Gambar : Coverd Cerbung 'TC' |
“Sudah empat tahun lebih aku selalu menunggu untuk dirinya, namun
sampai hari ini harapan itu tidak kunjung ada,” ucap Irvan sambil terlihat
sedih.
“Sampai kapan kamu harus menunggunya ? Cobalah untuk move on
Van, masih banyak yang lebih daripada Dia. Sadar lah Van,” balas Kak Rini.
“Sudah berulang kali aku selalu berharap bisa melupakannya Kak,
namun bayangannya selalu ada dan berdatangan dalam pikiranku. Entahlah Kak,”
dengan wajah putus asa.
Sore itu Irvan mengungkapkan semua apa yang dirasakannya kepada
Kakak angkatnya, walaupun baru kenal tapi entah kenapa ada perasaan yang nyaman
saat didekatnya. Meskipun kenyaman itu hanya sebatas Kakak-Adik di rantau orang
yang jauh dari kampung halaman. Menjalani kehidupan di daerah orang lain tidak
semudah yang kita bayangkan dengan kehidupan di kampung halaman. Menjalin
hubungan silaturahmi dengan orang sekampung sangat perlu dan juga menambah
teman.
Hari yang semakin sore di tempat ayunan dekat rumah, Irvan
mengenang kisahnya dengan sahabatnya yang dulunya memang mantannya. Kak Rini
yang duduk didepannya hanya mendengarkan dengan seksana setiap kata-kata yang
disampaikan Irvan sore itu dan mulai bercerita.
Setelah selesai kerja Sabtu siang, Irvan pergi ke Stasiun Kiara
Condong-Bandung untuk memesan tiket ke Tanggerang-Jakarta Selatan. Janji yang
sudah terucap untuk bertemu dengan sahabat lama dan untuk pembahasan yang
penting buatnya di masa yang akan datang. Walaupun jalanan yang sedikit macet
menuju stasiun utara, namun tidak semacet Kota Jakarta. Walaupun orang bilang
Kota Bandung itu udaranya dingin namun tetap saja udaranya panas. Selain itu
Kota Bandung ini juga dikenal dengan Kota Kembang karena curah hujannya yang
sangat tinggi dan bisa menumbuhkan apa saja. Bukan hanya itu orang-orangnya
juga terkenal ramah dan sopan serta tutur katanya yang lembut.
Pukul delapan tiga puluh Irvan sudah berada di Stasiun Kircon
(Kiara Condong) dan memesan tiket disana. Namun harus menunggu kereta api jam
sembilan untuk bisa ke Tanggerang. Dengan tiket ekonomi yang sudah dipesan
Irvan dengan kereta Serayu Pagi jurusan Jakarta. Untuk menempuh Bandung-Jakarta
butuh waktu lebih kurang tiga jam diatas kereta api dan itu belum sampai di
Tanggerang. Selama dalam perjalanan Irvan terus memandang indahnya perbukitan
yang indah, persawahan, jalanan yang berliku-liku seperti ular dan sebagainya. Sekitar
jam dua belas lewat kereta api yang ditumpangi Irvan sampai juga di Stasiun Jatinegara-Jakarta.
Irvan harus membeli tiket kereta KRL (Kereta Rel Listrik) ke
Tanggerang, namun harus transit dulu di Tanah Abang dan baru turun ke Jurang
Mangu-Tanggerang. Walaupun berdesak-desakan naiknya, namun menjadi sesuatu hal
yang menyenangkan bagi Irvan dalam perjalanannya untuk sampai ke tempat
sahabatnya itu. Dengan jalur yang lumayan jauh dan menunggu kereta datang yang
cukup lama, meskipun tidak macet dijalani Irvan dengan senang hati.
Namun sesampai di Jurang Mangu sudah menunjukkan pukul empat dan
Irvan pergi menyempatkan shalat jamak disana sebelum menemui sahabatnya. Beberapa
saat kemudian Irvan sudah selesai shalat dan terasa sengar kembali tubuhnya.
“Sudah dimana Van ?” pesan Vinda.
“Sudah sampai di Jurang Mangu Vinda,” balas Irvan.
“Turun tangga terus belok kiri arah ke jalan besar ya Van, Vinda
tunggu disana.”
“Ok,” balasnya singkat.
Ternyata BJXchange (Bintaro Jaya Xchange) itu dekat dari Stasiun
Jurang Mangu, hanya berjalan kurang lebih tiga menit sudah berada tepat
didepannya. Dari kejauhan sudah terlihat Vinda dengan temannya Ririn. Namun
Irvan sengaja membelok dan pura-pura tidak melihatnya.
“Hey....Van, mau kemana ?”
sapa Vinda.
“Ehh...Vinda ternyata,” dengan pura-pura terkejut.
“Gimana kabarnya Vinda ? Udah lama tidak ketemu,” sambil bersalaman
dan juga dengan temannya.
“Alhamdulillah sehat seperti apa yang Van lihat, Van sendiri gimana
?”
“Alhamdulillah juga sehat Vinda, By the way kita mau ngobrol
dimana enaknya ya Vinda ?”
“Ayo kita duduk didalam saja,” ajak Vinda.
Irvan hanya mengikuti Vinda dan Ririn dari belakang, lagipula ini
baru pertama kali Irvan menginjakkan kakinya di Tanggerang ini. Melewati taman
yang indah dan sebuah gedung yang sangat mewah yang akan kami tuju. Menaiki
eskalator untuk sampai ke tingkat dua dan sore itu lumayan rame dengan
pengunjung. Akhirnya Vinda mengajak untuk duduk di Solaria seperti kafe gitu.
Namun makanan yang disana tidak ada yang Irvan tahu dan mahal-mahal semua.
Akhirnya sore itu mereka hanya memesan minuman saja, karena makanannya banyak
yang kosong juga.
Rasa senang bisa ketemu lagi dengan sahabat lama dan ingin
mengutarakan sebuah niat baik untuk ke depannya. Awalnya hanya cerita masalah
kerjaan dan pengalaman masing-masing yang sudah lama tidak bertemu. Namun
pembiracaan mulai ditujukan Irvan atas niatnya dari Bandung untuk sampai ke
Tanggerang.
“O...iya Vinda, sekarang kita ketemu begini ada yang marah nggak
Vinda ?” ucap Irvan.
“Santai saja Van, nggak ada yang marah kok. Memangnya
kenapa Van ?” tanya Vinda.
“Sebetulnya niat Van datang ke sini untuk mengetahui apakah Vinda
sekarang ini sudah punya cowok atau tidak ? Disamping dengan niat yang lain
juga,” mencoba menekan suaranya.
“Maafin Vinda Van, memang kita tidak bisa bersama lagi dan Vinda
mencoba mencari jalan sendiri. Lagipula Vinda sudah ada cowok dan sudah lama
juga Van,” Vinda mencoba menjelaskan.
“Memang itu yang perlu Van tahu Vinda, karena Van tidak ingin
memendang rasa ini terlalu lama dan ingin menunggu jawaban ini dari Vinda.
Memang kita dari dulu tidak pernah cocok dan kita memang sudah sewajarnya
mencari jalan masing-masing,” dengan sedikit kecewa namun tidak diperlihatkan
Irvan.
Padahal niat Irvan dari rumah untuk membicarakan tentang masa
depannya dengan Vinda, jika dia masih sendiri. Namun takdir berkata lain dan
mereka mungkin tidak jodoh dan dari dulu ketika Irvan minta balikan Vindanya
menolak serta sebaliknya. Begitulah kisah asmara Irvan dari dulu sampai hari
ini dengan Vinda. Irvan entah kenapa menunggu harapan yang tidak jelas selama
ini dari orang yang tidak pernah mengerti dengan perasaannya.
