Sudah beberapa bulan wanita muda ini terus bekerja sendirian di
Kota Pekanbaru. Ruangan yang luas dan hanya ditemani oleh meja, kursi,
komputer, dan beberapa perlengkapan lainnya. Rasa bosan mulai menginggapi
wanita ini, belum lagi cuara yang sangat panas disini. Namun hari demi hari Ia
lewati dengan senang dan terus semangat meskipun tidak ada satu orang pun yang
bisa diajak bicara ketika masih jam kerja. Namun Ia mendapatkan teman-teman
baru meskipun tidak bisa diajak bicara namun melihat dia berlari kian kemari di
dapur, membuat wanita ini tersenyum senang. Setiap kali ada makanan dan nasi,
selalu dibaginya dengan teman-teman barunya itu. Meskipun tidak selalu Ia beri
makan dan terkadang wanita ini hanya makan ditempat Abangnya.
Wanita itu bernama Rini dan siang itu kerjaan sudah selesai Ia review,
bosan dengan kesendirian itu. Rini mencoba mencari nama-nama di kontak handphone-nya
beberapa menit. Namun tiba-tiba ingatannya kembali kepada moment tiga
bulan lalu diatas Bus Way Trans Metro Pekanbaru (TMP), ketika itu Ia berkenalan
dengan cowok ganteng itu dan saling bertukar nomor.
Matanya tertuju pada satu nama dan beberapa detik jemarinya tidak
bisa menekan tombol handphone-nya, entah kenapa nama itu langsung
terbayang dan rasa yang aneh menyerang dirinya. Nama yang tidak asing lagi
dalam ingatannya, meskipun sudah lama tidak komunikasi dengan cowok itu lagi.
Mungkin karena kesibukkan masing-masing dengan pekerjaannya dan juga rutinitas
yang sibuk serta tidak pernah lagi bertemu.
“Sedang apa Dia ya ? Apakah Dia masih ingat dengan aku ? Seperti
apa Dia sekarang ya ?” pikir Rini
dalam hati.
Rini mencoba menepis bayangan cowok itu, namun gagal dan kembali
teringat dengan wajah teduhnya. Akhirnya Rini mencoba mengirim pesan kepada
cowok itu dan Rini tidak ingin mengganggu aktivitasnya.
“Selamat siang Leo ? Kemana aja tidak ada kabar lagi ? Sibuk ya
belakangan ini ?” pesan itu
di sent Rini.
Rini berharap ada balasan dari teman lamanya itu dan terus berharap
ada pesan masuk dari Leo. Setiap lima detik sekali Rini mencoba men-check
handphone-nya, apakah ada pesan masuk dari Leo ? Namun sampai habis makan
siang belum ada juga balasan pesan dari Leo. Rasa kesal kepada Leo dan Rini
sadar mungkin Leo sedang sibuk atau handphone-nya ketinggalan di rumah.
Rini mencoba mengibukkan diri dengan kegiatan gedjet-nya. Memang sih
orang kalau lagi suntuk atau bosan lebih sering membuka handphone-nya
ketimbang mencari kegiatan lain yang lebih seru. Apalagi zaman tekhnologi sudah
berkembang pesat ini, jadi mereka lebih asyik dengan dunianya ketimbang yang
lain.
Tiba-tiba handphone Rini berbunyi setelah mandi sore itu,
rencananya mau pulang ke tempat Abangnya. Sebelum siap-siap pulang Rini
menyempatkan diri untuk membaca pesan itu terlebih dahulu dan sekarang Ia lupa
dengan pesan yang dikirimkan kepada Leo tadi.
“Maaf Rin, tadi lagi sibuk kerja dan sekarang sudah dijalan pulang.
Belakangan ini sedikit sibuk jadi tidak sempat menghubungi Rini, maaf ya ?” pesan balasan dari Leo.
Betapa senangnya hati Rini, akhirnya Leo membalas pesannya. Tanpa
pikir panjang akhirnya Rini mencoba membalas pesannya.
“Nggak apa-apa kok Leo, kebetulan aku juga sibuk belakangan ini.”
Sebelum berangkat pulang handphone Rini berbunyi dan
ternyata panggilan dari Leo.
