Suara telpon terdengar ditengah
ruangan yang sedang hiruk pikuk itu. Beberapa dari klain yang antrian di ruang
tunggu itu terdiam sesaat mendengar suara yang barisik tersebut. Sesaat ruangan
itu hening mendengarkan suara telpon yang sedang berbungi.
“Kringgggggggggggggg...”
“Kringggggggggggggggggg...”
“Kringgggggggggggggggggggg...”
Salah seorang pengawai kantor
mengangkat telpon tersebut dan menghentikan pekerjaannya melayani klain-klain
yang ada untuk sementara waktu.
“Hello, ada yang bisa kami bantu ?”
jawab pegawai kantor tersebut.
“Hello, ini Ibu Viola isterinya Pak
Direktur perusahaan ini,” jawaban dari ujung telpon.
“Iya Buk, ada pesan untuk Pak Irvan
Buk ?” dengan ramah.
“Bisa langsung disambung ke telponnya
langsung Buk ? soalnya handphone-nya tadi tidak aktif.”
“Baik Buk, tunggu sebentar ya Buk,”
dengan mengutak-atik ragang telpon itu pengawai itu mencoba menyambungkan
langsung ke ruangan Pak Direktur.
“Iya Buk, terima kasih Buk,” jawaban
dari ujung telpon.
Sekitar sepuluh detik telpon Buk Viola
tadi langsung terhubung ke ruangan Pak Direktur kantor tersebut. Terdengar
suara telpon tersebut beralih bunyi ke ruangan berukuran 5x7 meter tersebut.
Ruangan itu lumayan besar dari ruangan lain dan di dalam sana ada seorang
laki-laki muda sedang melaksanakan sholat Dhuha di ujung ruangan tersebut.
Setelah selesai sholat sunnah tersebut dia pun berdoa dengan khusuknya,
beberapa menit selesai berdoa. Mendengar suara tepon di meja kerjanya dia
berjalan sambil melipat sajadahnya dan meletakkan di lemari berukuran kecil.
“Assalamu ‘alaikum, ada yang
bisa kami bantu,” suara Pak Direktur tersebut.
“Wassalamu ‘alaikum, maaf
menganggu Pak Ini Viola....” jawaban dari ujung telpon dan belum disudahinya.
“O...Sayang, maaf Van kira tadi siapa
dan juga Van tidak sibuk sekarang,” potongnya dengan cepat.
“Ya...Van, tadi Vio telpon ke nomornya
tidak aktif-aktif. Jadi Vio telpon saja ke nomor kantor Van,” dengan suara manja.
“Tidak apa-apa kok Sayang, tadi
Van sengaja men-nonaktifkan handphone karena sedang sholat Dhuha dulu.”
“Vio jadi kawatir kalau terjadi
apa-apa dengan Van. O...ya Van, sekarang Vio sudah di rumah kembali.”
“Kok cepat pulangnya Vio, padahal
biasanya pulang sore,” dengan penasaran.
“Iya Van, tadi kami para guru harus mengilau
Buk Ridha yang masuk rumah sakit kemarin malam. Beliau terkana penyakit
paru-paru.”
“Kasihan juga Buk Ridha itu ya Vio,
padahal Beliau dulu sering sekali berkunjung ke tempat kita.”
“Iya Van, mungkin Allah sedang menguji
Beliau.”
“Iya Vio, semoga Beliau kuat dalam menghadapi
semua itu.”
“Amien. Hari ini cepat pulang
kan Van ?” mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
“Mungkin Van pulang sore Vio, karena
nanti pukul 2 harus meeting dulu di Bukittinggi dengan Direktur PT.
Busana Bukittinggi.”
“Ya sudah, nanti jangan lupa
oleh-olehnya Van tapi yang beda ya Van dari biasanya ?”
“Insya Allah Vio, ya sudah Van
harus menemui menejer pemasaran dulu untuk meminta data yang akan disampaikan
nantinya.”
“Ok Van, semoga lancar ya Van,,, LOVE
YOU.”
“Makasih Vio, LOVE YOU TOO.”
Terdengar ragang telpon diletakkan
dari dalam ruangan itu. Direktur muda itu berjalan mengambil beberapa berkas
dari atas mejanya dan mengamati berkas-berkas itu satu demi satu. Di atas meja
itu juga ada beberapa tumpukkan berkas-berkas yang tersusun rapi dan juga
beberapa dokumen-dokumen yang akan dibawa nantinya menemui Pak Rian di
Bukittinggi. Segala yang diperlukan sudah dia susun di meja tersebut, tinggal
menunggu waktu keberangkatan saja lagi.
