Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

Minggu, 07 Februari 2016

KETIKA CINTA HARUS MEMILIH

Share




Gambar: Bandar udara Sultan Syarif Kasim II-Pekanbaru.

                Sudah seminggu Vinda berada di kota besar, sebuah kota yang dirindukan oleh siapa saja. Siapa yang tidak kenal Kota Jakarta selain sebagai Ibukota Indonesia juga sebagai kota terpadat di salah satu kota yang ada. Namun demi mencapai cita-cita yang sudah tertanam kuat dalam tekatnya, maka apa pun caranya akan dilakukan demi mencapai semua itu. Meskipun hidup jauh dari orangtua yang selalu memberikan sentuhan-sentuhan lembut disaat anaknya sedih.

            Gelar sarjana Psikologi yang sudah didapatkan dengan perjuangan hebat selama empat tahun tidak akan dibiarkan begitu saja. Bahkan Vinda berniat untuk bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu sarjana strata 2 di kampus ternama juga di Jakarta. Bahkan kampus ini terkenal dengan sebutan kampus kuning yaitu Universitas Indonesia (UI). Niat hati ingin bisa kuliah sambil kerja di negeri orang lain dan dapat mencukupi semua kebutuhan sehari-hari serta tentunya bisa bertahan hidup meski jauh dari orang tua.
            Demi menghemat biaya di negeri orang lain Vinda menginap di tempat kakaknya untuk sementara waktu. Selain itu Vinda juga mencoba memasukan surat lamaran ke beberapa sekolah dan perusahaan di sana. Masa kuliah yang masih lama dan belum ada penerimaan mahasiswa baru, dia mencoba mengisi waktu untuk mencari pekerjaan sementara dan bisa menabung untuk biaya kuliah.
            Siang itu tiba-tiba ponsel Vinda berbunyi dan sebuah nomor baru terlihat di layar ponselnya.
            “Halo, selamat siang. Ini dengan Ibu Vinda ?” suara seorang wanita dari ujung telpon.
            “Selamat siang juga. Iya ini dengan saya sendiri, ini siapa ya ?” balas Vinda.
            “Kami dari perusahaan Anugrah Kharisma Jaya, kami sudah menerima surat lamaran Ibu beberapa hari yang lalu untuk jadwal tesnya hari kamis jam 8 pagi dan jangan lupa membawa perlengkapan tesnya. Terimakasih Buk Vinda.” Ucap pegawai perusahaan itu.
            “Iya Buk, sama-sama.”
            Pada zaman sekarang ini memang sulit untuk mencari kerja yang sesuai dengan kemampuan dan kompentensi kita. Bahkan sesuai dengan gaji dan hal yang lainnya yang harus dipertimbangkan, belum lagi uang transportasi, uang kos dan kebutuhan sehari-hari. Semua itu butuh uang yang banyak, tidak mungkin kita bekerja namun semua gaji kita habis untuk semua keperluan sehari-hari. Namun keinginan kuat untuk melanjutkan S2 di fakultas Psikologi UI sudah terngiang-ngiang dalam ingatannya.
            Walaupun tinggal di kota besar namun Vinda jarang sekali keluar dan hanya keluar jika ada keperluan. Vinda bukan tipe orang yang suka menghabiskan waktu dengan bersantai-santai dan sudah biasa hidup dengan penuh aktivitas. Bahkan dia dulu selalu ikut dalam kegiatan organisasi di kampusnya. Hari-harinya pun tidak banyak untuk duduk dan selalu ada aktivitas, itulah aktifis kampus.
            Selain itu, Vinda sudah biasa hidup mandiri jauh dari sekolah sejak di MAN 2 Batusangkar, masa kuliah di UNP Padang cabang Bukittinggi dan sekarang untuk mencoba melanjutkan masa kuliah sambil kerja di sana. Namun rasa bosan dan rasa jenuh juga menghantui pikiran Vinda dengan tidak adanya panggilan dari beberapa surat lamaran yang dimasukannya serta kesendiriannya di rumah.
            Pikirannya melayang terbang dan entah kemana hinggapnya, namun pikirannya tertuju pada seseorang yang sudah lama tidak ada pesan dan kontak lagi. Memang Vinda sudah berniat untuk menjauh dan memilih jalan hidup masing-masing demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Semakin Vinda melupakannya bayangan itu justru semakin menghantui pikirannya setiap saat.
