Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Minggu, 03 April 2016

MALAM TERAKHIR

Share

Foto: Sahabatku yang terbaik.

Terkadang sebuah jalinan persahabatan yang begitu kuat dibangun, tidak akan pernag runtuh dan hancur begitu saja. Dua orang manusia yang sudah saling memahami, saling mengerti dan saling percaya satu sama lain. Apapun rintangan dan tantangan persahabatan yang datang menghadang ikatan tersebut, tidak akan pernah merubah pemikiran dan jalan hidup seseorang. Begitu kuatnya rasa persahabatan yang tertanam dalam hati, dalam jiwa, serta pemikiran masing-masing individu. Bukan hanya itu, bahkan kedua sahabat yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu saat Allah menakdirkan mereka bertemu. Rasa yang sudah bertahun-tahun itu memisahkan mereka tidak terasa ada, bahkan seperti orang yang sering berjumpa setiap hari. Pertemuan itu tidak menghadirkan berjauhan, malahan perbincangan yang singkat terasa panjang lebar dari pertemuan itu.
Walaupun mereka dipisahkan oleh jarak yang ribuan kilo, namun semua itu tidak menjadikan permasalahan dalam persahabatan mereka. Bahkan hanya ikatan batin dan hati yang masing-masing yang selalu memberi pertanda mengingatkan persahabatan itu.
Tanpa terasa peresahabatn yang kami bangun ini sudah hampir berjalan empat tahun. Walapun terkadang ada permasalahan-permasalahan yang kecil sering terjadi. Namun hal itu dapat kami atasi setiap kali permasalahan itu datang.
Aku masih ingat dikala aku pernah berkunjung terakhir kali menemuinya dalam rangka memberikan kado ulang tahunnya. Malam sebelum itu aku sudah mempersiapkan kado itu hingga selesai dan kubalut dengan kertas berwarna pink dikala itu. Sebuah kado yang biasa-biasa saja, namun ada berbagai kisah dan kenangan persahabatan kami yang begitu indah dan tidak perkalahkan oleh persahabatan manapun. Kado yang kubungkus dengan tanganku sendiri dan kenangan persahatan indah kita disana, kusajikan dengan deretan demi deretan kisah. Tak pernah terpikirkan olehku kejadian waktu itu akan berakhir dengan kesedihan.
Siang itu aku berjalan dengan motorku yang selalu setia menemaniku untuk mengantarkan kado itu kepadanya Vinda. Demi perjumpaan dengan seorang sahabat yang begitu lama tidah bertemu tentu saja menghadirkan rasa kerinduan yang mendalam. Namun sebelum aku ke Kota Wisata itu aku sudah memberitahukan kepada Vinda bahwa aku akan ke Bukittinggi dalam pesan singkat.
Ass...Van, akan ke Bukittinggi menemui Vinda. Van sudah dijalan.
Menelususri jalanan Kota Padangpanjang yang begitu menyengat kulitku dalam kedinginan dan berganti hawa panas menjelang memasuki Kota Tri Arga tersebut. Ada pesan singkat Vinda juga singkat masuk ke handphoneku.
Ok, nanti kasih kabar ja kalau sudah di depan kos.
Aku terus saja menikmati perjalananku menuju Kota Wisata tersebut, rasa panas-dingin yang menerusuk ke dalam tulang-tulangku tidak lagi aku pedulikan. Karena keindahan di setiap perjalanan yang aku lalui sudah memberikan kenyamanan dan kesejukan dalam hatiku. Walaupun aku pergi seorang diri namun aku tidak merasakan aku pergi sendiri, karena motorku sudah dan sahabatku yang ada dalam diriku terasa hadir menemani perjalananku dikala itu. Namun sebelum aku menemui Vinda setelah shalat jum’at nanti aku pergi Kantor Wali terlebih dahulu untuk mengurus magangku di Kota itu. Sekitar sepuluh aku sudah berada di Dinas Koperindag Kota Bukitting, sebagai tempat aku magang nanti. Hari ini aku ke sana dalam rangka memastikan itu dan memberikan surat rekomendari dari kampus. Namun karena sedikit kendala, jadi aku kembali ke Dinas Kesbangpol di Balai Kota lama dan ternyata orang disana memintaku untuk mengurusnya di Kantor Balai Kota baru dekat perpus BH.