“Ternyata kita lebih cocok menjadi sahabat daripada menjalin ikatan
ya Vinda,” ucap Irvan.
“Kita akan selalu bersahabat kok Van,” dengan sedikit
tersenyum.
“O...iya, Van ada oleh-oleh dari Bandung buat Vinda. Semoga Vinda
suka,” sambil memberikan sebuah kantong plastik.
“Terimakasih banyak ya Van, semoga sukses selalu.”
“Amien, sama-sama Vinda.”
Sore itu Irvan berpamitan kepada Vinda dan Rini, pukul lima tiga
puluh untuk menuju Cakung-Jakarta Timur. Tempat kerja Irvan di kantor pusat dan
teman-teman Irvan banyak disana dengan naik kereta api KRL dan nantinya turun
di Stasiun Cakung. Namun untuk sampai ke kantor naik Gojek lagi dan sekitar
pukul delapan kurang Irvan sampai disana.
***
Lantunan suara azan Magrib mengakhiri cerita Irvan dan mulai
menelusuri jalanan kantor untuk melaksanakan panggilan shalat. Walaupun Irvan
dan Kak Rini sering bersama namun tidak ada hubungan spesial diantara mereka,
hanya teman di perantauan saja. Irvan sering berpikiran buruk tentang Pemilik Jagat
Raya ini, “kenapa kisah cintanya begitu menyedihkan dan tidak mampu
menemukan cinta sejatinya.” Hanya curhatan dengan sebuah alat kecil yang
bisa disampaikannya tanpa adanya reaksi darinya, namun Irvan senang setiap kali
selesai mengutarakan semua isi hatinya dan apa yang dirasakannya.
Hari-hari yang dilaluinya sejak cinta terakhirnya yang begitu
menyedihkan dan sedikit trauma dengan apa yang diterimanya sebagai seorang
laki-laki. Namun Irvan ingat sebuah kata-kata pituah dari orang tua yaitu :”Jika
tidak mau terbakar, maka jangan bermain api. Jika tidak mau basah, jangan
bermain air dan jika kamu tidak ingin sakit hati, maka jangan pernah bermain
cinta.” Namun tidak bisa dipungkiri juga ada juga pituah orang tua yang
begitu indah tentang cinta yaitu : “Hidup dengan seni menjadi lebih
berwarna, hidup dengan ilmu menjadi lebih mudah, hidup dengan cinta menjadi
lebih indah dan hidup dengan iman menjadi lebih terarah.”
Rumitnya perjalanan hidup dan kisah cintanya yang begitu memilukan
hati Irvan, membuatnya tidak ingin memberikan cinta kepada sembarang orang.
Memang orang yang layak untuk dicintai dan disayangilah yang harus dia berikan.
Terkadang Irvan sering menyesali hidupnya yang tidak seperti orang lain kesana
kemari ada yang menemaninya, namun tidak baginya. Bahkan malam minggu yang
biasanya dihabiskan waktu untuk apel dengan pasangannya oleh kebanyakan orang,
namun tidak dengan Irvan yang lebih menghabiskan waktunya bersama
sahabat-sahabatnya dan adik-adiknya di asrama. Malam minggu tidak ada bedanya
baginya, semuanya sama dan setiap malam selalu ada yang dilakukan Irvan mencari
kesibukan yang bisa membuat dirinya merenungi yang tidak mungkin. Namun Irvan
yakin dan percaya bahwa sebaik-baik rencana manusia tidak lebih baik dan lebih
indah dari rencana Allah Swt. Irvan yakin dan percaya bahwa “orang yang baik
juga akan mendapatkan orang yang baik dan sebaliknya, orang yang buruk akan
mendapatkan oran buruk juga tingkahnya.” Hanya terus memperbaiki diri,
berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa itulah yang terus
dilakukan Irvan.
Sejak meninggalkan kampungnya dan pergi ke rantau orang lain, agar
semua kisah masa lalunya hilang. Kalau masih di kampung dan setiap kenangannya
selalu berdatangan di setiap tempat yang menjadi dirinya sangat sedih. Irvan
berharap semoga ada obat yang ditemukan di rantau orang yang bisa mengobati
rasa sakit di masa lalunya dan bisa membuang habis setiap serpihan-serpihan
luka yang masih ada.
Sejak berada di kota metropolitan yang tidak pernah dipikirkan
Irvan untuk sampai kesana. Namun Irvan bersyukur dan apa yang telah diberikan
Allah kepadanya dan menemukan kembali jalan yang seharusnya dilaluinya. Setiap weekend
Irvan selalu mencoba menikmati hidupnya dengan jalan bersama Kak Rini dan Kak Zulda
untuk pergi ke tugu pahlawan di Ibukota Jakarta yang menjadi iconnya Indonesia
yaitu Tugu Monumen Nasional atau Monas.
“Maaf Kak, aku ikuti dari belakang saja ya soalnya nggak tahu
jalan,” ucap Irvan kepada Kak Rini.
“Oke Van,” jawabnya.
Dalam perjalanan yang sudah hampir sampai Irvan kemalangan ban
motornya terkena ranjau jalanan ibukota. Kak Rini dan Kak Zulda sudah jauh dan
tidak terdengar lagi Irvan sudah beberapa mengklasonnya untuk berhenti.
Akhirnya Irvan menelponnya untuk menunggu didalam pekarangan Monas. Setelah
mendorong motor yang lumayan jauh dan cuaca yang panas membuat Irvan sedikit
kesal. Namun sekitar satu jam kemudian Irvan akhirnya sampai juga didepan
pekarangan Monas dan membelikan makanan serta air pesanan Kak Rini dan Kak Zulda.
“Maaf Kak kelamaan, antrian dulu tambal bannya,” ucap Irvan.
“Iyaa nggak apa-apa Van, mana airnya ?” ucap Kak Zulda.
“Ini Kak, ada roti juga buat mengganjal perut,” sambil menyerahkan
kantong plastik hitam.
Akhirnya kami berjalan dan istirahat sambil mengambil beberapa kali
jempretan didepan Tugu Monas itu. Namun Irvan merasa biasa saja rasanya disana
dan tidak ada yang spesial saat melihat Tugu Monas itu, walaupun banyak orang
yang ingin menyaksikkan dan melihatnya langsung.
“Sama saja lihat Jam Gadang di Bukittinggi ya Kak, tidak ada yang
spesial dan hanya melihat tembok tinggi menjulang tinggi saja,” ucap Irvan.
“Ya iyalah Van, kalau orang lain melihat Jam Gadang juga mikirnya kayak
gitu. Hanya memandang tembok doang,” jawab Kak Zulda.
Akhirnya kami bertiga tertawa bersama dan Irvan menjadi fotografer
mereka untuk perjalanan sore ini. Walaupun sempat terpikirkan buat Irvan untuk
tidak bisa sampai ke sini dan ujung-ujung bisa sampai juga. Hari yang semakin
sore, tidak mengurangi para pengunjung yang berdatangan dari segala penjuru.
Namun kami meyempatkan diri untuk shalat Magrib yang ada didekat parkiran
kendaraan.
