih sempat mengambil beberapa kali jempretan oleh Kak Rini untuk mengabadikan moment tersebut. Memang sih airnya tingginya hanya sepaha, namun yang membuat Irvan khawatir adalah dia membawa tas dan didalamnya ada notebook, handphone, dan sebagainya.
“Alhamdulillah akhirnya sampai juga dengan selamat,” ucap Irvan setelah sampai di pulau itu.
“Apa dibilangin, aman kan Van ?” ucap Kak Rini.
“Iya aman Rin.”
Karena dari siang itu Irvan belum makan dan Kak Rini membawakan nasi serta lauknya dibawa Irvan. Padahal awalnya Irvan sudah disiapkan lauk oleh Ibunya untuk kembali ke Kota Palembang, namun Kak Rini inginnya Irvan berangkat dari Padang. Akhirnya menuruti kata-kata Kak Rini. Irvan makan bersama Kak Rini dipinggiran pulau kecil itu dan beberapa ekor kucing dan kambing berdatangan meminta bagian.
“Ini kambing sama kucing siapa ?” tanya Kak Rini.
“Itu kambing sama kucingnya lagi rekreasi Rin,” sambil tertawa kecil.
“Mana mungkin, tapi kucingnya lucu banget Van ?” sambil memengang kucingnya.
“Iya Rin, nggak apa-apa kok jika dibawa pulang,” dengan tertawa kecil.
“Nanti marah pemiliknya Van.”
Akhirnya Irvan dan Kak Rini berjalan dipinggiran pulai dan mengambil beberapa kali jempretan bersama. Sungguh terasa indah perjalanan sore itu dan suasana yang sangat cerah, namun semakin sore ombak semakin kencang.
“Ayo Van balik lagi yuk,” ucap Kak Rini.
“Iya Rin,” sambil berjalan ke tepian pulau.
Namun dugaan Kak Rini memang salah dan ombak semakin besar serta airnya semakin dalam. Irvan yang takut tasnya basah meletakkan tasnya di atas kepala dan tangan satunya memengang tangan Kak Rini. Irvan memang tidak ingin tasnya basah dan juga tidak ingin terjadi apa-apa dengan Kak Rini. Airnya yang dalamnya sudah setinggi dada itu membuat Irvan dan Kak Rini merasa cemas, apalagi saat ombak dari tengah mulai bergerak ke arah mereka. Namun dalam hati Irvan berdoa untuk selamat sampai tujuan kepada Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah sampai juga ke pinggiran Pantai Air Manis dengan selamat, namun baju dan celana Irvan basah kuyup. Tasnya tetap aman, walaupun dengan sudah payah Irvan mengangkatnya tinggi-tinggi.
Wajah ceria Irvan dan Kak Rini mulai terlihat ketika sampai pinggiran pantai, namun ada beberapa orang yang berangkat dari pulau ditengah laut sampai ke tepian pantai terus memandang kearah Irvan dan Kak Rini. Entah apa yang dipikirkannya dan apa yang dibicarakannya Irvan tidak tahu yang jelas terus berdoa dan sampai dengan selamat. Andaikan Kak Rini dibawa airnya gelombang, mau tidak mau Irvan harus korbankan tasnya untuk basah agar bisa menyelamatkan Kak Rini. Hal yang ditakutkan Irvan, alhamdulillah tidak terjadi dan hanya basah saja.
Sebelum pulang Irvan dan Kak Rini menyempatkan untuk melihat batu Maling Kundang di ujung pantai itu. Disana banyak sekali orang-orang berfoto dan duduk disekitar objek wisata itu. Hanya beberapa kali jepretan Irvan dan Kak Rini kembali ke rumah.
Niat Irvan yang awalnya tidak diizinkan orang tua untuk menikah, akhirnya disetujui juga dan akan dilangsungkan akad nikahnya tiga bulan lagi. Namun awalnya Kak Rini memandang Irvan hanya orang yang tidak begitu menarik, namun entah apa yang terjadi sampai akhirnya Kak Rini sayang kepada Irvan. Kata-kata yang selalu keluar dari mulut Kak Rini sebelum dekat dengan Irvan adalah ‘anak yang lucu, imout dan lugu.’ Mungkin itulah kehendak Allah mempertemukan hambanya dan mengikatnya dalam tali pernikahan yang syah. Tepatnya hari Kamis akad nikahnya dan akan dilangsungkan pesta pada awal tahun 2017 pada hari Minggu di tempat Kak Rini. Alhamdulillah apa yang diinginkan Irvan dan Kak Rini berjalan lancar dan mudah-mudahan sampai akhirnya juga dimudahkan serta dikarunia anak yang sholeh dan sholeha hendaknya, amien ya robbal ‘alamin.
Tiga kata rahasia yang dulu pernah diucapkan Irvan kepada Kak Rini hanya iseng-iseng sekarang benar-benar akan diucapkannya kepada Kak Rini. Walaupun Irvan tidak tahu dari mana awal mulainya dia suka dan tertarik kepada Kak Rini, sampai saat ini Irvan tidak tahu. Namun dari lubuk hatinya yang paling dalam Irvan benar-benar sayang dan mencintai Kak Rini karena Allah. Hanya ada satu nama yang akan terus menjadi hiasan terindah dalam hatinya dan akan terus bersinar selamanya yaitu “R-I-N-I.”
“Baru kali ini Van benar-benar merasakan indahnya jatuh cinta dan itu kepada dirimu Rin,” ucap Irvan.
“Saya juga merasakan hal yang sama Van,” ucap Kak Rini.
“Kaulau segalanya bagiku, terakhir dan untuk selama-lamany dalam hidupku sampai akhirat nanti kita akan selalu bersama,” tambah Irvan.
Amien, aku sayang banget sama dirimu, jangan pernah tinggalkan aku,” ucap Kak Rini sambil memeluk Irvan.
Insyaallah aku akan selalu ada untukmu, kemanapun aku pergi akan ada dirimu sayang, karena kaulah dunia dan akhiratku,” sambil memeluk Kak Rini.
Kak Rini yang selalu berbakti kepada orang tuanya dan selalu berharap menemukan jodohnya. Kata-kata sang Ayah yang membuat Kak Rini selalu ingat adalah ketika akan berangkat untuk kali kedua ke Jakarta mencari pekerjaan di rantau orang.
“Perjalanan Rini kali ini akan dapat pekerjaan dan akan mendapatkan jodohnya,” ucap orangtuanya.
Akhirnya semua itu benar-benar terjadi dan Kak Rini menemukan jodohnya dengan orang Minang yaitu di Batusangkar. Namun sebenarnya daerah Irvan dan Kak Rini hanya bersebelahan yaitu di Sulit Air dekat Danau Singkarak. Bahkan dari Batusangkar tidak jauh untuk sampai ke sana dan Kak Rini tidak pernah membayangkan akan mendapatkan orang atau jodohnya dari Batusangkar, lebih tepatnya di Tanjung-Sungayang.
“Cinta itu akan indah pada akhirnya, maka jangan pernah untuk memberikan cinta kepada orang yang tidak bertanggung jawab. Namun tetaplah jalani kehidupan dengan penuh semangat, berbuat baik kepada siapa saja, banyak perbaiki diri dan tentunya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Insyaallah Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan yang kita hadapi dan memberikan jalan menemui jodoh kita.”











0 komentar:

Posting Komentar