Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Kamis, 31 Desember 2015

BUAH TANGAN KOTA WISATA

Share


Suara telpon terdengar ditengah ruangan yang sedang hiruk pikuk itu. Beberapa dari klain yang antrian di ruang tunggu itu terdiam sesaat mendengar suara yang barisik tersebut. Sesaat ruangan itu hening mendengarkan suara telpon yang sedang berbungi.
“Kringgggggggggggggg...”
“Kringggggggggggggggggg...”
“Kringgggggggggggggggggggg...”

Salah seorang pengawai kantor mengangkat telpon tersebut dan menghentikan pekerjaannya melayani klain-klain yang ada untuk sementara waktu.
“Hello, ada yang bisa kami bantu ?” jawab pegawai kantor tersebut.
“Hello, ini Ibu Viola isterinya Pak Direktur perusahaan ini,” jawaban dari ujung telpon.
“Iya Buk, ada pesan untuk Pak Irvan Buk ?” dengan ramah.
“Bisa langsung disambung ke telponnya langsung Buk ? soalnya handphone-nya tadi tidak aktif.”
“Baik Buk, tunggu sebentar ya Buk,” dengan mengutak-atik ragang telpon itu pengawai itu mencoba menyambungkan langsung ke ruangan Pak Direktur.
“Iya Buk, terima kasih Buk,” jawaban dari ujung telpon.
Sekitar sepuluh detik telpon Buk Viola tadi langsung terhubung ke ruangan Pak Direktur kantor tersebut. Terdengar suara telpon tersebut beralih bunyi ke ruangan berukuran 5x7 meter tersebut. Ruangan itu lumayan besar dari ruangan lain dan di dalam sana ada seorang laki-laki muda sedang melaksanakan sholat Dhuha di ujung ruangan tersebut. Setelah selesai sholat sunnah tersebut dia pun berdoa dengan khusuknya, beberapa menit selesai berdoa. Mendengar suara tepon di meja kerjanya dia berjalan sambil melipat sajadahnya dan meletakkan di lemari berukuran kecil.
Assalamu ‘alaikum, ada yang bisa kami bantu,” suara Pak Direktur tersebut.
Wassalamu ‘alaikum, maaf menganggu Pak Ini Viola....” jawaban dari ujung telpon dan belum disudahinya.
“O...Sayang, maaf Van kira tadi siapa dan juga Van tidak sibuk sekarang,” potongnya dengan cepat.
“Ya...Van, tadi Vio telpon ke nomornya tidak aktif-aktif. Jadi Vio telpon saja ke nomor kantor Van,” dengan suara manja.
“Tidak apa-apa kok Sayang, tadi Van sengaja men-nonaktifkan handphone karena sedang sholat Dhuha dulu.”
“Vio jadi kawatir kalau terjadi apa-apa dengan Van. O...ya Van, sekarang Vio sudah di rumah kembali.”
“Kok cepat pulangnya Vio, padahal biasanya pulang sore,” dengan penasaran.
“Iya Van, tadi kami para guru harus mengilau Buk Ridha yang masuk rumah sakit kemarin malam. Beliau terkana penyakit paru-paru.”
“Kasihan juga Buk Ridha itu ya Vio, padahal Beliau dulu sering sekali berkunjung ke tempat kita.”
“Iya Van, mungkin Allah sedang menguji Beliau.”
“Iya Vio, semoga Beliau kuat dalam menghadapi semua itu.”
Amien. Hari ini cepat pulang kan Van ?” mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
“Mungkin Van pulang sore Vio, karena nanti pukul 2 harus meeting dulu di Bukittinggi dengan Direktur PT. Busana Bukittinggi.”
“Ya sudah, nanti jangan lupa oleh-olehnya Van tapi yang beda ya Van dari biasanya ?”
Insya Allah Vio, ya sudah Van harus menemui menejer pemasaran dulu untuk meminta data yang akan disampaikan nantinya.”
“Ok Van, semoga lancar ya Van,,, LOVE YOU.”
“Makasih Vio, LOVE YOU TOO.”
Terdengar ragang telpon diletakkan dari dalam ruangan itu. Direktur muda itu berjalan mengambil beberapa berkas dari atas mejanya dan mengamati berkas-berkas itu satu demi satu. Di atas meja itu juga ada beberapa tumpukkan berkas-berkas yang tersusun rapi dan juga beberapa dokumen-dokumen yang akan dibawa nantinya menemui Pak Rian di Bukittinggi. Segala yang diperlukan sudah dia susun di meja tersebut, tinggal menunggu waktu keberangkatan saja lagi.
Beberapa menit Direktur muda itu mengamati dan melihat-lihat hasil laporan bulan lalu. Terdengar suara orang berjalan dan mengetuk pintu dari luar.
“Tok...Tok...Tok, assalamu ‘alaikum,” suara orang itu.
Wassalamu ‘alaikum, silahkan masuk,” sambil meletakan berkas-berkas tesebut.

