Gambar : Coverd Sisi Lain Hati. |
“Ikut
tes juga ya ?” tanya seorang pria kepada seorang wanita yang duduk
disampingnya.
“Iya, ikut tes
juga ?” jawab wanita itu.
“Iya, kenalkan
nama saya Erwan dan ini Heri teman saya,” sambil menyulurkan tangan.
“Rini, salam kenal
juga,” sambil membalas uluran tangan mereka.
Hari ini adalah
tes ketiga untuk bisa masuk dan bekerja di Bank Danamon Kota Padang. Tes interview
dengan pihak menajer untuk menentukan nasip mereka, diterima atau tidak setelah
tes ini dilakukan. Sekitar pukul delapan tepat satu persatu calon karyawan itu
mulai dilakukan tanya jawab oleh pihak menajer di ruangannya. Orang yang
pertama dipanggil adalah Heri temannya Erwan, untuk menghilangkan rasa khawatir
Rini dan Erwan saling bertanya satu sama lain. Hingga akhirnya mereka tukar
nomor handphone untuk bisa lebih lama bercerita.
Rini mendapatkan
panggilan setelah Heri dan tidak beberapa lama Rini didalam ruangan itu.
“Giliran kamu tuh
Wan,” kata Rini.
“Iya, terimakasih
Rin. Boleh pinjam pulpennya Rin ?” jawab Erwan.
“Boleh, ini,”
sambil tersenyum kecil.
Rini yang merasa
lelah dan pamitan pulang duluan kepada Heri serta melangkah keluar gedung.
Setelah beberapa menit Erwan didalam ruangan menajer dan melihat hanya Heri
yang masih duduk di ruang tunggu.
“Rini tadi mana ya
Ri ?”sapa Erwan.
“O...dia, udah
duluan pulang tuh Wan. Ada apa ?”
“Nggak ada
kok, ayo pulang juga,” ajak Erwan.
“Ok,” jawabnya
singkat.
Pertemuan yang
tidak terduga itu telah membuat Rini dan Erwan melalui banyak cerita dengan
hari-hari yang lebih berwarna. Bahkan bukan hanya itu mereka saling mengenal
satu sama lain dan bercerita tentang apa saja. Memang Erwan adalah orang yang
baik dan terlihat alim, sedangkan Rini yang masih terlihat lugu dan lembut.
Walaupun berbeda kampus mereka dulunya namun perbedaan itu tidak membuat mereka
jadi minder untuk berteman satu sama lain. Malahan mereka menjadi lebih akrab
dan selain itu Rini sudah tahu bahwa Erwan jurusan matematika dulunya di
Universitas Bung Hatta di Padang serta biasanya anak matematika itu memang
pintar. Itulah yang membuat Rini sangat tertarik dengan Erwan, selain itu juga
alim atau suka shalat.
Menjalani
masa-masa menganggur setelah kuliah itu sangatlah membosankan, apalagi tes yang
telah dilakukan Rini di Bank Danamon juga tidak memuaskan. Begitu juga dengan
hasil yang didapatkan Erwan, namun entah kenapa. Tiba-tiba saja Erwan mengajak
pertemuan dengan Rini di tepian pantai. Pukul lima mereka akan bertemu dan Rini
bingung mau memakai pakaian apa untuk bertemu dengan orang yang sangat menarik
hatinya itu. Sudah belasan pakaian diambil dan dicoba, namun belum ada satupun
yang dia inginkan. Namun tiba-tiba saja ada seseorang yang keluar dari balik
pintu.
“Lagi apa Rin ?
Sibuk amat kelihatannya,” sapa Nia.
“O...kamu Kakak,
ini saya bingung mau pakai baju apa untuk ketemuan dengan dia,” jawab Rini.
“D-I-A,” tanya
Nia.
“Ya dia, teman sih
tapi saya naksir sama dia Kak,” dengan manjanya.
“O...gitu, sini
biar aku bantuan. Coba pakai ini pasti cocok deh Rin,” sambil menyerahkan salah
satu pakaian di atas kasur.
“Gimana Kak?”
tanya Rini.
“Waaaahhh...manis
banget Rin,” jawabnya.
Waktu terasa
sangat pelan berputur dan membuat Rini sedikit deg-deg-an dengan pertemuan itu.
Bagaimana tidak, dia sudah terpesona dengan pandangan pertama kali melihatnya
dan ditambah lagi orangnya baik serta ganteng. Ingin rasa Rini membantu jarum
jam untuk berputar agar tidak terasa lama, namun hanya Nia yang selalu mencoba
untuk menematinya di rumah sebelum berangkat.