Air wuduk membuat segar tubuh kembali dan karena belum makan dari
siang, akhirnya Kak Rini mengajak untuk makan bakso dulu. Namun tempatnya
lumayan jauh dan Irvan tidak tahu jalanan mana yang dilewatinya karena hanya
mengikuti Kak Rini didepannya. Satu jam berjalan baru sampai di tempat lokasi
dan setelah memarkirkan motor disamping penjual bakso.
“Ngapain jauh-jauh untuk makan bakso saja Kak ? Padahal yang
dekat banyak kok,” ucap Irvan.
“Ini baksonya terkenal Van dan banyak yang beli disini,” jawab Kak Rini.
“Tapi iya juga sih Rin, ngapain jauh-jauh untuk makan bakso saja,”
tambah Kak Zulda.
“Nggak apa-apa sekali-sekali Kakak,” sambil tertawa kecil.
Tidak berapa lama kemudian bakso yang dipesan pun datang dan perut
yang lapar tidak perlu menunggu dingin. Setelah perut terasa kenyang, Kak Rini
yang mau ke tempat familinya berpamitan dan memberikan petunjuk jalan pulang. Namun
sayang, tetap saja nyasar. Namanya jalan yang banyak persimpangan
membuat Irvan bingung, lagipula dia baru pertama kali ini berjalan di kota
besar ini. Ujung-ujungnya Kak Rini yang menjadi petunjuk arahnya melalui
telpon.
Sekitar jam sembilan kurang akhirnya Kak Zulda Irvan sampai di
Cakung-Jakarta Timur. Karena gerah dan berkeringat serta jalanan kota yang
sangat macet membuat Irvan tidak nyaman kalau tidak mandi. Namun setelah mandi
Irvan meyempatkan diri untuk bermain game bola dengan Bang Muis dan Bang
Wendra.
***
Irvan yang bertekat untuk melupakan orang yang selama ini tidak
pernah menanggapi perasaaannya, meskipun sudah berulang kali disampaikannya.
Namun inilah takdir yang Irvan jalani dan kisah asmaranya tidak semudah yang
ada dalam imajinasinya. Sedikit demi sedikit Irvan mencoba membuka hatinya
untuk menemukan orang yang benar-benar sayang dan mencintainya apa adanya.
Walaupun Irvan memiiki banyak teman-teman wanita yang selama ini menjadi teman
biasanya, namun dia tidak pernah berniat untuk menjadikannya pacar. Namun kali
ini Irvan benar-benar mencari seorang yang bukan hanya sebagai penyejuk hati
tapi pendamping hidupnya.
Hari-hari yang dilalui Irvan tanpa ada yang menganggu pikirannya
dan tidak ada yang melarangnya kemanapun dia mau. Walaupun hanya beberapa
minggu bekerja disini, namun Irvan menemukan teman-teman yang baik dan bisa
membuatnya senang. Memang sudah waktunya buat Irvan untuk mencari jalan yang
baru untuk bisa melupakan orang yang selama ini diharapkannya. Meskipun jalan itu
berat, namun Irvan bertekat untuk bisa berjalan dan mencari jati dirinya yang
sudah lama hilang. Namun entah kapan dia bisa menemukan jalan itu kembali dan
sampai hari ini sedikit demi sedikit dia sudah bisa melupakan masa lalunya.
Memang hidup itu butuh pengorbanan dan perjuangan yang hebat untuk
bisa tersenyum dipenghujung jalan itu. Namun dibalik orang-orang yang sukses
selalu ada wanita yang selalu setia menemaninya untuk sampai ke puncak kesuksesan itu. Manusia mana yang
bisa hidup tanpa ada orang-orang yang bisa membantunya, bahkan manusia normal
juga memiliki hasrat untuk memiliki pasangan hidupnya untuk bisa menikmati
hidup ini dan mengarahkannya ke jalan yang benar. Semakin hari Irvan berpikir
dan mencoba mengatasi masalah yang besar dalam hidupnya dan menjadi batu besar
yang menghalangi pikirannya selama ini. Maka Irvan mencoba memecahkan batu
besar yang menjadi pikirannya selama ini dengan semakin banyak berbagi rasa
bahagia dengan orang lain, meskipun itu sulit.
Hati yang sudah berantakkan memang susah untuk kembali seperti
semula, namun dengan banyak melakukan kebaikan dan mampu membuat orang-orang
disekitarnya merasa senang dan nyaman dengan kehadirannya. Itulah yang bisa
Irvan lakukan agar orang lain tidak begitu tahu apa yang dirasakan, meskipun
diluar tetap mencoba tersenyum. Memang penderitaan hidup yang Irvan jalani
selama ini sudah membuatnya semakin tahu bagaimana rasanya disakiti dan
menyakiti, tapi justru masa lalunya itu membuatnya mengerti arti kehidupan itu
yang sebenarnya. Memang benar kata sebagian orang, ‘hidup adalah masalah tujuan
hidup untuk menyelesaikan masalah.’ Tidak ada kehidupan itu yang berjalan
lancar-lancar terus, terkadang ada tanjakan, bebatuan, jalanan yang berlobang,
dan bahkan kerikil-kerikil kecil yang bisa membuat orang terjatuh setiap saat.
Namun jika memang tidak ingin ada masalah dalam kehidupan ini memang tempatnya
hanyalah satu yaitu “kuburan.” Disana orang-orang yang sudah meninggal tidak
pernah ada lagi permasalahannya diatas dunia ini, namun permasahalan akhiratlah
yang akan menunggunya.
Selama ini sudah cukup lama dia merasakan kesendirian dalam
hidupnya dan merasa kesepian dengan semua itu. Malam-malamnya terasa sepi dan
hari-harinya terasa hanya ada satu warna dalam hidupnya. Kini saatnya untuk
merubah pola pikirnya untuk mencoba mencari jalan hidupnya yang sebenarnya,
bukan terus berharap mengemis cinta kepada orang yang tidak menyayanginya. Cinta
yang selama ini Irvan idam-idamkan entah dimana berada dan entah kapan cinta
itu benar-benar nyata dalam genggamannya. Hanya terus berusaha dan memperbaki
diri serta terus melakukan perbuatan baik. Itulah yang bisa Irvan lakukan dan
agar Allah memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapinya.
Sabtu sore Kak Zulda
menginap di tempat temannya dan seperti biasa suasana kantor itu membuat gerah.
Namun Kak Rini memiliki ide cemerlang dan berencana untuk mengajak Irvan
jalan-jalan nanti sore sehabis jam kerja. Tanpa banyak basa-basi Irvan
menyetujui ajakan Kak Rini karena sejujurnya Irvan juga suntuk dan bosan di
kantor terus. Apalagi pekerjaan yang banyak dan membuat stres kalau tidak ada refreshing-nya.
Setelah mandi dan bersiap-siap untuk pergi jalan bersama Kak Rini,
Irvan menunggu ruang kerja bawah tempat bekerja sehari-hari. Namun beberapa
menit kemudian Kak Rini turun dan sudah siap untuk berangkat. Kebetulan kami
berangkat dengan motor Kak Rini dan sudah punya pribadinya, jadi tidak akan ada
yang akan mengganggu selama perjalanan itu.
“Cie...cie, mau kemana sama Mbak Rini, Van ?” kepo Mbak
Nurul.
“Ada deh Mbak,” dengan sedikit tersenyum.
“Hati-hati yaa,” ucap Mbak Nurul.
“Ok Mbak,” balas Irvan sambil berjalan keluar.
Irvan yang membawa motor dan Kak Rini duduk dibelakang, walaupun
hanya sebatas teman di perantauan namun tidak pernah ada mengurangai rasa ceria
keduanya. Ternyata Irvan dan Kak Rini akan pergi ke Kota Tua di Ibukota dekat
Monumen Nasional (Monas). Namanya kota Jakarta sangat macet dan butuh waktu
lama untuk sampai ke tempat tujuan.
