Gambar : Menuju Jalan yang Lurus. |
Kehidupan yang serba sulit dan
kekurangan ekonomi sering membuat orang menyerah dengan hal-hal seperti itu.
Namun ada juga orang yang justru kelemahannya itu menjadi senjadikan mereka
untuk terus maju dan semangat dalam mencapai cita-cita mereka. Bahkan ada juga
orang yang rela bekerja setiap hari demi mencari uang dan dapat membiyai
sekolah serta kebutuhannya setiap hari. Walaupun jauh dari orang tua Irvan
tidak pernah memintak dikirimkan uang atau sebagainya. Dia hanya memenuhi
kebutuhan hidupnya dari keringatnya sendiri sebagai seorang gharin di salah
satu mushalla. Namun bukan hanya itu pekerjaan yang dilakukannya masih ada
pekerjaan sampingannya yaitu sebagai service listrik dan juga service
handphone.
“Mengapa jarang sekali pulang Van ?”
sapa Ibunya ketika sampai di rumah.
“Ada pekerjaan yang harus diselesaikan
Bu dan juga tugas kuliah yang banyak juga,” jawab Irvan.
Tidak ada komentar dari Ibunya dan
hanya ada anggukan kecil dari Ibunya.
“Sudah makan Van ?”
“Nanti sajalah Bu ?”
Hanya sesekali perbincangan mereka di
rumah. Ibunya juga jarang sekali bertemu dengannya karena jika Ibunya tidak ke
rumah berarti dia tidak pernah bertemu dengan Ibunya. Karena Ibunya tinggal di
salah satu mushalla juga yang lumayan jauh dari rumahnya. Sejak Ibunya menikah
lagi dia memang sudah menetap di mushalla itu dengan suaminya. Mungkin Irvan
yang sudah biasa tinggal jauh dari orang tua tidak begitu peduli dengan hal
seperti itu. Bahkan dia lebih bebas lagi dan merasa nyaman tinggal di
mushallanya daripada di rumah. Walaupun tidak mempunyai uang sama sekali namun
entah kenapa rasa nyaman itulah yang membuatnya betah tinggal di mushalla itu.
Bahkan jika Irvan pergi kemana saja jarang sekali mintak izin kepada orang
tuanya. Bukan hanya itu pulang malam dan tidak pulang beberapa hari pun tidak
masalah baginya. Karena memang dia merasa hidupnya sendiri dan jarang sekali
perhatian dari orang tuanya dia dapatkan. Walaupun demikian dia tidak pernah
merasa marah dan dendam dengan hal seperti itu.
Setiap hari dia menghabiskan
hari-harinya di kampus pergi pagi dan pulang ketika matahari mulai kembali
keperaduannya. Begitulah setiap hari walaupun biaya kehidupan yang begitu besar
dan biaya minyak motornya setiap harinya. Namun dengan pertolongan dan kasih
sayang Allah Swt dia tidak pernah kehabisan uang dan bahkan segala peralatan
elektronik sangat lengkap di mushallanya. Semua itu bukan pemberian pengurus
mushalla itu akan tetapi uang hasil keringatnya sendiri dari hasil menabungnya.
“Apa rencanamu setelah tamat kuliah
ini Van ?” tanya Bang Il.
“Yang jelas setelah tamat kuliah aku
akan pergi dan mencari pekerjaan yang baik di luar kampung halamanku sendiri
Bang. Iya sejauh kaki melangkah,” jelasnya.
Sebenarnya hal yang paling mendorong
untuk pergi merantau adalah karena dia tidak ingin membuat sudah orang lain susah
dengan kehadirannya di tengah-tengah keluarganya. Dia merasa dengan adanya
kehadirannya membuat orang tuanya semakin sulit untuk memenuhi kebutuhannya dan
bahkkan meresakan orang lain. Makanya dia ingin pergi melihat indahnya daerah
orang lain, selain itu dia juga jarang sekali dan bisa dikatakan belum pernah
keluar dari kampung halamannya sendiri. Dia terus berpikir bagaimana daerah
orang lain rasanya dan kerasnya kehidupan disana. Itulah yang akan dia rasakan,
walaupun hidup jauh dari orang tua dan saudara-saudaranya di kampung halaman.
“Itu lebih baik Van karena jika di
kampung tidak ada gunanya kuliah dan tidak ada gunanya ijazahmu itu. Miungkin
akan menjadi bantalan tidurmu jika terus di kampung. Memang jika ingin sukses
tinggalkan kampung halaman dan carilah kehidupan baru di tempat orang lain,”
mencoba menjelaskan.
“Iya Bang, mungkin karena itulah
alasan saya satu-satunya untuk pergi merantau.”
Hari demi hari berjalan, masa
perkulihan yang sudah diambang pintu keluar dan akan memasuki dunia kerja. Dengan
pinjaman motor dari Kak Mursal kepadanya dia terus mengunakan motor itu untuk
pergi dan pulang ke mushalla. Dengan adanya motor itu dia bisa berhemat dengan
ongkos-ongkos yang dikeluarkan. Memang Irvan tidak pernah takut dalam hal apa
saja termasuk jika nyawanya akan diambil Allah sebagai pemilik nyawa itu. Setiap
sisi dalam mengendarai motor menjadi maut bahkan pelan dan cepatpun akan
menjadi maut. Jika tidak menabrak orang lain, maka kita yang akan ditabrak
orang lain. Begitulah resiko orang berkendaraan dan ajal tidak pernah kita
tahu, yang tahu hanyalah Allah Swt.
“Hanya satu prinsipnya dalam
berkendaraan yaitu jika aku harus kecelakaan jangan Engkau memberikan orang
lain menjadi repot dengan kecelakaan itu dan membuat orang lain terbebani. Akan
tetapi lakukanlah apa yang Kau inginkan dengan langsung mengambil nyawaku
daripada aku harus menderita,” pikir Irvan dalam hati.
Walaupun dengan kecepatan tinggi pun
Irvan mengendaraan sepeda motornya dia hanya terus bertekat dengan satu
prinsipnya dan selalu mengingat-Nya tentunya. Masa-masa kuliahnya hampir
mendekati hari dimana akan diadakannya resmian kelulusan mahasiswa yang sudah
menamatkan studinya dengan wisuda.
Setelah senerima ijazahnya di sebuah
perguruan tinggi, Irvan sudah tidak sabar untuk melanjutkan langkahnya ke dunia
kerja dan menikmati indahnya daerah orang lain. Memang dalam mencapai sebuah
kesuksesan itu harus dibarengai dengan usaha yang sungguh-sungguh dan kerja
keras. Selain itu jangan lupa berdoa tanpa bosan-bosanya kepada Allah Swt dan
mendekatkan diri kita kepada-Nya. Maka insya Allah, Allah akan menuntun kita
kepada jalan yang lebih baik. Serta jika kita terus mengingat-Nya maka Dia juga
akan terus mengingatkan kita. Susah, senang dan sedih laluilah dengan terus
mendekatkan diri kita kepada-Nya dan jangan pernah menyerah dengan tantangan,
rintangan dan masalah yang kita hadapi. Sesungguhnya dibalik setiap kejadian
itu akan ada susuatu hal yang tidak pernah kita bayangkan dan hikmah yang diberikan
Allah kepada hambanya.
0 komentar:
Posting Komentar