“Kak, jadi nggak
PD nih ketemu sama dia,” Rini mencoba membuka pembicaraan.
“Kalau cowok sudah
mengajakmu ketemuan itu berarti kemungkinan dia itu naksir sama kamu Rin, saya
yakin kok kamu bakal diterimanya,” sambil tersenyum pelan menatap Rini.
“Terimakasih Kak,
kamu memang sahabatku yang terbaik deh,” sambil memeluk Nia.
Akhirnya Rini
berangkat menuju tepian pantai untuk menemui seseorang yang ternyata sudah lama
menunggu disana. Detak jantungnya semakin cepat dan tidak menentu, rasa
gugupnya muncul seketika. Erwan masih duduk sendiri menghadap ke arah lautan
luas.
“Sudah dari tadi
Wan ?” sapa Rini dari belakang.
“Eee..kamu Rin,,,”
sedikit terpesona dengan dandanan Rini.
“Kenapa Wan ? Ada
yang salah ya ?” tanya Rini.
“Ma..maaf, kamu
manis sekali sore ini ?” jawabnya.
“Terimakasih Wan, by
the ways sudah lama menunggu ya ? Maaf saya terlambat,” sambil tersenyum
kecil.
“Nggak lama
juga kok Rin, saya saja yang terlalu cepat sampainya. Gimana kabarmu ?”
“Alhamdulillah
sehat Wan, kamu sendiri gimana ?”
“Alhamdulillah
sehat juga, tahu nggak Rin kenapa saya mengajak kamu ketemu disini ?”
“Mnnn...nggak
tahu juga Wan, emangnya ada apa dan kenapa ?” sedikit penasaan.
“Tujuanku
mengajakmu ketemu yang pertama ingin mengembalikan pulpen ini, masih ingat kan
saya pinjam pulpennya waktu itu ?” mencoba meyakinkan.
“Aaah...kamu Wan,
hanya pulpen saja masa dikembalikan juga. MNnnnn...atau barangkali kamu
mengajak ketemu hanya ingin mengembalikan pulpen ini ya ?” celoteh Rini dengan
wajah cemberut.
“Jangan salah
sangka dulu Rin, bukan itu maksudku mengajakmu ketemuan tapi ada sesuatu
dibalik semua itu,” jawab Erwan.
“Maksudnya ?”
semakin penasaran dengan jawaban Erwan.
“Memang tujuan
pertamaku untuk mengembalikan pulpen ini kepadamu, namun tujuan keduaku untuk
menemuimu sore ini adalah....” berhenti sejenak.
“....Aku ingin
sekali memiliki pulpen ini dan sekaligus pemiliknya,” tambah Erwan.
“Aku masih belum
mengerti dengan semua ucapanmu,” jawab Rini.
“Begini Rin, sejak
pertamakali kumelihatmu, aku sudah terpesona dengan dirimu. Bolehkah aku
memiliki hatimu ?”
“Kamu serius Wan
?” Rini masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
“Coba lihat
mataku, apakah aku terlihat bohong kepadamu ?” mencoba meyakinkan Rini.
Hanya anggukkan
kecil yang bisa disampaikan Rini kepada Erwan, matahari senja menjadi saksi
bisu bahwa cinta mereka telah menemukan dermaganya. Sinar keemasan matahari
senja menambah indahnya suasana sore itu. Ditambah dengan teriakan selamat yang
merdu dari desiran ombak sore. Rasa bahagia yang saling tercurahkan dan
canda-tawa diantara mereka, seakan kebahagiaan itu terasa indah dan penuh
dengan warna. Tanpa terasa mereka menghabiskan waktu senja bersama berjalan
diatas karang dan bebatuan sambil menikmati indahnya sore.
Hari demi hari
hubungan antara Erwan dan Rini menjadi lebih dekat dan saling berbagi cerita.
Bahkan sebulan kemudian Rini mendapatkan pekerjaan di Kantor Jasa Penilaian
Publik di Padang, sedangkan Erwan juga mendapatkan tawaran untuk program SM-3T
(Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal) di Kalimantan.
Belum lama mereka menjalin ikatan kasih sayang harus diuji dengan rintangan
yang sangat berat untuk beberapa bulan ke depan.
Mereka harus
menjalankannya dan mencoba untuk menjalani rasa rindu yang terangat sangat.