“Rasanya haus Kakak Van, nanti beli air yuk,” ucap Kak Rini saat
kereta api lewat dan harus berhenti sejenak.
“Ok Kak,” jawab Irvan.
Namun berhentinya cukup lama juga dan Irvan mencoba mengamati
sekeliling ternyata ada warung kecil didekat trotoar. Irvan membeli minuman teh
pucuk dan memberikannya kepada Kak Rini.
“Makasih ya Van,” ucap Kak Rini.
“Iya Kak,” jawab Irvan sambil membawa motor.
Namun baru setengah perjalanan hujan membasahi bumi dan semakin lama semakin lebat. Akhirnya
Irvan dan Kak Rini mencari tempat berteduh di warung pinggiran jalan yang sudah
tutup. Hujan malam minggu itu lumayan lama dan belum juga reda, hanya beberapa
obrolan dengan Kak Rini membuat waktu tidak begitu terasa lama. Namun tiba-tiba
Irvan memcoba melemparkan pertanyaan kepada Kak Rini yang berdiri disampingnya.
“Coba tebak Kak, tiga kata yang sangat disukai wanita ? Ayo apa ?”
tanya Irvan.
Beberapa detik Kak Rini berpikir keras dan mencoba berpikir.
“Bahagia, uang dan cinta,” jawab Kak Rini.
“Anda belum beruntung coba lagi,” ucap Irvan sambil tersenyum
kecil.
Kak Rini mencoba berpikir kembali dan beberapa saat kemudian.
“I miss you,” tebak Kak Rini lagi.
“Sedikit lagi Kak, tapi sayang masih salah,” ucap Irvan.
“Salah lagi, apa sih Van ?” dengan penasaran.
“Masa sih Kakak nggak tahu, padahal Kakak perempuan.
Mestinya tahu dunk,” ledek Irvan.
“Seriuzzz Kakak nggak tahu Van,” dengan wajah kesal.
“Iyaa deh Kak, berarti udah dingin yaa
? Udah menyerah ?” mencoba memastikan.
“Iyaa Van,” dengan sedikit kesal.
“Ok Kak, tiga kata yang paling disukai wanita adalah pertama ‘saya’
....”
“Ada kan Van satu tebakan Kakak benar,” memotong pembicaraan
Irvan.
“Yang mana Kak,” dengan penasaran.
“Itu kata ‘I’ dalam bahasa indonesia kan artinya saya,” ucap
Kak Rini dengan bangganya.
“Iya sih Kak tapi cuman itu aja Kak, yang tepatnya ‘saya
terima nikahnya,’ siapa pun wanita itu pasti suka mendengarkan kata-kata itu
tanpa terkecuali,” ucap Irvan.
“Iya juga ya Van,” balas Kak Rini.
Hujan yang mulai reda dan kami melanjutkan perjalanan ke Kota Tua
dan beberapa menit kemudian kami sampai juga. Malam Minggu memang lebih banyak
pengunjung dibandingkan dengan malam-malam lain. Bahkan bukan hanya anak-anak,
remaja dan orang dewasa berdatangan ke tempat ini. Bukan hanya dari golongan
manusia dan juga dari berbagai macam makhluk gaib pun ikut ambil alih dan sudah
memesan tempat-tempat dipinggiran jalan seperti : Hantu Sundal Bolong, Pocong,
Drakula, Suster Ngesot dan yang paling seram sekalipun ikut berdatangan ke sini
termasuk para bidadari yang ikut meramaikannya.
“Woww...rame banget Kak ?” ucap Irvan.
“Iya Van, apalagi kalau malam Minggu,” balas Kak Rini.
“Itu para dedemit kayaknya absen suting film malam ini dan sengaja
mengambil tempat disini ya Kak ?” ucap Irvan sambil tertawa kecil.
“Hehehe, ada-ada saja. Bisa jadi Van.”
Bahkan sesampai di tengah-tengah lapangan Kota Tua sudah dipadati
ribuan orang yang membanjiri setiap tempat. Namun ada musik yang terdengar
diujung bangunan Kota Tua itu dan ada beberapa anak dengan baju perguruannya
berwarna hitam dari silat Betawi diikuti alunan musik. Sungguh banyak yang
menyaksikan pertunjukkan itu dan kami sengaja berkeliling dulu untuk mengamati
setiap tempat disana.
“Van temanin ke swalayan bentar yaa ? Kakak mau beli
makanan,” ucap Kak Rini.
“Iya Kak,” jawab Irvan.
Kak Rini membeli beberapa roti dan kami menikmati malam Minggu
sambil makan roti didepan Kota Tua. Walaupun hanya sebagai teman biasa namun
tidak harus pergi malam Minggu dengan pacar juga. Bahkan teman juga bisa diajak
malam Minggu seperti yang Irvan dan Kak Rini lakukan saat ini. Suasana di
tempat ini sungguh nyaman tapi kebanyakan yang datang dan memanfaatkan malam
Minggu disini para muda-mudi dengan gandengannya.
“Disini lebih nyaman ya Van daripada di kantor,” ucap Kak Rini.
“Iya Kak,” balas Irvan.
Beberapa menit menikmati suasana Kota Tua dan malam Minggu disana,
akhirnya Irvan dan Kak Rini pulang sekitar jam sembilan kurang. Sampai di
kantor sudah pukul setengah sepuluh dan Kak Rini langsung merebahkan dirinya di
kamar. Sedangkan Irvan mencoba ngobrol dengan Bang Muis yang dari tadi
nonton di komputernya.
Tempat favorit bagi Irvan dan Kak Rini adalah sebuah tempat yang
sejuk dan memberikan rasa nyaman ketika duduk disana yaitu ‘ayunan.’ Yang tidak
jauh dari kantor dan berada dipinggiran jalan, setiap kali selesai kerja atau
malam setelah shalat magrib. Berada berlama-lama disana ada sesuatu yang sangat
nikmat bagi Irvan dan Kak Rini. Selain menjadi tempat curhat antara Irvan dan Kak
Rini juga menjadi tempat yang selalu dirindukan Irvan meskipun hanya berada
sebentar saja disana. Tapi entah apa yang membuat Irvan dan Kak Rini betah
disana dan tidak ada kaitannya dengan perasaan yang lain. Hanya mencoba keluar
dari ruangan yang pengap dan penuh dengan stress.
Namun disisi lain teman-teman kerja Irvan dan Kak Rini sering
menyalah artikan tentang kedekatan mereka. Meskipun hanya sebagai teman biasa
namun orang lain memandangnya seperti orang pacaran, namun mereka memang tidak
ada perasaan itu pada diri mereka. Bahkan Irvan sering juga curhat sama Kak Rini
di ruangan TV di lantai dua mess kantor.
Seiring berjalannya waktu akhirnya Irvan dipindahkan ke Bandung dan
Kak Rini dipindahkan ke Pekanbaru. Jarak yang sangat jauh antara Irvan dan Kak Rini
untuk saling bertemu lagi, namun dengan bantuan handphone Irvan dan Kak
Winda tetap sering menjalin komunikasi meskipun hanya sebatas teman curhat dan
menghilangkan stres pekerjaan yang merepotkan.
Dalam kegelapan malam Irvan merenungi apa yang selalu mengganjal
dalam pikirannya beberapa pekan terakhir ini. Meskipun orang yang selama ini
ditunggu-tunggu tidak pernah menghiraukan perasaannya itu.