Beberapa menit Direktur muda itu
mengamati dan melihat-lihat hasil laporan bulan lalu. Terdengar suara orang
berjalan dan mengetuk pintu dari luar.
“Tok...Tok...Tok, assalamu ‘alaikum,”
suara orang itu.
“Wassalamu ‘alaikum, silahkan
masuk,” sambil meletakan berkas-berkas tesebut.
Seorang pemuda setengah baya itu berjalan
pelan sambil mendekati meja Direktur tersebut, pakaian rapi dengan kameja
berwarna putih bergaris-garis serta celana dongker. Ditangannya ada sebuah map
dokumen dengan warna hitam.
“Maaf Pak, ini beberapa dokumen yang
Bapak mintak kemarin. Semuanya sudah lengkap di map ini,” sambil memberikan map
hitam itu.
“Terima kasih Ki, silahkan duduk
dulu,” sambil mengambil map itu.
“Iya Pak, terima kasih.”
Beberapa saat Direktur itu mengamati
dan memperhatikan satu demi satu berkas-berkas tersebut.
“Laporan ini sangat lengkap dan rinci,
terima kasih banyak Ki.”
“Sama-sama Pak, saya mohon pamit dulu
ke ruangan Pak.”
“Ok silahkan.”
Karyawan yang baru masuk itu nama
lengkapnya adalah Riki, dia juga teman lama dari Pak Direktur. Dia menjabat
sebagai menajer pemasaran dan juga ahli dalam bidang tersebut. Bahkan Baliau
adalah salah seorang karyawan yang loyalitas terhadap perusahaan. Beberapa saat
kemudian semua dokumen-dokmen dan arsip-arsip lainnya sudah lengkap dan telah
di check ulang oleh Direktur muda itu. Suara jam dinding berdentang
keras menunjukan pukul 12.30 WIB. Itu berarti waktu sholat zuhur telah masuk
dan Direktur itu bergegas untuk mengambil wudhu dan melaksanakan sholat jamaah
di kantornya.
Dalam perkantoran itu terdapat sebuah
mushalla dan bisa memuat sekitar 10 sampai 15 orang. Peraturan di kantor itu
setiap waktu sholat semua pekerjaan harus ditinggalkan kecuali dengan alasan syar’i
dan darurat yang tidak bisa ditunda-tunda. Begitulah peraturan dalam kantor
tersebut serta setiap pegawai mengenakan pakaian yang sopan dan rapi.
Setelah karyawan di kantor itu
melaksanakan sholat dan makan siang, Direktur muda itu bersiap-siap untuk
menghadiri meeting siang ini dengan Pak Rian. Jam dinding menunjukan
pukul 13.00 WIB maka Direktur muda itu ditemani seorang sekretarisnya serta Buk
Faridha seorang penasehat perusahaan, mereka berjalan menuju mobil Avanza di
teras kantor. Pak Direktur dengan baju Biru dilengkapi jas dan dasi berwarna
hitam. Berselang sekitar satu jam kurang mereka telah berada di depan PT. Busana
Bukuttinggi, setelah seorang Satpan mengarahkan tempat parkir dan mengantarkan
ketiga utusan itu langsung ke ruang rapat.
Baru memasuki kantor Pak Rian telah
menunggu dan menyambut Direktur muda itu dengan senyuman dan salam hangat dari
Beliau. Bahkan Beliau mengatarkan langsung ketiga utusan tersebut ke ruang
rapat, ternyata disana telah ada beberapa karyawan Pak Rian telah menunggu. Setelah
menunggu sekitar lima menit seorang karyawan Pak Rian memulai meeting
tersebut dengan memberikan beberapa informasi-informasi dari PT. Busana
Bukittingg dalam beberapa produk serta pemasaran yang akan dilakukan. Ternyata
dalam meeting kali ini mereka membahas tentang kerja sama antara PT.
Busana Bukittinggi dengan Perusahaan Tekstil Perindustrian yang dijalani Pak Irvan
sebagai Direktur muda disana.
Setelah semua kesepakatan dan hal-hal
lain disetujui kedua belah pihak. Akhirnya meeting-pun selesai sudah
dengan makanan cuci mulut sebagai rasa terima kasih Pak Rian terhadap Pak Irvan
dan karyawan-karyawannya yang telah mau bekerja sama dengannya. Sekitar pukul
17.00 WIB mereka berpisah di depan kantor Pak Rian dan beberapa karyawan
mereka.
Beberapa meter meninggalkan kantor itu
ternyata sekretaris dan penasehat perusahaan itu mintak berhenti dengan alasan
bahwa mereka mau membeli oleh-oleh dulu untuk keluarga di rumah dan mereka akan
pulang dengan bus umum saja. Lagipula Pak Direktur itu juga tahu bahwa jam
kantorpun sudah selesai jika memang mau ke kantor lagi, dengan senang hati
Direktur muda itu menurunkan mereka di depan sebuah toko makanan.