Mesti keduanya saling berjanji untuk saling menjaga hati dan janji untuk tidak
mengikarinya. Jarak Padang-Kalimantan sangatlah jauh dan bisa jadi tantangan
terberatnya adalah di lokasi penempatan. Hidup tidak selalu apa yang kita
inginkan itu akan terjadi, namun yakinlah Allah memberikan apa yang kita
butuhkan bukan apa yang kita inginkan.
Beberapa bulan
kemudian.
Rini dan Erwan
sangat jarang melakukan kontak atau mengirim pesan karena di tempat Erwan
bekerja memang tidak ada jaringan sama sekali, ada-ada tapi sangat lemah dan
harus mencari tempat yang tinggi. Selain masalah komunikasi juga LDR
menjadi awal keretakkan hubungan mereka. Namun Rini mencoba untuk mengobati
hati dengan berpikir positif, “Mungkin dia lagi sibuk makanya jarang sekali
kontak.”
***
“O...maaf, saya
tidak sengaja,” ucap Erwan ketika tidak sengaja menabrak Buk Mita.
“Nggak
apa-apa kok Pak,” sambil tersenyum kecil.
“Biar saya yang
ambilkan buku-bukunya,” sambil membereskan beberapa buku yang berserakan di
lantai.
“Ini Buk, sekali
lagi maaf Buk Mita,” sambil menyerahkan bukunya.
“Iya Pak,
terimakasih.”
Sudah seminggu ini
Erwan mengajar dan juga kenal dengan berbagai guru-guru yang juga ikut program
SM-3T itu di Kalimantan. Namun entah kenapa setiap kali bertemu dengan Buk Mita
detak jantungnya selalu berdetak kencang dan tak menentu. Apalagi sejak
kejadian yang tidak sengaja itu, membuat hubungan antara keduanya semakin
dekat. Bahkan sudah lama juga Erwan tidak pernah mengirim kabar kepada Rini dan
mungkin situasi serta momen yang membuat hubungan mereka menjadi tidak seperti
dulu lagi. Kata-kata indah yang pernah diucapkan Erwan kepada Rini hanya
tinggal janji. Namun hakikatnya hatinya telah terpikat dengan wanita lain dan
membuatnya tidak bisa menahan godaan itu.
Bahkan suatu sore,
sepulang mengajar Erwan bertemu dengan Mita di depan sekolah.
“Mau pulang Buk
Mita ?” sapa Erwan.
“Iya, tapi nggak
enak juga dipanggil Buk di luar sekolah. Panggil Mita saja,” jawab Mita.
“Maaf, iya boleh. Boleh
saya antarkan pulang Mita ? Kebetulan rumah kita nggak jauh juga kok.”
“Kalau nggak
keberatan boleh Wan.”
Rasa cinta dan
suka itu mulai tumbuh antara mereka, selain sering bertemu juga dan bahkan Mita
juga sering memberikan perhatiannya kepada Erwan disela-sela istirahatnya.
Bahkan sebaliknya, Erwan juga sering terlihat membantu Mita dan sering duduk
berdua. Program SM-3T yang dicanangkan pemerintah di daerah pedalaman itu juga
memberikan fasilitas berupa penginapan untuk mereka yang ikutserta. Peluang
untuk bersama-sama lebih banyak dibandingkan dengan memikirkan Rini yang jauh
di Padang. Bahkan hari libur sekolah pun, Erwan dan Rini sering menghabiskan
waktu bersama-sama menikmati indahnya alam di Kalimantan. Erwan lupa akan
janjinya yang telah diucapkan kepada Rini sebelum berangkat ke Kalimantan untuk
selalu menjaga hatinya. Namun godaan itu terus datang, hingga Erwan tidak kuasa
lagi menahannya dan mendiamkan Rini yang selalu menunggu disana.
Dua bulan berlalu.
Rini yang sibuk
dengan pekerjaannya setiap hari selalu saja melihat layar handphone-nya.
Rasa rindu yang sangat dalam dan rasa khawatir bermunculan dalam benaknya.
“Kenapa sudah
lama sekali dia tidak pernah mengasih kabar,” pikir Rini.
Deretan pertanyaan
berdatangan dan pikiran negatif tentang hubungannya silih berganti hadir. Namun
Rini terus mencoba untuk setia dan selalu memegang teguh janji yang telah
diucapkannya. Walaupun hatinya telah menduga bahwa orang yang dicintainya sudah
berpaling pada hati lain dan salahnya juga yang tidak banyak mendapatkan waktu
untuk bersama.