“Apakah aku masih mengharapkan orang yang selama ini tidak pernah
mengingatku ?” pikirnya dalam
hati.
“Atau aku merasakan kehilangan orang yang selama ini menjadi teman
curhatku, apakah aku benar-benar sayang kepadanya ? Atau hanya perasaan sesaat
untuk mengobati hatiku yang lagi terluka ini ?” debatnya dalam hati.
Hari demi hari Irvan lewati dan terus berpikir keras dengan
perasaannya itu, sejak berpisah dengan mantannya itu empat tahun lalu dan tidak
pernah lagi menjalin ikatan dengan orang lain. Meskipun perasaannya sangat
dalam untuk bisa mendapatkannya kembali, namun sayang takdir berkata lain.
Orang yang selama ini ditunggu-tunggu Irvan sudah menjalin hubungan dengan
orang lain, akhirnya Irvan sadar dan mencoba membuka hatinya untuk menemukan
cinta sejati yang benar-benar menyayanginya apa adanya.
Seminggu berlalu dan mencoba shalat istiqora’ untuk memastikan
kepada Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui segala isi hati yaitunya Allah Swt.
Irvan mengadukan semua apa yang dirasakannya selama ini dan mencoba berdialog
dengan Allah untuk memberikannya petunjuk dengan permasalahan yang selama ini
mengganggu pikirannya.
Setelah mendapatkan jawaban dari Allah Swt dan tepat malam Minggu
Irvan berencana untuk menelpon orang yang selama ini dirindukannya dalam diam.
“Malam Kak Rini,” sapa Irvan melalui telpon.
“Malam Irvan, gimana kabarnya Van ?” jawab Kak Rini.
“Alhamdulillah sehat Kak, Kak Rini gimana kabarnya ?”
“Alhamdulillah juga sehat Van.”
“Syukurlah Kak, by the way lagi sibuk nggak Kak ? Van
Ganggu ya Kak ?”
“Nggak kok Van, malahan Kakak senang lagi ada yang
nemani.”
“Sejak Kak Rini jauh dan Van merasa ada sesuatu yang kurang selama
ini Kak,” ucap Irvan.
Awalnya Kak Rini sempat merasa kebingungan dengan pembicaraan Irvan
dan tidak seperti biasanya yang ceplas-ceplos kalau mengatakan sesuatu
kepada Kak Rini. Namun malam ini Irvan terlihat sedikit gugup untuk
mengutarakan maksud dan isi hatinya yang selama ini dirasakannya. Meskipun baru
beberapa minggu ini mengenal Kak Rini dan dia tidak bisa membohongi perasaannya
kepada Kak Rini.
“Lagi duduk dimana Kak ?” tanya Irvan.
“Kakak lagi duduk di teras rumah sambil memandang langit dan
bintang Van,” jawab Kak Rini.
“Bentar Kak, Van mau duduk di balkon juga deh Kak sambil
memandang langit dan bintang yang sama,” mencoba romantis kepada Kak Rini.
“Emangnya mau bicara apa Van ?”
“Benaran nggak marah nih Kak ?” dengan sedikit
hati-hati.
“Buat apa marah Van, bilang saja sama Kakak. Selagi Kakak bisa
bantu, insyaallah Kakak bantuin.”
“Gini Kak, ada sesuatu yang kurang sejak Kakak jauh. Mungkin selama
kita bergaul Van merasakan ada rasa nyaman ketika berada didekat Kakak. Van
sayang sama Kakak, maaf kalau Van berkata jujur Kak ? Soalnya selama beberapa
malam ini Van mencoba meyakinkan perasaan ini apakah mulai benar-benar sayang
sama Kak Rini atau hanya pelampiasan karena pengharapan yang pupus. Namun
asalkan Kakak tahu selama tiga hari belakangan ini Van shalat istiqora’
untuk meyakinkan kepada Sang Pemilik hati untuk mendapatkan jawabannya. Hanya
nama Kak Rini yang selama ini menjadi jawabannya, apakah Kak Rini juga sayang
kepada Van ?”
“Kenapa bisa seperti ini ya Allah, masa aku pacaran dengan adikku
sendiri. Dia adikmu Rini,” ucap batinnya.
Beberapa saat belum ada jawaban dari Kak Rini.
“Kita jalani saja dulu ya Van, tapi serius apa yang Van sampaikan
malam ini bukan lagi kejutan buat Kakak tapi sudah sampai duluan lewat mimpi
Kakak,” jawab Kak Rini.
“Terimakasih Kak, sudah sampai duluan ya Kak.”
Mungkin Kak Rini juga merasakan rasa yang sama kepada Irvan yaitu
rasa nyaman ketika bersama, jalan bersama dan curhat bersama. Walaupun Kak Rini
mungkin awalnya tidak kuasa menolak dan tidak ingin melihat Irvan sedih untuk
dapat menerima permintaan Irvan. Namun Irvan awalnya merasa tidak yakin dengan
dengan hatinya kenapa ini bisa terjadi ? Sejak kapan Irvan mulai suka kepada Kak
Rini ? Kapan Kak Rini mulai menarik baginya ? Ini benar-benar skenario Allah
mempertemukan hambanya dan Irvan tidak pernah mengadari akan hal itu dan hanya
mencoba membuat orang lain bahagia didekatnya, bukan untuk menarik hatinya. Ternyata
skenario Allah lebih indah daripada skenario manusia dan Allah memberikan apa
yang dibutuhkan hambanya bukan apa yang diinginkan hambanya.
Sejak malam itu Irvan mencoba menjalin hubungan long distance
relationship (LDR) dengan Kak Rini, delapan belas Juni dua ribu enam belas
(Bandung-Pekanbaru). Meskipun berbeda usia namun cinta tidak pernah memandang
perbedaan usia jika sudah terkena virus merah jambu itu. Namun itulah cinta
yang datang tanpa diundang oleh siapapun juga.
Baru dua hari sejak hubungan Irvan dan Kak Rini berjalan, namun
entah angin apa yang datang malam itu. Irvan tiba-tiba ditelpon sahabat lamanya
dan kebetulan dia juga mantan Irvan serta orang yang selama ini dia
tunggu-tunggu.
“Gimana kabarnya Van ?” ucap Vinda diujung telpon.
“Alhamdulillah sehat, Vinda gimana kabarnya ?” balas Irvan.
“Alhamdulillah sehat juga Van.”
“Syukurlah Vinda, udah lama nggak ada kabarnya Vinda. Sibuk
ya ?”
“Lumayan Van. O...ya Van, apakah Van masih ada perasaan sama Vinda
?” ucap Vinda malam itu.
“Jangan terlalu dipaksakan Vinda, kenapa nanya itu Vinda ?” tanya
Irvan.
“Nggak ada, atau Van sudah ada punya pacar ya ?” selidik
Vinda.
“Iya Vinda, maafkan Van ya Vinda.”
“Sudah berapa lama Van ?”
“Baru dua hari Vinda.”
“Vinda pikir Van benar-benar sayang sama Vinda, dan sekarang Van
mau pilih ‘Vinda’ atau ‘Dia’ ?” dengan sedikit membentak Irvan.
Malam itu sungguh pilihan yang sulit bagi Irvan antara perasaannya
selama ini kepada Vinda dan rasa sayang kepada orang yang baru dia kenal. Namun
beberapa detik belum ada jawaban dari Irvan dan Irvan benar-benar dilema
memilih orang yang diharapkannya atau membuka lembaran baru dengan orang lain.