“Lagi sibuk Rin ?” tanya Leo diujung telpon.
“Nggak juga Leo, emangnya kenapa ?” jawab Rini.
“Kalau tidak sibuk, boleh kita jalan-jalan sebentar nggak
Rin ?” ajak Leo.
“Nggak kok Leo, mau jalan kemana Leo ?”
“Nggak kemana-mana kok, cuman pergi makan ja. Itupun
kalau Rini mau ?”
“Boleh Leo, tunggu dimana ?”
“MTQ ja ya Rin ? Gimana ?”
“Ok Leo.”
Rasa senang dan pancaran bahagia terlihat diwajah Rini, cowok yang
selama ini Ia idam-idamkan akhirnya ngajak makan bersama. Sebetulnya
pandangan pertama Rini kepada cowok itu sudah membuatnya terkesan dan entah
kenapa Rini yakin kalau Dia orang yang baik dan sopan. Entah apa yang
membuatnya merasa yakin dan yang pasti itu dari lubuk hatinya yang terdalam dan
Ia juga menginginkan Leo untuk bisa menjadi pasangannya. Namun sebagai seorang
wanita tidak mungkin Rini memulai itu semua dan itu tentu harga dirinya sebagai
seorang wanita. Memang Rini sangat rindu ingin bertemu Dia lagi dan entah
kenapa rasa rindu itu hanya bisa dipendamnya didalam hatinya.
Beberapa menit berjalan melewati jalan Sudirman, akhirnya keramaian
mulai terlihat. Apalagi kalau malam minggu, sudah pasti semakin ramai. Disana
banyak pedagang kecil seperti : Sate, Jangung Bakar, Bakso, dan lain-lainnya.
Disana juga disediakan tempat duduk dan kalau ingin berjalan-jalan di area
bangunan MTQ itu juga sangat menarik. Disela-sela keramaian orang Rini berjalan
menuju tempat yang sudah diberitahukan Leo. Disana tidak begitu ramai dan
diujung meja kiri sudah ada seorang pria yang sedang menunggu seseorang sambil
bermain handphone-nya.
“Malam Leo ? Sudah dari tadi ya ?” ucap Rini.
“Malam juga Rini, belum lama juga Rin. Semakin sehat saja sekarang
?” ucap Leo sambil mengulurkan tangan.
“Alhamdulillah Leo, kamu gimana kabarnya ?” sambil bersalaman.
Beberapa detik belum ada jawaban dari Leo dan pandangannya tertuju
pada wajah manis Rini malam itu.
“Ehemm....,” Rini mencoba menetralisir suasana lagi.
“Eeehhh...maaf Rin, alhamdulillah juga sehat seperti yang Rini lihat,”
jawab Leo dengan sedikit malu.
Malam itu Rini dan Leo berjumpa kembali setelah beberapa bulan ini
tidak ada bertemu lagi. Rasa rindu diantara mereka membuat satu sama lain
saling salah tingkah, namun kembali lagi seperti awal kalau sudah diganti dengan
topik pembahasan yang lain. Malam itu Rini dan Leo hanya membahas tentang
pekerjaan di kantor dan kegiatan yang lain. Walaupun didalam hati masing-masing
memiliki rasa yang sama, namun Leo masih belum berani mengutarakan niatnya itu.
Padahal Leo berniat menyampaikan isi hatinya kepada Rini malam itu, namun
karena beberapa kali Leo kedapatan oleh Rini sedang memperhatikan dirinya.
Akhirnya kembali diundurkan, akhirnya malam itu tidak jadi disampaikan Leo.
“Sudah malam juga Rin, nanti takutnya dikhawatirkan Abangnya.
Pulang lagi yuk ?” ajak Leo.
“Iya Leo,” jawab Rini.
Setelah makan bakso, Leo mengantarkan Rini sampai parkiran dan
setelah itu baru Leo kembali ke rumah. Walaupun malam itu masih ramai dengan
pengunjung, namun Leo tidak ingin seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang.
Memang sih para muda-mudi lebih memilih tempat yang sedikit gelap untuk
berdua-duaan. Namanya juga di kota memang berbeda dengan orang desa, setelah
Magrib saja para perempuan dilarang keluar rumah. Itu artinya segala kegiatan yang
penting harus diselesaikan sebelum waktu Magrib kalau di desa-desa.