Tidak beberapa aku kembali menapaki roda-roda motorku menelusuri jalanan Kota Wisata itu. Hanya beberapa menit aku sampai disana dan ternyata aku sudah didahului oleh beberapa orang temannya yang juga sudah dari sana. Akhirnya mereka terkejut dengan kehadiranku yang datang mendadak dan sendiri. Mereka adalalah Yona, Suci, Bang Andre dan Aris, setelah menjelaskan maksud kedantangku juga sama dengan mereka tidak banyak bertanya lagi. Padahal tujuanku hari ini untuk datang ke sini bukan hanya untuk itu karena hari ini tanggal 10 Oktober 2014. Maka hari ini adalah hari yang sangat aku tunggu-tunggu sebagai hari spesial dari salah seorang sahabat terbaikku.
Teman-temanku yang mengajakku untuk mencoba menelusuri dan memasuki Perpustakaan Bung Hatta itu. Disana kami berjalan menelusuri berbagai jenis buku, akhirnya aku tertarik dengan tiga buah buku waktu itu diantaranya buku kasus pembunuhan Munir karangan Wedratama, buku membaca pikiran orang lain dengan bahasa tubuh karangan Dianata Eka Putri, dan terkahir novel Asma Nadia Ungkapan Hati Seorang Isteri. Namun karena aku hanya boleh meminjam dua buku, aku tidak jadi membawa pulang novelnya Asma Nadia itu. Namun kendala lain pada saat aku ingin meminjam buku yaitu kertas merah untuk peminjaman tidak aku bawa, terpaksa aku sedikit berbohong agar bisa meminjam buku dengan alasan kartu merah itu hilang. Akhirnya dengan dua buah kartu merah baru aku bisa meminjam buku disana. Menjelang pulang kami berpisah dengan rombongan temanku tadi dan melaksanakan shalat Jum’at di salah satu mesjid di Belakang Balok.
Ternyata sebelum aku memasuki rumah Allah itu, aku melihat seseorang yang tidak asing lagi olehku dan rasanya wajahnya sudah familiar bagiku. Tapi dimana dan siapa namanya, beberapa saat berpandangan dengan dan begitu juga dia menatapku seolah-olah juga kenal denganku. Akhirnya aku tidak terlalu memikirkan dia lagi, namun di saat aku akan pergi ke tempat Vinda aku ingat kalau itu ada salah satu temanku di Tuhuh Jendela saat-saat ikut kemping bersama di Agam dulu. Akhirnya aku ingat namanya yaitu Dimas dan kami berbincang-bincang sebentar dan tidak lama aku meninggalkannya dan langsung menuju kos Vinda.
Hanya berjalan beberapa menit ke sana aku sudah berada di depan kos Vinda.
“Van sudah di depan kos Vinda sekarang.”
Hanya pesan singkat yang kuterbangkan ke kamar dua di lantai dua yang dari tadi sudah terlihat. Namun aku tahu, dia sudah melihatku juga dari atas sana. Hanya menunggu beberapa menit Vinda datang dengan sangat indah dalam mataku, ditambah senyuman tipis yang selalu menghiasi wajahnya. Apalagi baju berwarja putih itu terasa serasi dengan penampilannya hari ini.
“Mau kemana kita Van ?” sambil berjalan mendekatiku.
“Terserah Vinda saja, Van juga tidak tahu.”
“Temanin Vinda cari buku ke ke Perpus Bung Hatta ya Van ?” pintak Vinda.
“Ok, itu teman-teman Vinda juga ikut ?” sambil memandang teman-temannya yang sudah disana.
“Iya Van, Vinda tidak ingin kita berjalan berdua saja. Seperti yang pernah Vinda katakan dulu kepada Van, ikuti mereka ya Van,” sambil naik motorku.