            Seketika itu Vinda mencoba mengambil wudhu’ untuk melaksanakan shalat sunat dua rakaat untuk menenangkan pikirannya. Beberapa menit berlalu pikirannya mulai segar kembali dan sebelum merapikan sajadah dan yang lainnya terlebih dahulu Vinda mencoba berinteraksi dengan Allah.
            “Ya Allah kuatkan lah hati hamba untuk bisa menghandapi ujian ini dan berikan jalan yang lancar untuk bisa mencapai cita-cita hamba ini. Jika memang dia jodoh hamba maka jagalah hatinya dan hatiku serta pertemukan lah kami dengan kebahagian yang Engkau berikan. Tiada tempat selain-Mu untuk mengadu dan meminta pertolongan serta mudahkan lah hamba untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dan Engkau ridhoi, ya Allah,” untaian doa-doa Vinda dalam sujudnya sambil berlinangan air mata kesedihan.
            Beberapa minggu setelah dilakukannya tes di PT. Anugrah Kharisma Jaya, Vinda juga mengikuti tes selanjutnya yaitu interview. Berkat usaha dan kerja kerasnya serta doa-doanya kepada Allah Swt, akhirnya Vinda mampu mengalahkan pesaing-pesaingnya yang lain dan mendapatkan tawaran untuk menandatangani kontrak kerja selama dua tahun ke depan. Ditempatkan pada bagian outsourching sebagai staff HRD tugasnya sebagai orang yang menguji atau memberikan tes kepada karyawan baru disana.
            Berlatar belakang sebagai pendidikan Psikologi memberikan dampak yang bagus untuk posisi kerja Vinda yang lebih baik. Awalnya Vinda memang sedikit canggung dan masih mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan pengalaman kerja yang masih dangkal. Namun Vinda adalah tipe orang pekerja keras dan cepat belajar, seminggu dua minggu adalah waktu yang lumayan lama untuknya agar dapat menyesuaikan diri dengan cepat. 
            Jarak antara tempat kerja dan kosnya tidak terlalu jauh, hanya dengan sekali naik angkot bisa sampai di depan kantornya. Begitulah akvitas Vinda yang baru, pergi pagi pulang sore. Namun dia sangat menikmati hal tersebut dan tidak merasa terbebani dengan hal semacam itu. Malam itu Vinda merasa lelah seharian bekerja dan mencoba untuk merebahkan dirinya diatas kasur, namun hatinya begitu tidak tenang dan pikirannya terbang entah kemana.
            Beberapa menit berlalu, dia mencoba meraih ponselnya dan mencoba mencari nama diantara banyak nama di kontak ponselnya. Memang sudah lama juga Vinda  tidak lagi bertemu dengan sahabatnya itu dan sudah tujuh tahun tidak pernah ada kontak lagi. Terakhir mereka kontak ketika masih menyelesaikan masa-masa putih abu-abu dan setelah lulus tidak pernah ada pertemuan ataupun kontak lagi.
            Hatinya begitu ingin tahu bagaimana kabar sahabatnya dan dimana dia sekarang. Otaknya mencoba mencerna setiap kejadian yang akan terjadi dan baik-baik kata yang akan diucapkan nantinya.
            Irvan.
            Sebuah nama yang hampir lama ia pandangi di layar ponselnya dan beberapa saat tangan lentiknya mencoba menekan warna hijau.
            Tut....tut...tut, terdengan suara ponselnya tersambung ke ponsel yang dituju.
            “Walaupun sudah lama tapi nomornya masih tetap itu, bagaimana kabarmu sekarang ya?” pikir Vinda dalam hati.
            Beberapa saat kemudian.
            “Hallo, assalamu alaikum Vinda.” Ucap suara itu diujung telpon.
            Wassalamu alaikum Van, gimana kabarnya Van ?” balas Vinda.
            “Alhamdulillah sehat Vinda, Vinda sendiri bagaimana kabarnya sekarang ?”
            “Syukurlah Van, Vinda alhamdulillah juga sehat. Kok nggak ada kabar lagi selama ini Van ?”
            “Ya Vinda, Van takut mengganggu aktivitas Vinda ja. Udah kerja ya Vinda ?”
            “Nggak juga kok Van, alhamdulillah udah Van sekitar satu bulan yang lewat. Van sekarang kerja dimana ?”
            “Syukurlah Vinda udah dapat kerja, Van sekarang kerja di PT. Makmur Abadi Primatama Pekanbaru Vinda. Kerja dimana Vinda ?”
            “Bagus itu Van, kalau Vinda di PT. Anugrah Kharisma jaya Jakarta Van.”