Sejak pertemuan itu Rini lebih sering naik Bus Trans Metro
Pekanbaru (TMP) daripada membawa motor ke kantor. Memang tidak terlalu mahal
juga naiknya hanya membayar Rp3.000,- sudah sampai tujuan. Selain itu tujuan
Rini lebih memilik naik TMP adalah supaya lebih sering ketemu dengan Leo,
memang Rini dan Leo sering bertemu diatas bus. Selain tempat kerja yang searah
juga sering chat Rini kalau Leo sudah keluar rumah. Jika kondisi
mendesak baru Rini membawa motor, namun lebih enak naik bus jika cuaca panas
dibanding naik motor.
Menjalani hari demi minggu, bahka berganti bulan Rini terus
semangat, namun apa yang diharapkan Rini belum juga terjadi. Rasa yang sudah
lama dipendamnya dan telah bersemi diruang hatinya yang terdalam. Bahkan
hatinya sudah dipenuhi dengan nama-nama Leo dan menjadi hiasan terindah. Setiap
kali memikirkan dan melihat foto Leo terasa begitu senang dan teguh hatinya.
Apalagi melihat dan mendengarkan Leo langsung dari jarak dekat, hal yang terus
dibayangkan Rini adalah Leo mengungkapkan cintanya kepada Rini.
Saat berangkat ke kantor Rini sengaja membawa motor karena mau
ketemu dengan klain nanti siang di Bank BNI. Melewati jalanan yang biasa
dilaluinya dan tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah motor yang ada
diujung jalan. Namun dari nomor kendaraannya dan warna motornya tidak asing
lagi oleh Rini.
“Itu kan motornya Leo, apakah Dia sudah punya pacar ? Rasanya aku
tidak salah lihat, kalau yang dibawanya itu adalah perempuam,” ucap Rini dalam hatinya.
“Kalau memang Dia sudah punya pacar kenapa masih saja dekatin aku ?
Apakah Dia tipe cowok playboy, dimana-mana ada pacarnya. Dasar tukang tipu,” umpat Rini dalam hatinya.
Sejak kejadian pagi itu Rini sangat membenci Leo dan Ia menyesal
mengenal orang seperti Dia. Rini berpikir bahwa Leo adalah tipe orang yang
baik-baik dan ternyata sejak melihat Leo dengan perempuan lain, Rini sadar
ternyata Ia salah menilainya selama ini.
Beberapa hari kemudian Rini tidak pernah lagi menelpon, sms, chat
Leo lagi, meskipun sudah berulang kali Leo mengirim pesan dan menghubunginya
namun Rini tidak pernah membalas ataupun mengangkat telponnya. Dilain sisi Leo
merasa kecewa dengan tingkah laku Rini dan juga berpikir hal yang sama bahwa
Rini sudah memiliki kekasih.
***
Sore itu Leo berniat ingin berjalan-jalan ke Mall Pekanbaru (MP)
untuk menghilangkan rasa jenuhnya, apalagi setiap hari bekerja dan Sabtu sore
adalah waktu yang tepat untuk refreshing. Leo berjalan sendirian dan
mengitari setiap sudut ruang untuk melihat-lihat saja, kalau ada yang discon
atau yang menarik baru dibeli Leo.
Ketika berjalan melewati sebuah kafe Leo terhenti melihat dua orang
yang sedang asyik bercerita satu sama lain. Namun perempuan itu tidak asing
lagi oleh Leo dan Dia yakin itu adalah Rini, temannya dulu.
“Ahh...benar dugaanku selama ini ternyata Rini memang sudah
memiliki kekasih selama ini, tapi kenapa Dia mau aku ajak ketemuan dan makan
bersama ya ?” pikir Leo
dalam hati.
“Atau Rini memang sengaja melakukannya dan Dia memang cewek
playgirl ternyata. Sudahlah kita end Rini, goodby,” ucap Leo dalam hati sambil berlalu meninggalkan kafe itu.