Seorang pemuda setengah baya itu berjalan pelan sambil mendekati meja Direktur tersebut, pakaian rapi dengan kameja berwarna putih bergaris-garis serta celana dongker. Ditangannya ada sebuah map dokumen dengan warna hitam.
“Maaf Pak, ini beberapa dokumen yang Bapak mintak kemarin. Semuanya sudah lengkap di map ini,” sambil memberikan map hitam itu.
“Terima kasih Ki, silahkan duduk dulu,” sambil mengambil map itu.
“Iya Pak, terima kasih.”
Beberapa saat Direktur itu mengamati dan memperhatikan satu demi satu berkas-berkas tersebut.
“Laporan ini sangat lengkap dan rinci, terima kasih banyak Ki.”
“Sama-sama Pak, saya mohon pamit dulu ke ruangan Pak.”
“Ok silahkan.”
Karyawan yang baru masuk itu nama lengkapnya adalah Riki, dia juga teman lama dari Pak Direktur. Dia menjabat sebagai menajer pemasaran dan juga ahli dalam bidang tersebut. Bahkan Baliau adalah salah seorang karyawan yang loyalitas terhadap perusahaan. Beberapa saat kemudian semua dokumen-dokmen dan arsip-arsip lainnya sudah lengkap dan telah di check ulang oleh Direktur muda itu. Suara jam dinding berdentang keras menunjukan pukul 12.30 WIB. Itu berarti waktu sholat zuhur telah masuk dan Direktur itu bergegas untuk mengambil wudhu dan melaksanakan sholat jamaah di kantornya.
Dalam perkantoran itu terdapat sebuah mushalla dan bisa memuat sekitar 10 sampai 15 orang. Peraturan di kantor itu setiap waktu sholat semua pekerjaan harus ditinggalkan kecuali dengan alasan syar’i dan darurat yang tidak bisa ditunda-tunda. Begitulah peraturan dalam kantor tersebut serta setiap pegawai mengenakan pakaian yang sopan dan rapi.
Setelah karyawan di kantor itu melaksanakan sholat dan makan siang, Direktur muda itu bersiap-siap untuk menghadiri meeting siang ini dengan Pak Rian. Jam dinding menunjukan pukul 13.00 WIB maka Direktur muda itu ditemani seorang sekretarisnya serta Buk Faridha seorang penasehat perusahaan, mereka berjalan menuju mobil Avanza di teras kantor. Pak Direktur dengan baju Biru dilengkapi jas dan dasi berwarna hitam. Berselang sekitar satu jam kurang mereka telah berada di depan PT. Busana Bukuttinggi, setelah seorang Satpan mengarahkan tempat parkir dan mengantarkan ketiga utusan itu langsung ke ruang rapat.
Baru memasuki kantor Pak Rian telah menunggu dan menyambut Direktur muda itu dengan senyuman dan salam hangat dari Beliau. Bahkan Beliau mengatarkan langsung ketiga utusan tersebut ke ruang rapat, ternyata disana telah ada beberapa karyawan Pak Rian telah menunggu. Setelah menunggu sekitar lima menit seorang karyawan Pak Rian memulai meeting tersebut dengan memberikan beberapa informasi-informasi dari PT. Busana Bukittingg dalam beberapa produk serta pemasaran yang akan dilakukan. Ternyata dalam meeting kali ini mereka membahas tentang kerja sama antara PT. Busana Bukittinggi dengan Perusahaan Tekstil Perindustrian yang dijalani Pak Irvan sebagai Direktur muda disana.
Setelah semua kesepakatan dan hal-hal lain disetujui kedua belah pihak. Akhirnya meeting-pun selesai sudah dengan makanan cuci mulut sebagai rasa terima kasih Pak Rian terhadap Pak Irvan dan karyawan-karyawannya yang telah mau bekerja sama dengannya. Sekitar pukul 17.00 WIB mereka berpisah di depan kantor Pak Rian dan beberapa karyawan mereka.