Hanya anggukan kecil yang dapat kuberikan kepada Vinda, karena perkataan Vinda tadi mengingatkankan dikala kami sedang asyik bercerita waktu itu di kosnya.
“Tidak ada acara ke luar Vinda ?” tanya tiba-tiba kepadanya.
“Tidak ada Van, lagi pula Vinda tidak terlalu suka jalan-jalan ke luar. Palingan ke kampus, beli sambil di depan itulah perjalanan Vinda disini untuk keluar memang jarang.”
“O...dulu Vinda pernah ingin mengenalkan seseorang kepada Van. Tidak di SMS saja dia kesini Vinda ?”
“Dia tidak mau Van, lagipula dia orangnya sedikit pendiam dan tidak terlalu sudah banyak bicara.”
Aku tahu kalau orang itu adalah pacarnya Vinda, namun aku juga tahu kalau pacarnya itu merasa aku mendekati Vinda hanya ingin mendapatkan dia kembali. Padahal aku dan Vinda sudah lama tidak menjalin ikatan kasih itu, namun hanya ikatan yang lebih daripada itu yang sedang kami bangun, yaitu ikatan persahabatan.
“Jika hari libur tidak pergi jalan-jalan sama dia Vinda ? Kalau bisa kita ajak saja dia barengan jalan-jalan sama kita, agar Van juga tahu siapa dia.”
“Jarang Van, lagipula kami tidak punya motor seperti Van untuk jalan-jalan berdua. Dia hanya punya sepeda dan walaupun kami berpapasan di kampus, namun hanya tegur sapa saja dan jarang sekali berdua. Bahkan Vinda jarang sekali jalan berdua dengan dia, hanya Vinda jalan berdua dengan Van. Apa kata orang kalau Vinda seperti itu Van ? Vinda tidak pernah jalan berdua dengan dia, sedangkan tiba-tiba Vinda jalan berdua dengan Van.”
Aku hanya mengangguk dan berpikir kalau aku sebagai seorang sahabat merasa tidak pernah dianggap kehadirannya dan malahan akan menganggu hubungan mereka berdua. Aku tidak mengangka kalau Vinda sejak beberapa tahun terakhir ini sudah berubah dan tidak seperti Vinda yang aku kenal dulu lagi. Aku tahu kedatanganku ke sini akan membuat pacarnya itu salah sangka, makanya Vinda hanya mengajakku untuk bercerita hanya di depan kosnya.

***
Aku terus berjalan dengan Vinda mengikuti dua temannya yang sudah duluan di depan. Kami melewati jalanan sempit di lereng-lereng ngalau untuk menghindari polisi, karena dua orang temannya itu tidak mengunakan helm sama sekali. Namun karena dia sudah lama di Bukittinggi jadi dia tahu dimana termpat yang tidak ada polisi disana. Perjalanan kami dengan dua motor itu berjalan lancar sampai ke depan Kantor Walikota Bukittinggi. Aku parkirkan motorku disana dan berjalan dengan Vinda menuju pintu masuk perpustakaan Bung Hatta. Di depan pintu masuk sudah ada momontum Pak Hatta dengan bagian badan dan kepala sebagai simbol perpustakaannya itu dengan warna keemasan di dikelilingi sedikit kolam kecil disana.
Aku hanya mengikuti Vinda mencari bahan skripsinya tentang kepenulisan dan melalui pintu registrasi anggota ke dalam komputer terlebih dahulu. Rak-rak yang penuh dengan buku itu kami kunjungi satu demi satu. Tanpa terasa sudah beberapa jam kami mencari buku-buku disana, akhirnya Vinda dapat buku yang dicarinya dan ternyata dua orang temannya sudah pulang terlebih dahulu. Sebelum mengantarkan Vinda kami istirat dulu sebentar di dekat parkiran itu. Disana kami duduk bersebelahan disana aku melihat wajah Vinda sedikit muram.
“Maaf Vinda kalau kedatangan Van ini mungkin mengejutkan. Namun Van sadar kalau kadatangan Van ini mungkin akan mengganggu Vinda,” aku membuka pembicaraan.