Rasa mood Leo untuk ke lantai berikutnya menjadi tidak enak
dan langsung kembali ke lantai dasar untuk kembali ke rumah. Namun dalam
perjalanan pulang Leo masih saja kepikiran tentang kejadian itu, sebenarnya Leo
memang suka kepada Rini namun Dia masih belum memiliki keberanian untuk
mengutarakan semua isi hatinya itu kepada Rini. Memang Rini baru Dia kenal dan
itulah salah satu alasan Leo tidak mau menyampaikannya lebih awal. Dia takut
kalau perasaan yang dipendamnya itu akan menyakitkan baginya. Memang Dia
merasakan rasa nyaman dan rasa yang berbeda dengan perempuan lain ketika sedang
bersama Rini. Namun Leo mencoba untuk merelakan Rini demi kebahagiannya dengan
orang lain, meskipun Dia sayang sekali dan ingin memiliki hati Rini seutuhnya.
***
“Kak, cowok lo ganteng juga ya. Kenal dimana sih ?”
tanya Rini malam itu.
“Ya iyalah gue gitulo,” jawab Zulda.
“Serius loh Kak, tapi entah kenapa pas giliran gue
merasa yakin dan percaya bahwa cowok itu terbaik buat gue, tapi Dia-nya
sudah ada yang punya,” ciloteh Rini.
“Itu berarti Dia tidak pantas buat lo Rin, masih banyak kok
cowok di dunia ini. Jangan menyerah dulu Rin, ingat pepatahnya ‘patah tumbuh
hilang berganti.’ Itu artinya kalau satu cowok tidak dapat ya cari yang lain
Rin, semangat Rin,” Zulda mencoba menyemangati Rini.
“Iya juga ucapan lo Kak, tapi belakangan ini gue
masih saja kepikiran dengan cowok itu,” ucap Rini.
“Atau nanti gue kenalin lo sama teman-teman gue mau
?”
“Boleh juga tuh,” jawan Rini.
Sejak saat itu Rini dan Leo sudah hilang komunikasi lagi. Rini
mencoba mencari cowok yang lebih daripada Leo dan memang Ia sudah berniat untuk
melupakan semua tentang Leo. Dilain sisi Leo juga melakukan hal yang sama
berusaha untuk menghilangkan wajah Rini dari ingatannya. Memang susah melupakan
orang yang sangat menarik dalam hati kita, apalagi orang tersebut membuat kita
rindu dikala Dia jauh dan membuat kangen ketika tidak bertemu dengannya.
Itulah yang namanya cinta yang datang tanpa diundang dan pergi tanpa belas
kasihan, jika seseorang sudah terkena virus merah jambu ini maka obatnya tidak
akan pernah ada. Namun hanya satu obatnya yaitu orang yang selalu dinantikan
kehadirannya dan dirindukan kehadirannya itu. Memang tidak ada jalan lain
selain bertemu dengan orangnya, namun jika pergi ke apotek-apotek tidak akan
menemukan obat penawar rindu itu.
Ketika rasa cemburu menghampiri seseorang yang sedang dilanda cinta
kepada seorang perempuan, atau sebaliknya. Rasa cemburu itu akan berubah
menjadi kebencian yang mendalam kepada orang yang diharapkannya itu. Namun
terkadang itulah yang kehidupan yang awalnya terasa indah, bahagia namun
diakhirnya menjadi menyakitkan daripada apapun juga. Sakit memang, pedih tentu,
hancur pasti.
Sedang asyik Rini bersantai-santai didepan rumah Abangnya,
tiba-tiba datang sahabat lamanya.
“Sudah lama nggak bertemu Rin,” sapa Erlis.
“Iya Erlis, gimana kabarnya ?” Jawab Rini.
“Alhamdulillah baik Rin, makin kurus saja Rin ?”
“Iya ya Erlis ?” dengan wajah penasaran.
“Iya Rin daripada yang dulu, btw mikirin siapa sih
sampai sahabatku menjadi seperti ini ? Bilang sama aku siapa yang telah
menyakitimu Rin ?” dengan wajah bercanda.
Rini dan Erlis adalah sahabat sekampung dan juga pernah satu
sekolah di SMP. Selain itu juga pernah satu kampus di salah satu perguruan
ternama di Kota Padang, namun mereka berbeda jurusan.