Beberapa meter meninggalkan kantor itu ternyata sekretaris dan penasehat perusahaan itu mintak berhenti dengan alasan bahwa mereka mau membeli oleh-oleh dulu untuk keluarga di rumah dan mereka akan pulang dengan bus umum saja. Lagipula Pak Direktur itu juga tahu bahwa jam kantorpun sudah selesai jika memang mau ke kantor lagi, dengan senang hati Direktur muda itu menurunkan mereka di depan sebuah toko makanan.
“Terima kasih Pak, hati-hati dijalan Pak,” sambil menutup pintu mobil.
“Iya Buk, sama-sama,” sambil melanjutkan perjalanannya.
Dalam perjalanan pulang Direktur muda itu teringat pesan isterinya agar membawakan oleh-oleh yang beda dari biasanya. Setelah berpikir-pikir dia pun menemukan ide dan apa yang akan dibawanya pulang. Direktur muda itu memutar balik mobilnya dan menuju sebuah taman yang penuh dengan orang-orang disana serta pengunjung setiap hari, tempat itu adalah taman Jam Gadang. Dengan wajah was-was seolah-olah mengawasi setiap pergerakan orang-orang disana. Direktur muda itu tidak melihat adanya polisi, Satpan, bahkan penjaga pengaman pun ditempat itu. Dengan sedikit berjalan pelan Direktur muda itu mencoba mendekati Jam Gadang tersebut, sambil melihat sekitarnya. Setiap orang-orang atau pengunjung sibuk dengan urusan masing-masing, dengan hal tersebut Direktur muda itu memanfaatkan kesempatan itu.
Sedikit demi sedikit Direktur muda itu memasukan Jam Gadang itu ke dalam Kopernya, entah bagaimana pria muda itu melakukan. Berselang lima menit hanya tertinggal ujungnya saja, pada saat itu pengunjung yang berfoto di depan itu terkejut dengan kejadian itu. Mereka tidak lagi melihat Jam Gadang itu dibelakangnya, pada saat itu Direktur itu berjalan cepat dengan koper besar dibawanya. Menjelang Direktur muda itu masuk mobil ternyata ada salah seorang anak berkata.
“Bukannya itu Jam Gadang yang dicari-cari orang,” dengan keras kepada orang tuanya.
“Iya, itu dia,” sambil melihat ke mobil tersebut.
Dengan suara keras perempuan separoh baya itu berteriak.
“Lihat-lihat itu Jam Gadang yang kita cari, dibawa pemuda itu di atas mobilnya,” sambil mendekati orang-orang disekiarnya dan menunjuk mobil itu.
Direktur muda itu dengan cepat meng-gas mobilnya dan berlari meninggalkan tempat itu. Orang-orang pun berlari mengejar mobil itu namun mereka tidak bisa mengejarnya kerana sudah terlalu jauh. Ada yang mempunyai mobil dan kendaraan roda dua mengejar mobil silver itu dengan cepat. Bahkan terdengar suara mobil polisi ikut serta dalam hal ini, karena ada salah seorang dari pentugas keamanan langsung menelpon pihak kepolisian.
“Mengapa orang-orang itu mengejarku,” pikir Direktur muda itu.
Ternyata Direktur muda itu masih belum tahu kesalahannya dan terus mencoba menyelamatkan diri. Bahkan semua orang-orang disana panik dan mencoba membantu mendapatkan Jam Gadang itu kembali, karena mereka berpikir bahwa Jam Gadang ini hanya ada dua di dunia, yang pertama di Inggris dan di Indonesia yaitu Bukittinggi. Jika Jam Gadang itu tidak ditemukan atau didapatkan otomatis Bukittinggi akan kehilangan bangunan bersejarah dan Icon Kota Bukittinggi tesebut.