“Tidak Van, malahan Vinda berterima kasih kepada Van dan kalian (dua orang temannya tadi) semua, karena hanya kalian yang menemani dan mencoba menghibur Vinda pada hari-hari spesial ini. Karena Vinda juga tidak tahu kenapa dia tidak melakukan hal yang sama kepada Vinda. Hanya ucapan selamat yang dia berikan kepada Vinda tadi malam,” sambil melihat ke bawah.
“Jangan sedih Vinda, walau apapun yang terjadi Van akan coba memberikan apa yang bisa Van berikan kepada Vinda, Happy Birtdays Vinda, semoga panjang umur dan sukses selalu,” sambil mengeluarkan kado dari dalam tasku.
“Terima kasih Van, boleh Vinda buka ?”
“Silahkan, itu kan sudah milik Vinda.”
Aku melihat kedua tangan kecil Vinda membuka hati-hati kado dengan balutan kertas Pink tersebut. Ternyata dua buah buku didalam, buku yang sempat aku janjikan untuk membuatnya dulu dan satu buku kenangan kami dulu yang sudah aku bukukan. Vinda sangat terkejut dengan hal itu dan karena sebelum dia mencoba membantu untuk membukukan buku itu sudah aku bukukan sebelum hari ulang tahunnya.
“Maaf Vinda hanya itu yang dapat Van berikan, semoga sedikit buku-buku itu akan menyimpan kenangan kita dulu, tapi sebelum itu apakah hubungan Vinda dengan cowok itu masih tetap berjalan sampai hari ini ?”
“Tidak apa-apa Van, ini sudah lebih daripada cukup, mengapa Van bertanya itu ? Pada hari itu Van tidak mau menerima Vinda kembali, padahal Vinda waktu itu sedang dirundung masalah dan berharap Van dapat memerikan ketengangan kepada Vinda dikala itu,” dengan wajah sedih.
“Maafkan Van Vinda, karena waktu itu Van menganggka kalau Via sedang bercanda dan karena waktu itu Van belum siap dengan situasi malam itu. Padahal Van masih berharap kalau kejadian yang dulu akan terulang kembali dalam kisah cinta yang lebih indah. Namun ini tidak mungkin karena Vinda sudah ada yang memilikinya dan mungkin ini ada pertemuan terakhir kita dan semoga buku yang Van buat ini benar-benar akan mengubur semua kenangan indah kita dulu,” sambil menatap ke bawah.
“Kalau Van berkata itu apa gunanya Van berikan ini kepada Vinda, lebih baik tidak Van berikan kalau itu alasan Van karena kecewa dengan semua itu. Sebenarnya malam itu Vinda sangat berharap akan mendapatkan cinta Van lagi karena Van menolak waktu itu, makanya Vinda mencoba mencari orang yang dapat memberikan ketenangan dari setiap pemasalahan Vinda waktu itu. Akhirnya Vinda menemukan dia dan walaupun kami jarang bertemu, namun dia dapat memberikan ketengan dalam diri Vinda.”
Aku hanya memperhatikan setiap kata-kata yang diucapkan Vinda satu demi satu dan memperhatikan wajah sedih Vinda dikala itu terasa sangat menyesal aku tidak dapat menerima Vinda pada malam itu. Sebenarnya hari ini adalah hari dimana aku akan menyngkapkan isi hatiku dan ingin mendapatkan cinta suci dari Vinda bukan cinta monyet seperti dulu lagi. Dan juga dalam buku novel “The moment of October, kisah persahabatan” itu aku menuliskan tentang persahabatan kami dan keindahan-keindahn persahabatan yang begitu indah tentang kami berdua dan juga sahabatku yang lain. Ada juga sebuah buku “Ungkapan hati, kumpulan puisi” itu karangan kami berdua yang sempat menjalin ikatan cinta walaupun hanya sebentar namun buku itu mampu mengajarkan dan memberikan sesuatu yang beda dan banyak hal tentang cinta.
“Dalam buku ini dituliskan kisah persahabatan kita, lalu kenapa Van mencoba mengahapusnya dan berniat untuk tidak melanjutkannya kembali ?”