“Nggak ada kok Erlis, gimana kerjanya ?” ucap Rini.
“Lancar kok Rin, nggak bosan di rumah terus ?
Jalan-jalan yuk ?” Ajak Erlis.
“Bosan banget, boleh. Yuk.”
Akhirnya Rini dan Erlis pergi jalan-jalan ke danau buatan di Desa
Limbungan sekitar 10 KM dari pusat kota. Siang itu Rini juga ingin mengajak
Zulda pergi, lebih ramai lebih enak.
“Jalan-jalan ke danau buatan yuk Kak ?” ajak Rini.
“Serius lo Rin ?” jawab Zulda dengan wajah penasaran.
“Gue serius, ini gue ajak teman gue sekalian.”
“Tahu aja gue mau keluar, kebetulan juga mau jalan juga ma
cowok gue. Panjang benar tu umurnya, langsung nongol tu
anak,” jawab Zulda.
Akhirnya mereka berangkat dengan dua motor dan hanya memakan waktu
sekitar lima belas menit untuk sampai ke lokasi danau buatan itu. Tempatnya
indah sekali dan kalau hari minggu biasanya pengunjungnya lebih banyak daripada
yang biasa. Tempat yang sangat bagus untuk refreshing dan melepaskan
lelah, danau buatan itu dikelilingi oleh perbukitan. Konon kata orang-orang
setempat bahwa awalnya tempat ini hanya tempat irigasi untuk persawahan para
petani, seiring berjalannya waktu berubah menjadi tempat piknik dan wisata yang
disukai banyak orang.
“Apa nama danaunya Erlis ?” tanya Rini tiba-tiba.
“Danau Lembah Sari, keren kan tempatnya ?” ucap Erlis.
“Iya bagus banget, foto-foto sana kayaknya bagus juga Erlis.
Kesana yuk ?”
“Serius ini keren banget tempatnya Erlis, sudah berapa kali
kesini ?” tanya Zulda.
“Baru dua kali dengan ini Kak, kesana yuk Kak ?”
“Ayo.”
Memang siang itu ramai banget oleh para pengunjung dari
segala penjuru dan seluas mata memandang terasa indah dan sejuk. Apalagi
ditambah dengan keindahan alam yang indah dan langit yang biru terbentang siang
itu. Disana juga ada dibuatkan tempat seperti jembatan untuk melihat lebih
dekat ke arah danau buatan dan juga bagus untuk berfoto-foto.
Disela-sela keramaian itu Rini berjalan dibelakang Erlis dan Zulda
dan cowoknya masih dibelakangnya. Memang weekend lebih banyak
dimanfaatkan oleh para mudi-mudi untuk jalan bersama. Tiba-tiba saja ada
seseorang menabrak Rini dari samping dan belum jelas siapa orangnya oleh Rini.
“Aduh...” teriak Rini sambil terduduk di atas tanah.
“Maaf, maaf ya...” dengan wajah heran.
“Kamu Rin,” ucap lelaki itu tiba-tiba.
“Leo, kenapa bisa ada disini ?” ucap Rini dengan wajah heran.
“Maaf ya Rini, tadi tidak sengaja,” ucap Leo kembali.
“Nggak apa-apa kok Leo, sama siapa kesini Leo ?”
“Sama adikku, kenalin ma Kakak Rini,” ucap Leo.
“Jadi ini adik Leo, berarti yang waktu itu aku lihat bukan pacarnya
tapi adiknya. Sama dengan wanita yang dibawa Leo waktu itu,” ucap Rini dalam hati.
“Siapa namanya Dek ?” ucap Rini.
“Dila Kak.”
“Nama Kakak Rini, ini teman-teman Kakak.”
Akhirnya teman-teman Rini saling berkenalan dengan Leo dan adiknya.
Namun rasa yang dulu sudah hilang seakan datang kembali, satu demi satu yang
menjadi dugaan Rini selama ini sudah terbuka. Memang Rini hanya melihatnya dan
tidak tahu secari jelas siapa wanita itu. Sekarang Rini sadar bahwa ternyata
kesalah pahamannya selama ini membuatnya benci kepada Leo. Padahal tidak yang
sesungguhnya, selain itu Leo juga baru sadar ternyata cowok yang bersama Rini
malam itu adalah cowoknya Zulda.