“Ya Allah,kenapa begitu rumit cinta yang Kau berikan kepadaku ya
Allah,” ucap Irvan dalam hati dengan
meneteskan air mata.
Namun Irvan bukan mengorbankan perasaannya demi orang lain, tidak.
Inilah yang ada dari setiap jawaban setelah sholat dan jawaban curhatannya
dengan Sang Maha Pemilik hati. Orang yang baru dikenalnya dan nama itu selalu
hadir dalam pikiran Irvan. Akhirnya dengan suara pelan dan pasti Irvan
mengucapkannya kepada Vinda.
“Maafkan Van Vinda, memang Van sayang dan mengharapkan Vinda selama
ini. Namun sekali lagi maafkan Van lebih memilih dia dibandingkan Vinda. Bukan
berarti kita putus komunikasi namun selamanya kita akan tetap menjadi sahabat
dan tentunya sahabat terbaik untuk Vinda,” ucap Irvan.
Sejak malam itu Vinda mencoba untuk menjauhi Irvan, mungkin karena
masih kesal dengan Irvan dengan kejadian itu. Namun sudah beberapa kali Irvan
minta maaf namun tidak ada jawaban dari Vinda. Namun ujian yang sebenarnya
datang ketika Irvan menyampaikan kejadian itu kepada Kak Rini. Malam itu juga Kak
Rini sedih dan menyuruh Irvan untuk balikan dengan Vinda. Bahkan Kak Rini
beranggapan dia sebagai penghalang hubungan Irvan dan Vinda. Namun sudah
beberapa kali Irvan menjelaskan kepada Kak Rini bahwa dia benar-benar tulus
menyayanginya karena Allah. Namun Kak Rini untuk sementara waktu tidak ingin
diganggu dan kembali menyuruh Irvan untuk memikirkan kembali jawabannya itu.
Disaat itu juga Kak Rini juga mulai merasakan sayang kepada Irvan,
walaupun diawal mereka jadian Kak Rini hanya biasa saja perasaannya kepada
Irvan. Namun sejak kejadian malam itu hari demi hari perasaan sayang Kak Rini
dan Irvan mulai mendalam dan akhirnya Irvan sadar bahwa orang yang selama ini
dia cari dan dia tunggu-tunggu sudah dia dapatkan. Bahkan jawaban dari
Allah-lah yang didengarkan Irvan ketimbang dengan perasaannya selama ini.
Kejadian itu membuat hubungan antara Irvan dan Kak Rini mulai
serius dengan ikatan yang mereka bangun untuk sampai ke genjeng pernikahan.
Namun belum selesai rasanya sakit yang datang dari mantan Irvan sekarang
berbalik kepada Kak Rini bahwa Mantannya minta balikkan. Kak Rini menjadi
dilema dan memberitahukan kepada Irvan tentang itu.
“Nggak apa-apa Kak, kita juga baru kenal dan jika Kak Rini
milih dia Van akan tetap menganggap Kakak serta kita bisa curhat kok
seperti biasa. Ya udah terima saja Kak,” ucap Irvan kepada Kak Rini dengan
pasrah.
Walaupun berat rasanya melepaskan orang yang mulai disayangi Irvan
dan benih-benih cinta itu mulai bermekaran di hati Irvan. Namun Irvan tidak
bisa memaksakan apa yang dirasakannya cukup mengadu kepada Yang Diatas jika dia
memang mencintainya karena Allah dan buka karena melampiaskan sakit hatinya.
Jawaban yang tidak disangka-sangka Irvan keluar dari mulut Kak Rini
pagi itu.
“Aku lebih memilihmu daripada dia Van, aku sayang banget ma
dirimu,” ucap Kak Rini.
“Terimakasih Kak Rini, Van juga sayang banget ma Kak Rini,”
balas Irvan.
Cinta yang belum genap sebulan sudah bertubi-tubi rintangan yang
Irvan dan Kak Rini lalui. Namun berkat kebersamaan dan rasa yang sama, Irvan
dan Kak Rini bisa melewatinya. Ibarat
sebuah pohon semakin tinggi pohon itu maka semakin kencang angin yang
menerpanya, maka jika akarnya tidak kuat maka tumbanglah pohon itu. Namun jika
akarnya kuat dan sekencang apapun angin yang menerpanya tidak akan tumbang.
Hanya saling percaya dan jujur satu sama lain, itulah yang dilakukan oleh Irvan
dan Kak Rini dalam jarak ribuan mil.
Memasuki bulan suci Ramadhan hubungan Irvan dan Kak Rini masih LDR
dan cinta mereka sudah mulai kuat. Irvan ikut buka bersama untuk puasa pertama
di kantor pusat di Cakung-Jakarta Timur. Lagipula Irvan sendirian di Bandung
membuatnya sedikit bosan walaupun dia mulai banyak mendapatkan teman-teman di
mesjid dekat rumah. Terkadang Irvan diajak main futsal, main game bola dan
kegiatan pengajian lainnya. Pagi itu Irvan berangkat ke Terminal Bus Lewi Panjang-Bandung
menuju jakarta naik Bus Prima Jasa. Untuk sampai ke jakarta memakan waktu empat
sampai lima jam itu kalau jalanannya tidak macet, namun jika macet akan lebih
daripada itu.
Sore harinya Irvan sudah berada di Cakung-Jakarta Timur dan
berkumpul dengan teman-temannya, selain itu Kak Zulda juga ikut buka bersama
disana. Namun setelah berbuka Irvan merasa rindunya semakin mendalam ketika
berjalan melewati tempat yang biasa dia bertemu dan bertawa dengan Kak Rini.
Namun Irvan menyempatkan untuk duduk disana untuk merasakan moment itu
datang kembali walaupun hanya dalam ingatannya.
“Aku tidak mau lagi duduk didepanmu Kak karena aku ingin selalu ada
untukmu. Memang mual rasanya perutku jika duduk didepanmu, namun tidak kalau
duduk disampinmu aku merasa lebih nyaman,”
ucap Irvan dalam batinnya.
Beberapa menit duduk disana, Irvan merasakan ada Kak Rini yang
menemaninya selama duduk disana. Akhirnya Irvan kembali ke kantor dan melewati
ruangan TV dan seketika itu bayangan Kak Rini bermunculan dalam ingatannya. Dia
ingat dengan kata-katanya kepada Kak Rini malam itu.
“Kalau menurut Van Kak, Kakak itu lebih cocok dengan orang yang suka
mendengar dan dia bisa mendengarkan setiap keluh-kesah Kakak, cerita-cerita
Kakak ketimbang orang yang suka ngomong,”
ucap Irvan kepada Kak Rini terasa terdenger kembali oleh Irvan malam itu.
Namun dilain sisi Kak Rini juga pernah mengatakan ingin sekali
memiliki pasangan yang rajin shalat, baik dan tidak merokok. Apa yang dirasakan
Irvan selama ini seolah-olah sama dengan apa yang dirasakan Kak Rini dan sering
menganggap Allah itu tidak adil. Namun setelah cinta keduanya bersatu mereka
baru sadar bahwa rencana Allah itu jauh lebih indah daripada rencana manusia.