“Tapi...” aku hanya terdiam dan sebenarnya ingin mengatkan kalau aku ingin cinta yang suci hari ini dan bukan cinta yang dulu lagi, dan juga aku ingin menjemput cinta suci itu ke sini. Akan tetapi semua tidak sesuai rencana dan ternyata aku sudah didahulukan orang lain.
“Bukan maksud Van untuk menghapuskan kenangan indah kita dulu, tidak. Namun sebenarnya Van kecewa saja dengan hal kejadian hari ini, dan maafkan jika Van sudah mengatakan hal yang menyakitkan hati Vinda, mungkin ini adalah pertemuan kita yang akhir dan Van berniat setelah menamatkan keliah Van akan pergi meningglkan kampung halaman dan keluar dari Tanah Datar ini. Van ingin merasakan bagaimana indahnya daerah orang lain, dan jika kita tidak bertemu lagi maafkan Van jika selama ini sering menyakitkan hati Vinda,” sambil menatap wajah Vinda untuk terakhir kalinya.
“Jangan katakan itu Van, persahabatn kita akan terus ada walaupun nantinya Van sudah jauh dan maafkan juga Vinda yang pernah membuat luka hati Van beberapa tahun tahun lalu. Sebenarnya Vinda hanya tidak ingin kejadian itu terulang kembali dan jika memang kita jadian lagi Vinda rasa kejadian yang dulu akan terulang kembali dan akan menyakitkan hati kita. Mungkin inilah jalan yang Vinda dan mungkin hukum karma itu telah menimpa Vinda kerena telah melakukan hal yang bodoh dan menyakit perasaan Van dikala itu. Beberapa tahun setelah kita putus, Vinda sempat mencari penganti Van, namun semuanya berujung menyakitkan hati Vinda berulang kali dan karma itu menimpa Vinda karena meninggalkan Van waktu itu. Sebenarnya Vinda juga berniat untuk dapat bekerja nantinya di luar Tanah Datar juga dan semoga Van mendapatkan apa yang Van inginkan nantinya. Sekali lagi maafkan Vinda yang dulu pernah menyaki Van dan Vinda hanya tidak ingin kejadian itu terulang kembali, biarlah sama-sama kita membuka lembaran-lembaran baru untuk hidup kita masing-masing.”
“Terima kasih Vinda sudah mengatakan hal yang sebanrnya hari ini dan semoga Vinda juga menemukan jalan yang lebih baik serta juga sukses dalam menempuh dunia kerjanyanya,” sambil terus memperhatikan wajah sedih terakhir Vinda.
Setelah limpahan beban-beban itu mengalir baik dari mulut Vinda maupun aku, Vinda memintaku untuk tidak mengantarkannya pulang. Namun, karena tadi aku yang menjemputnya maka tidak mungkin aku biarkan dia pulang ke kos tanpa aku. Akhirnya aku hanya mengantarkan Vinda ke pasar bawah karena ada sesuatu yang akan dibeli Vinda dulu disana.
Akhitnya kami berpisah didepan Genjang Gudang dan berpamitan dengan Vinda. Aku kembali mencari jejak-jejak ban motor dalam menelusuri jalan kembali Kota Batusangkar. Dalam perjalanan itu aku sempat merenung kisah cinta yang pernah ada diantara kami beberapa tahun yang lalu.
Memang semua berawal dari ketidak sangkaan dan terjadi begitu mudah dan cepat. Ketika kami sama-sama mengikuti Olimpiade Porseni di Padang waktu masih menjalani masa sekolah di MAN 1 dan dia di MAN 2 Batusangkar. Aku yang waktu itu mewakili sekolah dan juga Tanah Datar dalam Olimpiade Ekonomui. Walaupun aku sempat gagal awalnya dalam bidang Bola Takraw dalam penyisihan di MAN 2 Batusangkar, namun berkat seorang guru yang mempercayaiku mampu bersaing di Bidang Ekonomi. Ternyata benar aku mampu mengalahkan teman-teman yang lain se-sekolah tingkat Madrasah di Tanah Datar waktu mengikuti seleksi di MAN 2 Batusangkar. Dengan bantuan salah seorang temanku Yenti yang juga sama-sama mengikuti Olimpiade denganku dari sekolahku. Dia di bidang Sosiologi waktu itu dan mendapatkan nomor Vinda dikala itu.