Setelah mendengarkan cerita Zulda dan apa yang terjadi malam itu,
Leo sadar Dia-nya saja yang negative thinking kepada Rini. Padahal apa
yang dilihat Leo tidak seperti yang dibanyangkannya dan Rini hanya menemani
Zulda malam itu. Selain itu, malam ketika Leo melihat Rini dan cowok itu di
kafe, Zulda sedang ke kamar kecil.
“Maafin aku salah menilai dirimu selama ini Leo ?” ucap Rini sambil
duduk disamping Leo memandang kearah danau.
“Maafin aku juga Rin, aku juga salah menilai dirimu selama ini.
A...aku benar-benar sayang kepadamu Rin, belakangan ini aku merasakan sangat
rindu kepadamu. Apa kamu juga merasakan hal yang sama denganku ?” ucap Leo.
Entah kenapa awalnya Leo memang sedikit gugup untuk mengutarakan
niat yang sudah lama Dia rasakan, namun akhirnya kata-kata itu sukses keluar
dengan lancar walaupun sedikit tersendat.
“Maafkan aku Leo...” Rini menghentikan ucapannya sambil
membelakangi Leo.
Beberapa detik suasana terasa hening dan tanpa ada bunyi yang lain.
“Aku sadar bahwa aku memang tidak ....” ucap Leo lagi tapi Rini
menutupnya dengan jarinya.
“Aku belum selesai bicara Leo, maafkan aku yang juga mencintaimu
dan aku juga baru sadar ternyata aku sudah sejak dulu sayang kepadamu Leo,”
ucap Rini sambil tersenyum manis.
Akhirnya Leo memeluk Rini dan membisikan ke telinga Rini.
“Terimakasih Rin, aku berjanji akan selalu dan selamanya ada buatmu,” ucap Leo dengan pelan
namun pasti.
“Cie...cie.... ada yang lagi eehemmm....,” ledek Zulda.
Rini dan Leo terlihat malu dan melepaskan pelukannya, namun suasana
perjalanan itu memberikan nuansa baru dan yang pasti weekend yang sangat
senang bagi Rini. Hal yang tidak pernah dirasakannya selama ini sudah Ia
rasakan dan Rini mulai ceria lagi setelah pulang dari tempat itu.
“Bukan Danau Lembah Sari tapi Danau Cinta Kita,” ucap Rini dalam hati sambil tersenyum.
Memang Rini dan Leo sama-sama memendam rasa yang sama di hati
masing-masing dan dari hari ke hari rasa itu semakin bermekaran dalam ruang
hati mereka. Bahwa didalam hati Rini nama Leo sudah menjadi hiasan yang
terindah dan selalu menjadi cahaya terindah dalam lubuk hatinya yang terdalam,
begitu juga dengan Leo. Nama Rini sudah bermekaran dalam hatinya dan ternyata
hati Rini begitu indah dan semakin jauh semakin nyaman dan semakin indah,
hingga Leo tidak tahu lagi jalan untuk kembali dari hati Rini.
Hari-hari Rini menjadi lebih berwarna dan lebih bersemangat dalam
bekerja. Bahkan sejak Leo menyampaikan isi hatinya Rini lebih ceria daripada
biasanya. Baru seminggu hubungan Rini dan Leo berjalan badai cobaan kembali
datang. Melalui pesan singkat Leo mengirimkannya kepada Rini malam itu.
“Malam Rin, aku bahagia sekali bisa memilikimu Rin akan tetapi
maafkan aku tidak bisa menolak permintaan dari tempatku bekerja bahwa aku
dipindah tugaskan ke kota lain untuk beberapa bulan ke depan. Aku berjanji
setelah kembali lagi aku akan menemui orang tuamu bahwa aku benar-benar sayang
dan ingin memilikimu seutuhnya. Jaga dirimu baik-baik, terutama hatinya dan
insyaallah aku juga menjaga hati ini selalu untukmu Rin. Tunggu aku yaa,” pesan Leo kepada Rini.
Catt : Cerpen ini adalah lanjutan dari cerpen Sisi Lain Hati.
0 komentar:
Posting Komentar