***
Libur lebaran Idul Fitri Irvan menghabiskan masa liburan ke tempat
kakaknya di Cengkareng, Kalideras-Jakarta Barat. Irvan dari Bandung naik kereta
api dan naik di Stasiun Kiara Condong menuju Jakarta. Siang itu Irvan berangkat
sekitar jam sebelas diantarkan temannya. Irvan baru pertama kali ke tempat Bang
Im dan belum tahu dimana lokasinya, namun hanya disuruh berhenti di Stasiun
Taman Kota. Setelah menghabiskan tiga jam lebih melewati jalanan perbukitan,
ngarai dan persawahan yang indah.
“Andai saja ada dirimu disini Rini, pasti lebih seru lagi,” pikir Irvan dalam hati.
Namun rasa rindu yang mendalam terus menghantui pikiran Irvan dan tiga
jam lebih dalam perjalanan akhirnya sampai juga di Stasiun Taman Kota. Irvan
terpaksa berbuka di stasiun karena lama menunggu kereta KRL di Stasiun
Jatinegara menuju Taman Kota. Sekitar jam delapan lewat Irvan sampai di tempat
kakaknya dan dijemput ke stasiun. Ternyata jarak Stasiun Taman Kota dari
rumahnya tidak jauh dan bisa jalan kaki.
Selama Liburan seminggu dan melaksanakan shalat Id bersama
keluarga disana. Sungguh menyenangkan dan sangat berbeda dengan di kampung
halaman Irvan. Namun Irvan sadar bahwa kakaknya itu hanya hidup pas-pasan di
rantau orang dan itulah yang membuat dia jarang pulang kampung. Selama liburan
disana, Irvan mencoba membantu kakaknya berjualan. Namun disana juga banyak
orang Padang yang berjualan disana, termasuk orang satu kampung dengan Irvan.
Setelah berlibur Irvan merasa senang bisa tahu kondisi kakaknya dan
bagaimana kehidupannya di rantau orang. Irvan sudah memesan tiket Kereta Api ke
Bandung, namun karena lama menunggu Kereta KRL akhirnya tiketnya hangus dan
terpaksa Irvan memesan tiket lagi, namun menunggu dari jam sepuluh pagi sampai
jam sembilan malam untuk kembali ke Bandung. Namun Irvan tidak mau lagi
menyusahkan kakaknya dan lebih memilih untuk bertahan di sekitar Stasiun
Gambir.
“Untung saja isteri bang Im tadi membungkuskan nasi dua untukku,” pikirnya dalam hati.
Akhirnya Irvan mencoba jalan-jalan untuk menikmati waktu yang
diberikan Allah atas penundaan berangkat itu. Irvan mencoba menelusuri setiap
kenangan yang pernah dilaluinya bersama Kak Rini dan Kak Zulda. Awal perjalana
mereka, meskipun waktu itu belum ada perasaan diantara mereka. Namun mungkin
semua itu berawal dari sana benih-benih cinta itu timbul.
“Andai saja mantan Rini datang waktu itu, mungkin aku tidak bisa
menyampaikan dan bahkan memilikimu, Rini. Terimakasih Wawan tidak datang waktu
itu,” pikir Irvan sambil tersenyum kecil.
Beberapa kali Irvan mengarahkan kameranya ke Tugu Monas dan selfi
dengan handphone-nya. Akhirnya Irvan mengirimkan pesan buat sang kekasih
yang jauh disana dengan menuliskannya diselembar kertas.
“Kumencoba mengumpulkan kepingan demi kepingan yang pernah kita
lalui bersama. # KangenWTP.”
Beberapa detik tulisan dan ada gambar Tugu Monas itu dikirimkan
kepada Kak Rini. Setelah lelah berjalan dan akhirnya Irvan kembali ke Stasiun
Gambir untuk bersiap-siap ke Bandung. Jam sembilan kerete api mulai berjalan
dan entah kenapa badan Irvan begitu lelah. Tanpa terasa sudah berada di
Bandung. Irvan melihat jam dilayar handphone-nya sudah jam dua belas
lewat dan memesan grabcar untuk ke Kiara Condong.
Setelah menghabiskan liburan di Jakarta dan menjalankan rutinitas
seperti biasa kembali. Walaupun sendirian di Bandung Irvan tidak kesepian dan
memiliki banyak teman-teman disana. Baru merasa senang dan enak tinggal di
Bandung, Irvan akhirnya harus dipindahkan ke Kota Palembang. Karena disana baru
buka cabang dan Irvan diantarkan Bang Muis untuk menemaninya untuk dua hari di
Kota Palembang.
Namun ada segi positifnya Irvan dipindahkan ke Kota Palembang yaitu
: untuk mengenali Kota Palembang dan kondisi alam serta watak orang Palembang.
Kedua : untuk jalan-jalan dan mengenali Kota Palembang, terutama sekali melihat
icon-nya Bumi Sriwijaya yaitu Jembatan Ampera yang berada di pusat kota.
Ketiga : sebagai bentuk hubungan yang serius untuk melamar Kak Rini. Selain
biaya hemat untuk pulang ke Padang juga bisa naik bus, namun membutuhkan waktu
sehari semalam untuk sampai.
Walaupun awalnya Irvan menargetkan untuk menikah dua tahun lagi,
entah kenapa dari target itu dipangkas setengah setelah bertemu Kak Rini.
Sempat tidak disetujui kakak-kakaknya dan orang tuanya untuk menikah cepat,
namun setelah memberikan penjelasan kepada orang tuanya dan kakak-kakaknya,
akhirnya Irvan diizinkan dengan syarat membawa calonnya dulu ke rumah. Irvan
pulang hari Jumat dengan Bus Yoanda Prima dari Palembang menuju Padang dengan
membelikan Mpek-Mpek Palembang buat keluarga Kak Rini dan keluarganya
serta ibu angkatnya.
Awal pertama Irvan bertemu dengan Kak Rini terasa ada yang aneh
karena dulu dan sekarang sudah berbeda statusnya. Jika dulu Irvan dan Kak Rini
berjalan hanya biasa-biasa saja, namun sekarang ada perasaan sayang. Selain
itu, hari ini Irvan pulang disambut baik oleh Ibunya dan kakak-kakaknya di
rumah. Walaupun hanya mendapatkan libur seminggu di rumah namun Irvan mencoba
untuk memanfaatkan waktu yang singkat itu dengan mengerjakan urusan di rumah. Selain
itu proses pertemuan calon isteri Irvan dengan orang tuanya dan kakak-kakaknya
berjalan lancar pada hari raya Idul Adha.
Ketika Irvan berkunjung ke Padang ke rumah calon mertuanya, juga
disambut dengan hangat oleh orang tua Kak Rini. Bahkan Irvan sangat dihargai
dengan pelayanan yang baik. Namun yang membuat Irvan sedikit gugup adalah
kedekatan dan candaan Kak Rini. Namun dengan orang tua Kak Rini alhamdulillah
berjalan lancar.
Siang itu Irvan dan Kak Rini jalan ke Pantai Air Manis-Padang, ini
adalah jalan pertama setelah jadian. Perjalanan yang sangat mengesankan dan
terasa indah, namun ada yang tidak bisa dilupakan dalam perjalan itu adalah
banjir-banjiran di tengah lautan. Itu berawal dari salah perhitungan Kak Rini.
“Ayo Van, ke pulai disana yuk ?” ajak Kak Rini.
“Airnya dalam nggak Rin ?” jawab Irvan.
“Nggak kok, tenang saja Van. Airnya pasang kalau lagi kalau
sudah jam lima, sekarang masih jam tiga kok Van,” terang Kak Rini.
“Iya deh Rin.”