Setelah selesai Olimpiade itu dan tiga bulan setelah itu aku mencoba menghubungi nomor Vinda ternyata masih aktif. Dengan segala cara dan akhirnya kami dekat dan menjalain ikatan cinta monyet di kala itu. Hanya berselang beberapa bulan menjalin ikatan itu, akhir Ujian Nasional (UN) pun berakhir dan juga mengiringi keterpisahan hubungan kami dikala hubungan itu menghadirkan pihak ketiga. Pihak yang juga menjadi mantanya Vinda hadir dalam cinta lama yang bersemi kembali (CLBK). Aku yang waktu itu ditemani Feby sore itu terbang dengan kecepatan cepat dan aku tidak sadar dalam perjalan itu karena begitu cepatnya dan lupa akan keselamatan diriku dan seorang temanku.
Akhir sore itu kami sampai di depan rumah Vinda dan dia datang memhampiriku di bawa pohon rambutan yang begitu rimbun.
“Apakah benar Vinda tidak mencintai Van dan sudah jadian dengan dia ?” sambil menatapnya.
“Maafkan Vinda Van, Vinda sudah memilih dia dan untuk hubungan kita mungkin sampai di sini saja,” sambil terus menatap ke bawah.
“Baiklah, mungkin ini juga terakhir kita bertemu dan terakhir juga Van dan Feby ke sini,” sambil pergi meninggalkannya.
Hanya beberapa menit disana dan kami langsung kembali dengan rasa puas karena hanya itu yang sebenarnya yang aku ingin tahu dengan hubungan kami. Walaupun begitu singkat namun, beberapa kenangan tentang kami tidak pernah hilang di dalam ingatanku. Walaupun aku sudah berusaha berulang kali tetap saja bayangan itu selalu datang dan ribuan kali aku berdoa kepada Allah agar aku mampu melupakannya malah semakin hari semakin dalam dan tidak dapat aku hapuskan dalam diriku.
***
Aku tersentak dengan lamunan masa laluku dan tidak aku duga aku sudah berada di di Kota Budaya kembali. Aku istirawat dan merebahkan diriku di kamar kecilku. Hanya beberapa menit aku terlayang dalam mimpi yang tidak jelas.
Suatu malam saat aku mengerjakan beberapa tugas kuliahku, kumelihat ada pesan dari kotak pesanku. Ternyata itu adalah pesan dari sahabatku Vinda. Dengan hati-hati aku buka pesan itu dan merasa aneh saja. Karena Vinda sangat jarang SMS-ku dan kenapa malam ini dia tiba-tiba saja mengirim pesan kepadaku. Adakah sesuatu yang terjadi dengan Vinda atau kenapa ?
Tanpa bersitegang dengan batinku, aku menbuka membuka pesan itu. Namun dugaanku benar selama ini ternyata kedatanganku dan bertemu Vinda beberapa bulan yang lalu menjadikan hubungannya dengan kekasih barunya itu menjadi bermasalah. Aku berniat dalam hatiku yang paling dalam, untuk benar-benar melupakan sahabatku dan juga melupakan kejadian masa laluku bersamanya. Pesan itu adalah,
Van mulai saat ini jangan hubungi lagi nomor ini dan jangan ganggu Vinda lagi. Karena Vinda tidak ingin ada prasangka lain dengan kedekatan kita ini. Maafkan atas kesalahan Vinda selama ini kepada Van.

3 komentar:

  1. Okee, sudah dibaca dan sudah dimengerti. Ahahhaaahaaa oh kenangan

    BalasHapus
  2. Mohon maaf cerita indah ini tak bisa kulupakan

    BalasHapus
  3. Mohon maaf cerita indah ini tak bisa kulupakan

    BalasHapus