            Malam itu Vinda merasa sangat lega dapat mendengarkan suara Irvan kembali setelah tujuh tahun berlalu. Rasa yang dulu pernah ada sekarang begitu sangat merindukan hal yang sama. Walaupun tidak mungkin seorang wanita harus memulai duluan, namun Vinda takut jika Irvan memang sudah dimiliki orang lain. Sudah berapa kali Vinda mencoba untuk melupakan Irvan, namun semakin Vinda menjauh bayangan itu semakin jelas dikepala  Vinda.
            “Udah makan siang Vinda ?” ucap salah seorang teman kerjanya.
            “Bentar lagi Hen, ini tanggung kerjaan tinggal sedikit,” jawab Vinda.
            “Makan dulu yuk Vinda ? Kerjaan itu nggak ada habisnya itu, bahkan sebelum ada kita kerjaan itu sudah ada,” jawab Hendra dengan lelucon.
            “Iya deh Hen,” sambil beranjak dari bangku kerjanya.
            “Gitu dunk Vinda,” ucap Hendra sambil tersenyum lega.
            Walaupun Vinda sudah lama kenal dengan Hendra sebagai seniornya di tempat kerja, namun umur mereka sama. Akhirnya mereka makan siang di salah satu rumah makan yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Memang setiap hari Hendra selalu mengapa Vinda dan mencoba untuk sedekat mungkin dengan Vinda. Namun Vinda juga tidak tahu apakah Hendra mengukainya atau tidak, yang jelas Hendra masih belum pernah mengucapkannya.
            Di lain sisi Vinda masih mengukai Irvan sabahabat lama sekaligus cinta mongetnya dulu ketika masa SMA. Walaupun itu sudah terlalu lama, namun rasa antara keduanya banyak sedikit masih ada dalam diri masing-masing. Walaupun hanya sekedar sapaan kecil yang sesekali terucapkan secara tidak sadar antara mereka ketika menelpon.
            Dengan kinerja Vinda yang baik dan loyalitas kepada perusahaan, akhirnya jabatannya dinaikkan menjadi lebih tinggi. Banyak ucapan selamat selalu berdatangan kepadanya termasuk Hendra sebagai orang yang selama ini bisa dibilang paling dekat dengan Vinda di kantor.
            “Vin, dipanggil bos tu ke ruangannya,” ucap Hendra.
            “Makasih Hendra,” ucap Vinda sambil beranjak dari ruangannya.
            Ternyata kedangan Vinda ke ruangan direktur utama siang itu adalah mendapatkan tugas beberapa hari untuk mewakili perusahaan mengikuti meeting dalam rangka kerja sama perusahaan dengan perusahaan lain di Kota Pekanbaru. Selain Vinda juga ada Hendra yang ikut membantu dalam perjalanan perusahaan itu.
            Secara tidak langsung Vinda akhirnya juga berada di kota yang sama dengan Irvan nantinya. Malam itu Vinda menelpon Irvan memberi kabar kedatangannya untuk mewakili PT. Anugrah Kharisma Jaya dengan perusahaan lainnya di Pekanbaru. Entah kanapa rasa senang Vinda untuk melihat Irvan setelah lama tidak bertemu lagi, membuat hari-harinya begitu terasa lambat berjalan. Rasa tidak sabar untuk cepat-cepat pergi ke Pekanbaru, pikirannya sudah langsung berterbangan di Kota Pekanbaru itu.
            Siang itu setelah mengelesaikan semua berkas yang akan dibawa untuk pertemuan dengan perusahaan lain di kantor, Vinda mulai menyiapkan perlengkapan pribadinya untuk berangkat ke Pekanbaru. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah kalung yang sudah terlalu lama tidak dia pakai lagi, namun masih terus dia simpan. Pikirannya langsung tertuju pada kenangan-kenangan indah dahulu ketika masih bersama dengan Irvan. Sekilas hanya senyuman manis ketika benda itu kembali disimpannya di kopernya.
            Setelah take off pesawat yang ditumpangi Vinda dan Hendra di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta. Akhirnya Vinda menuju ke Pekanbaru, hal yang tidak pernah dia bayangankan selama ini. Bahkan untuk bertemu Irvan setelah lama tidak bertemu, Vinda penasaran memikirkan Irvan seperti apa dia sekarag. Namun sesekali Vinda tersenyum sendiri ketika berada diatas pesawat, Hendra yang berada disamping penasaran dengan hal itu.
            “Kenapa tertawa sendiri Vinda ?” tanya Hendra tiba-tiba.