Bulan berganti
bulan, namun kabar tentang Erwan tidak kunjung ada. Jangankan menelpon,
pesanpun tidak lagi ada masuk ke handphone Rini. Bahkan ketika Rini
sudah keluar dari kantor lamanya dan mencoba pergi ke Jakarta untuk bisa
mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus. Akhirnya Rini mendapatkan pekerjaan di
Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta sebagai auditor disana.
Bekerja di tempat
baru dan mendapatkan teman-teman baru juga. Bukan hanya itu orang sekampungpun
dan juga satu jurusan di Universitas Negeri Padang (UNP) pun diajaknya
bergabung dengannya di KAP. Walaupun semuanya orang perantau namun semuanya
menjadi lebih akrab dan saling bekerja sama satu sama lainnya. Kebiasaannya ketika waktu weekend datang
Rini sering menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan men-refresh-kan
pikirannya kembali. Menjadi seorang auditor bukanlah gampang, selain sibuk dan
pusing dengan berbagai dokumen yang harus diperiksa juga mencocokkannya dengan
data-data yang ada. Rini sering berkunjung ke Monumen Nasional (Monas), Taman
Mini Indonesia Indah (TMII), Kota Tua, Ancol dan sebagainya.
Walaupun sudah
lama tidak ada kabar tentang Erwan, namun Rini menganggap semua itu sudah
berakhir dan waktunya untuk memikirkan masa depan daripada memikirkan orang
yang tidak memikirkannya. Semua kenangan indah tentang Erwan sering muncul
dalam benaknya, hingga sulit baginya untuk berpindah ke lain hati atau move-on
dan move-up. “Biarkan waktu yang menghapus segalanya,” itulah kata-kata
sering diucapkan Rini ketika bercerita dengan temannya. Selain itu Rini masih
belum mendapatkan penjelasan langsung dari Erwan tentang hubungannya karena itu
sering menghantui pikirannya.
Seiring
berjalannya waktu, namun Rini tetap menikmati hari-harinya dengan senang hati.
Walaupun hatinya didalam hancur, namun dia tidak pernah memperlihatkannya
kepada orang lain. Dengan kinerjanya yang semakin baik di tempat kerjanya
hingga mendapatkan tawaran menjadi kepala di Pekanbaru.
Walaupun kantornya
baru dibuka di Pekanbaru, namun Rini senangnya bukan main karena selain dekat
dengan kampung juga ada kakaknya disana. Namun Rini masih belum berani untuk
tinggal sendirian di kantor walaupun semua perlengkapannya sudah dibeli.
Akhirnya Rini berangkat dengan motor dan sesekali dengan Trans Metro Pekanbaru
(TMP) ke kantor. Namun entah mimpi apa Rini semalam dan paginya berpapasan dengan
cowok tampan di halte bus.
Jantungnya semakin
deg-deg-an saat didalam bus juga duduk bersebelahan dengan cowok itu.
“Maaf Mbak, kalau
ke Jondul Baru berhenti dimana ya ?” sapa pria disebelahnya.
Hampir jatuh
rasanya jantung Rini ketika cowok ganteng disebelahnya mencoba mengajaknya
bicara. Namun matanya terus memandang wajah cowok itu dan masih belum menjawab
pertanyaannya.
“Mbak, Mbak ?”
sapa cowok itu lagi.
“O..iya, Mas.
Maaf, aku juga mau kesana. Kita nanti turunnya barengan aja,”
jawab Rini dengan sedikit gugup.
“Ok, makasih ya.”
Perjalanan yang
lumayan jauh itu membuat Rini dan pria idaman yang baru dikenal itu menjadi
lebih dekat. Bahkan mereka sudah saling berkenalan dan tukar nomor handphone
satu sama lain.
Saat mau turun
bus, entah kenapa Rini menarik tangan cowok itu dan anehnya lagi cowok itu juga
mengikuti tarikan tangan Rini. Ketika dipinggir jalan Rini jadi salah tingkah
karena tangannya masih menempel ditangan cowok itu.
“Ohh..maaf,”
dengan sikap salah tingkahnya.
“Nggak
apa-apa kok Rin. O... iya saya harus pergi dulu, nanti aku telpon kamu
ya ?”
“Eee...mmmmnn,
iya. Saya tunggu ya ?” dengan wajah memerah.
“Ok, thanks Rin,”
sambil berlalu pergi.
0 komentar:
Posting Komentar