Akhirnya Irvan dan Kak Rini berjalan beriringan sambil berpengangan
tangan. Selain itu masih sempat mengambil beberapa kali jempretan oleh Kak Rini
untuk mengabadikan moment tersebut. Memang sih airnya tingginya
hanya sepaha, namun yang membuat Irvan khawatir adalah dia membawa tas dan
didalamnya ada notebook, handphone, dan sebagainya.
“Alhamdulillah akhirnya sampai juga dengan selamat,” ucap Irvan
setelah sampai di pulau itu.
“Apa dibilangin, aman kan Van ?” ucap Kak Rini.
“Iya aman Rin.”
Karena dari siang itu Irvan belum makan dan Kak Rini membawakan
nasi serta lauknya dibawa Irvan. Padahal awalnya Irvan sudah disiapkan lauk
oleh Ibunya untuk kembali ke Kota Palembang, namun Kak Rini inginnya Irvan
berangkat dari Padang. Akhirnya menuruti kata-kata Kak Rini. Irvan makan bersama
Kak Rini dipinggiran pulau kecil itu dan beberapa ekor kucing dan kambing
berdatangan meminta bagian.
“Ini kambing sama kucing siapa ?” tanya Kak Rini.
“Itu kambing sama kucingnya lagi rekreasi Rin,” sambil tertawa
kecil.
“Mana mungkin, tapi kucingnya lucu banget Van ?” sambil
memengang kucingnya.
“Iya Rin, nggak apa-apa kok jika dibawa pulang,”
dengan tertawa kecil.
“Nanti marah pemiliknya Van.”
Akhirnya Irvan dan Kak Rini berjalan dipinggiran pulai dan
mengambil beberapa kali jempretan bersama. Sungguh terasa indah perjalanan sore
itu dan suasana yang sangat cerah, namun semakin sore ombak semakin kencang.
“Ayo Van balik lagi yuk,” ucap Kak Rini.
“Iya Rin,” sambil berjalan ke tepian pulau.
Namun dugaan Kak Rini memang salah dan ombak semakin besar serta
airnya semakin dalam. Irvan yang takut tasnya basah meletakkan tasnya di atas
kepala dan tangan satunya memengang tangan Kak Rini. Irvan memang tidak ingin
tasnya basah dan juga tidak ingin terjadi apa-apa dengan Kak Rini. Airnya yang
dalamnya sudah setinggi dada itu membuat Irvan dan Kak Rini merasa cemas,
apalagi saat ombak dari tengah mulai bergerak ke arah mereka. Namun dalam hati
Irvan berdoa untuk selamat sampai tujuan kepada Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah
sampai juga ke pinggiran Pantai Air Manis dengan selamat, namun baju dan celana
Irvan basah kuyup. Tasnya tetap aman, walaupun dengan sudah payah Irvan
mengangkatnya tinggi-tinggi.
Wajah ceria Irvan dan Kak Rini mulai terlihat ketika sampai
pinggiran pantai, namun ada beberapa orang yang berangkat dari pulau ditengah
laut sampai ke tepian pantai terus memandang kearah Irvan dan Kak Rini. Entah
apa yang dipikirkannya dan apa yang dibicarakannya Irvan tidak tahu yang jelas
terus berdoa dan sampai dengan selamat. Andaikan Kak Rini dibawa airnya
gelombang, mau tidak mau Irvan harus korbankan tasnya untuk basah agar bisa
menyelamatkan Kak Rini. Hal yang ditakutkan Irvan, alhamdulillah tidak terjadi dan
hanya basah saja.
Sebelum pulang Irvan dan Kak Rini menyempatkan untuk melihat batu
Maling Kundang di ujung pantai itu. Disana banyak sekali orang-orang berfoto
dan duduk disekitar objek wisata itu. Hanya beberapa kali jepretan Irvan dan Kak
Rini kembali ke rumah.
Niat Irvan yang awalnya tidak diizinkan orang tua untuk menikah,
akhirnya disetujui juga dan akan dilangsungkan akad nikahnya tiga bulan lagi. Namun
awalnya Kak Rini memandang Irvan hanya orang yang tidak begitu menarik, namun
entah apa yang terjadi sampai akhirnya Kak Rini sayang kepada Irvan. Kata-kata
yang selalu keluar dari mulut Kak Rini sebelum dekat dengan Irvan adalah ‘anak
yang lucu, imout dan lugu.’ Mungkin itulah kehendak Allah mempertemukan
hambanya dan mengikatnya dalam tali pernikahan yang syah. Tepatnya hari Kamis
akad nikahnya dan akan dilangsungkan pesta pada awal tahun 2017 pada hari Minggu
di tempat Kak Rini. Alhamdulillah apa yang diinginkan Irvan dan Kak Rini
berjalan lancar dan mudah-mudahan sampai akhirnya juga dimudahkan serta
dikarunia anak yang sholeh dan sholeha hendaknya, amien ya robbal ‘alamin.
Tiga kata rahasia yang dulu pernah diucapkan Irvan kepada Kak Rini
hanya iseng-iseng sekarang benar-benar akan diucapkannya kepada Kak Rini.
Walaupun Irvan tidak tahu dari mana awal mulainya dia suka dan tertarik kepada Kak
Rini, sampai saat ini Irvan tidak tahu. Namun dari lubuk hatinya yang paling
dalam Irvan benar-benar sayang dan mencintai Kak Rini karena Allah. Hanya ada
satu nama yang akan terus menjadi hiasan terindah dalam hatinya dan akan terus
bersinar selamanya yaitu “R-I-N-I.”
“Baru kali ini Van benar-benar merasakan indahnya jatuh cinta dan
itu kepada dirimu Rin,” ucap Irvan.
“Saya juga merasakan hal yang sama Van,” ucap Kak Rini.
“Kaulau segalanya bagiku, terakhir dan untuk selama-lamany dalam
hidupku sampai akhirat nanti kita akan selalu bersama,” tambah Irvan.
“Amien, aku sayang banget sama dirimu, jangan pernah
tinggalkan aku,” ucap Kak Rini sambil memeluk Irvan.
“Insyaallah aku akan selalu ada untukmu, kemanapun aku pergi
akan ada dirimu sayang, karena kaulah dunia dan akhiratku,” sambil memeluk Kak Rini.
Kak Rini yang selalu berbakti kepada orang tuanya dan selalu
berharap menemukan jodohnya. Kata-kata sang Ayah yang membuat Kak Rini selalu
ingat adalah ketika akan berangkat untuk kali kedua ke Jakarta mencari
pekerjaan di rantau orang.
“Perjalanan Rini kali ini akan dapat pekerjaan dan akan mendapatkan
jodohnya,” ucap orangtuanya.
Akhirnya semua itu benar-benar terjadi dan Kak Rini menemukan
jodohnya dengan orang Minang yaitu di Batusangkar. Namun sebenarnya daerah
Irvan dan Kak Rini hanya bersebelahan yaitu di Sulit Air dekat Danau Singkarak.
Bahkan dari Batusangkar tidak jauh untuk sampai ke sana dan Kak Rini tidak
pernah membayangkan akan mendapatkan orang atau jodohnya dari Batusangkar,
lebih tepatnya di Tanjung-Sungayang.
“Cinta itu akan indah pada akhirnya, maka jangan pernah untuk
memberikan cinta kepada orang yang tidak bertanggung jawab. Namun tetaplah
jalani kehidupan dengan penuh semangat, berbuat baik kepada siapa saja, banyak
perbaiki diri dan tentunya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Insyaallah Allah
akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan yang kita hadapi dan
memberikan jalan menemui jodoh kita.”
0 komentar:
Posting Komentar