            “Nggak ada kok Hen,” sambil melempar pandangannya ke luar jendela.
            Sekitar 1 jam 45 menit di dalam pesawat dan akhirnya landing juga di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru.
            “Akhirnya sampai juga ucap Vinda ketika kakinya sudah menginjakkan di Kota Pekanbaru,” sambil merentangkan tangannya.
            Bahkan untuk tempat penginapan bagi para perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan yang ada di Pekanbaru sudah menyiapkan Hotel Pengeran yang tidak terlalu jauh dari bandara. Sambil merebahkan dirinya di kasur, Vinda langsung mengasih kabar bahwa dia sudah berada di Pekanbaru kepada Irvan.
            Sebelum meeting diadakan di salah satu perusahaan di Kota Pekanbaru, namun sesampai Vinda didepan perusahaan itu. Rasanya dia tidak asing lagi dengan nama perusahaan itu dan pernah mendengarnya “PT. Makmur Abadi Primatama Pekanbaru.” Setelah berpikir keras baru Vinda sadar bahwa Irvan ternyata bekerja disini. Namun yang menjadi tanya besar baginya, “Kenapa Irvan tidak pernah menyampaikan bahwa perusahaannya yang juga bekerja sama dengan peusahaan di tempat Vinda.
            Namun Vinda mencoba menepiskan pikirannya untuk sesaat, setelah keluar dari mobil dengan Hendra dan berjalan menuju tempat meeting room yang diarahkan sappan peruhaan itu. Entah kenapa ketika Vinda melewati beberapa ruangan dan matanya tertuju pada sosok tubuh yang tidak asing lagi olehnya dalam ruangan itu. Terlihat canda tawa yang mesra antara laki-laki dan perempuan disana, tapi tidak mengadari kalau ada orang lainnya yang lewat.
            “Wajahnya seperti Irvan, apakah benar itu Irvan ? Apakah itu isterinya, pacarnya atau sudah tunangannya ?” deretan pertangan itu menghantui pikiran Vinda sebelum sampai di meeting room peruhaaan itu di lantai tiga.
            Sekitar pukul sepuluh ruangan meeting pun sudah dihadiri oleh beberapa perwakilan perusahaan yang lainnya. Namun sekali lagi Vinda melihat jelas seorang yang dilihatnya tadi masuk ruangan dan mengambil tempat di ujung bagian tengah ruang meeting dan dibelakangnya seorang wanita cantik mengikutinya.
            Sekitar sata jam lebih dalam ruangan rapat.   
Acara pun berjalan lancar dan satu per satu mulai meninggalkan ruangan. Namun Vinda yang masih penasaran mencoba menemui pria tadi.
            “Maaf Pak, Anda Irvan kan ?” tanya Vinda.
            Laki-laki yang dari tadi sibuk membereskan laptop dan yang lainnya, sontak melihat ke arah sumber suara. Belum sempat tubuhnya diputar semua.
            “Maafkan saya yang tidak mengabarkan hal ini kepadamu, namun sungguh saya hanya ingin memberikan kejutan kepadamu,” ucap lelaki itu.
            “Sudah lama juga ya kita tidak pernah bertemu lagi Van,” sambil mencoba melemparkan pandangannya keluar jendela.
            “Iya juga ya Vinda, tidak saya sangka kita akan bertemu kembali dan kamu terlihat sudah berubah Vinda.”
            “Berubah maksudnya Van ?” dengan sedikit heran.
            “Maksudku, kamu terlihat sudah dewasa dan wajahmu makin cerah saja Vinda,” jawab lelaki itu.
            “Apakah itu sebuah pujian ?” sambil tersenyum kecil ke arah Irvan.
            Tiba-tiba dari balik pintu datang seseorang.
            “Ayo kita ke penginapan Vinda,” ucap teman kerjanya Vinda.
            “Duluan saja Hen, saya lagi ada urusan sebentar,” jawab Vinda.
            “Lain kali saja kita mengobrolnya Vinda, lagipula saya harus memberikan berita acara ke manager sekarang,” ucap Irvan.
            “Ok Van, sampai ketemu nanti,” sambil melangkah meninggalkan ruangan.
            Hanya anggukan kecil yang diberikan Irvan, namun entah kenapa tiba-tiba saja firasatnya tidak enak dengan kedatangan teman Vinda tadi. Bahkan Irvan mengira itu adalah calonnya dan padahal Irvan juga merasakan hal yang sama dengan Vinda. Namun mereka saling menyembunyikannya dan belum ada pertanyaan yang keluar dari mulut masing-masing tentang itu.