Beberapa menit meninggalkan Kota Wisata itu, Direktur muda itu langsung memasuki gang sempit mencari jalan sembunyi dari pengejaran ribuan orang Bukittinggi itu dan juga ratusan mobil dan kendaraan roda dua. Akhirnya Direktur muda itu sampai juga di rumahnya dan langsung memasukan mobilnya dalam garasi serta menutupnya. Orang-orang yang mengejarnya tadi kehilangan jejak dan bahkan sampai malampun mereka masih tetap mencari-cari, terdengar suara mobil polisi mondar-mandir dijalanan dan suara mobil serta kendaraan lainnya. Namun mereka masih tidak dapat menemukan pelaku dan mobil yang mereka kejar itu, akhirnya orang-orang dari Bukittinggi ini pulang dengan tangan kosong. Bahkan mereka harus menerima kenyataan, bahwa Jam Gadang yang mereka bangga-banggakan sudah hilang diambil orang dan entah kemana harus dicari. Taman Jam Gadang itu hanya menyisahkan bongkahan bekas bangunan Jam Gadang, lapangan biasa tanpa ada Jam Gadang yang selalu gagah berdiri setiap hari, namun hanya ada beberapa pohon kecil di taman itu dan bangunan kecil dibawah bangunan Jam Gadang itu berdiri.
Dengan nafas gos-gosan Direktur muda itu memasuki rumah, dan menyimpan kopor itu di gudang rumah.
Assalamu ‘alaikum, Sayang,” sambil mendekatinya.
Wassalamu ‘alaikum, Van,” sambil menyalami tangan suaminya.
“Baru pulang Van ?” suara Viola dari depan pintu.
“Iya Vio,” dengan kecupan kecil.
Isteri Direktur muda itu menemaninya ke dalam, sambil membukakan dasi suaminya. Tidak beberapa lama Direktur muda itu mandi dan mereka sholat Magrib berjamaah dengan seorang buah hati mereka. Rasanya rasa letih Direktur muda itu hilang dengan berkumpul dengan keluarganya bahkan mereka pun makan malam bersama. Terlihat suasana yang hangat dalam rumah tangga mereka, bahkan beberapa menit selesai makan Direktur muda itu membuka pembicaraan.
“Tahu gak Vio, apa yang Van bawain untuk Vio dan Si Cantik Khaiza.”
“Memangnya apa itu Van, jadi penasaran nih,” sambil membereskan piring.
“Kasih tahu dong Yah ?” rengek Si Cantik Kaiza.
“Iya nanti Ayah kasih tahu tapi setelah Si Cantik Kaiza membantu Bunda membereskan piring-piring ini ke dapur,” sambil tersenyum kecil.
“Ok Yah, janji ya Yah,” sambil mengemasi piring-piring  di atas meja.
“Iya Ayah janji,” sambil mencubit kecil pipi kecilnya.
Beberapa saat setelah semua rapi dan mereka bertiga telah berada diruang makan itu kembali. Sang Ayah telah siap dengan kopernya, dengan hati-hati dia meletakannya di lantai.
“Sudah siap dengan kejutannya Vio, Si Cantik Khaiza ?” kata Sang Ayah.
“Sudah Yah,” sambil kompak menjawab.
Dengan membuka sedikit demi sedikit koper itu, dia mengeluarkan Jam Gadang itu dari dalam kopernya dan setelah semua terbuka. Maka terlihatlah sebuah Bangunan Jam Gadang Bukittinggi itu telah berada di dalam rumah mereka.

“Waowwwww......Bagus sekali Yah,” kata Si Cantik Khaiza sambil mendekatinya.
Subhanallah, ini memang beda oleh-oleh yang Van bawa hari ini,” dengan terperangah.
“Ini Ayah kasih khusus buat kalian berdua, karena Ayah sayaaaaaang sama kalian berdua,” sambil memeluk anaknya dan isterinya.
“Kami berdua juga sayaaaaaaangggg sama Ayah,” sambil membalas pelukannya.
“Berarti kita ngak perlu jauh-jauh ke Bukittinggi lagi untuk melihat Jam Gadang Yah ?” sela buah hatinya.
“Iya Sayang, kan sudah ada di rumah kita,” sambil tersenyum kecil.
Suasana keluarga itu menjadi sangat hangat setelah oleh-oleh itu benar-benar terlihat dan berada dalam rumah mereka. Mereka tidak henti-hentinya memandang bangunan tua itu sambil berpelukan dan menghiasi rumah mereka. Sekarang Jam Gadang Bukittinggi itu sudah berpindah ke rumah mereka dan bukan Jam Gadang Bukittinggi lagi akan tetapi menjadi Jam Gadang Batusangkar.


0 komentar:

Posting Komentar