            Sudah beberapa hari ini Vinda di Pekanbaru namun belum sempat bercerita banyak dengan Irvan karena jadwal pertemuan yang padat dan melelahkan. Namun pikiran Vinda masih dihantui bayangan wanita yang sekaligus sekretaris Irvan itu. Pikirannya masih bertanya-tanya dan berjejolak, namun masih tidak berani menanyakan langsung kepada Irvan.
            Hari ini adalah hari terakhir pertemuan kerja sama perusahaan-perusahaan besar itu di Pekanbaru. Namun sebelum beranjak keluar ponsel Vinda berbunyi dan ada pesan masuk dari Irvan.
            “Boleh kita ketemu sebentar di kafe depan kantor sebentar Vinda ?”
            “Boleh Van.”
            Akhirnya Vinda berjalan menuju kafe yang tidak terlalu jauh dari sana, namun perasaan cemburu melihat wanita yang bersama Irvan kembali ada di dekatnya. Namun Vinda mencoba untuk tidak terlihat cemburu dan mencoba terlihat tenang di depan mereka.
            “Sudah lama ya Van ?” jawab Vinda sesampai di depan mereka.
            “Belum lama juga Vinda, silahkan duduk,” ucap Irvan.
            “Kenalkan ini Nadia sahabat Van segaligus sekretaris di perusahaan,” ucap Irvan kepada Vinda.
            Mereka pun bersalaman sambil berkenalan satu sama lain, namun kecurigaan Vinda belum hilang juga.
            Mereka pun sudah menghabiskan banyak waktu dengan mengobrol sepanjang karir, perjalanan ke Kota Pekanbaru dan cerita yang sudah lama tidak pernah ada lagi. Akhirnya Vinda tahu bahwa Nadia akan segera menikah dengan teman Irvan yang masih satu daerah di Batusangkar. Bahkan Irvan pun tahu bahwa teman kerja Vinda hanya sebatas teman biasa dan tidak lebih. Namun tiba-tiba saja Nadia mencoba bertanya ditengah-tengah cerita itu.
            “Apakah kita masih tidak mau jujur dengan perasaan kita kepada orang lain ?”
            Seketika itu Vinda dan Irvan berhenti berbicara serta menatap Nadia dengan heran.
            “Aku tahu ada perasaan yang masih belum bisa diungkapkan antara kalian, namun itu hanya firasatku saja,” tambah Nadia.
            “Saya juga tidak tahu Nadia, jika memang kami jodoh maka Allah akan mempertemukan kami kambali,” ucap Vinda sambil melempar pandangannya ke arah Irvan.
            “Sebenarnya saya memang masih suka sama Vinda, namun ketika saya melihat teman kerja Vinda beberapa hari yang lalu. Kumerasakan kalian adalah pasangan yang serasi, namun setelah saya mendengarkan cerita Vinda maka kalian hanya sebatas teman kerja. Sudah lama sekali kami tidak bertemu namun perasaan itu masih tetap ada di dalam hatiku. Apakah masih ada perasaan itu di hatimu, Vinda ?” tanya Irvan dengan menatap ke arah Vinda.
            Namun beberapa detik Vinda belum mengeluarkan kata-katanya dan masih tidak percaya dengan hal ini. Baginya ini terasa mimpi saja dan bayangannya kembali kepada masa-masa indah bersama Irvan dulu. Waktu beberapa detik itu sungguh terasa lama bagi Irvan dan apa yang akan diucapkan Vinda akan menentukan pilihannya ke depannya ke depannya.
            Beberapa detik kemudian.
            “Jujur saya juga masih suka samamu Van, namun...”
            Beberapa kata-kata Vinda berhenti sejenak.
            “Namun, maafkan saya yang tidak bisa lagi jauh darimu Van,” ucap Vinda dengan sedikit meneteskan air mata.”
            Awalnya Irvan mengira bahwa Vinda benar-banar memilih Hendra sebagai teman kerjanya untuk dirinya. Namun teryata tidak, bahwa perasaan itu masih ada dan bersemi di hari itu.
            “Terimakasih Vinda, namun saya tidak ingin ada ikatan tidak jelas lagi antara kita. Apakah kau siap untuk ikatan suci ?” tanya Irvan.
            So sweet,”  ucap Nadia tiba-tiba.
            “Saya siap kapanpun yang kamu mau Van, asalkan kita jangan berpisah lagi,” jawab Vinda sambil tersenyum ke arah Irvan.
           
            Cat: Cerita ini hanyalah fiksi belaka, jika ada persamaan nama, tempat dan khakter kami mohon maaf. Semoga terhibur dan menjadi inspirasi dalam cerita pendek ini. Terimakasih.
           
                                                           
           
           

0 komentar:

Posting Komentar