“Terima kasih Pak, hati-hati dijalan
Pak,” sambil menutup pintu mobil.
“Iya Buk, sama-sama,” sambil
melanjutkan perjalanannya.
Dalam perjalanan pulang Direktur muda
itu teringat pesan isterinya agar membawakan oleh-oleh yang beda dari biasanya.
Setelah berpikir-pikir dia pun menemukan ide dan apa yang akan dibawanya
pulang. Direktur muda itu memutar balik mobilnya dan menuju sebuah taman yang
penuh dengan orang-orang disana serta pengunjung setiap hari, tempat itu adalah
taman Jam Gadang. Dengan wajah was-was seolah-olah mengawasi setiap pergerakan
orang-orang disana. Direktur muda itu tidak melihat adanya polisi, Satpan,
bahkan penjaga pengaman pun ditempat itu. Dengan sedikit berjalan pelan
Direktur muda itu mencoba mendekati Jam Gadang tersebut, sambil melihat
sekitarnya. Setiap orang-orang atau pengunjung sibuk dengan urusan
masing-masing, dengan hal tersebut Direktur muda itu memanfaatkan kesempatan
itu.
Sedikit demi sedikit Direktur muda itu
memasukan Jam Gadang itu ke dalam Kopernya, entah bagaimana pria muda itu
melakukan. Berselang lima menit hanya tertinggal ujungnya saja, pada saat itu
pengunjung yang berfoto di depan itu terkejut dengan kejadian itu. Mereka tidak
lagi melihat Jam Gadang itu dibelakangnya, pada saat itu Direktur itu berjalan
cepat dengan koper besar dibawanya. Menjelang Direktur muda itu masuk mobil
ternyata ada salah seorang anak berkata.
“Bukannya itu Jam Gadang yang
dicari-cari orang,” dengan keras kepada orang tuanya.
“Iya, itu dia,” sambil melihat ke
mobil tersebut.
Dengan suara keras perempuan separoh
baya itu berteriak.
“Lihat-lihat itu Jam Gadang yang kita
cari, dibawa pemuda itu di atas mobilnya,” sambil mendekati orang-orang
disekiarnya dan menunjuk mobil itu.
Direktur muda itu dengan cepat meng-gas
mobilnya dan berlari meninggalkan tempat itu. Orang-orang pun berlari mengejar
mobil itu namun mereka tidak bisa mengejarnya kerana sudah terlalu jauh. Ada
yang mempunyai mobil dan kendaraan roda dua mengejar mobil silver itu dengan
cepat. Bahkan terdengar suara mobil polisi ikut serta dalam hal ini, karena ada
salah seorang dari pentugas keamanan langsung menelpon pihak kepolisian.
“Mengapa orang-orang itu mengejarku,”
pikir Direktur muda itu.
Ternyata Direktur muda itu masih belum
tahu kesalahannya dan terus mencoba menyelamatkan diri. Bahkan semua
orang-orang disana panik dan mencoba membantu mendapatkan Jam Gadang itu
kembali, karena mereka berpikir bahwa Jam Gadang ini hanya ada dua di dunia,
yang pertama di Inggris dan di Indonesia yaitu Bukittinggi. Jika Jam Gadang itu
tidak ditemukan atau didapatkan otomatis Bukittinggi akan kehilangan bangunan
bersejarah dan Icon Kota Bukittinggi tesebut.
Beberapa menit meninggalkan Kota
Wisata itu, Direktur muda itu langsung memasuki gang sempit mencari jalan sembunyi
dari pengejaran ribuan orang Bukittinggi itu dan juga ratusan mobil dan
kendaraan roda dua. Akhirnya Direktur muda itu sampai juga di rumahnya dan
langsung memasukan mobilnya dalam garasi serta menutupnya. Orang-orang yang
mengejarnya tadi kehilangan jejak dan bahkan sampai malampun mereka masih tetap
mencari-cari, terdengar suara mobil polisi mondar-mandir dijalanan dan suara
mobil serta kendaraan lainnya. Namun mereka masih tidak dapat menemukan pelaku
dan mobil yang mereka kejar itu, akhirnya orang-orang dari Bukittinggi ini
pulang dengan tangan kosong. Bahkan mereka harus menerima kenyataan, bahwa Jam
Gadang yang mereka bangga-banggakan sudah hilang diambil orang dan entah kemana
harus dicari. Taman Jam Gadang itu hanya menyisahkan bongkahan bekas bangunan
Jam Gadang, lapangan biasa tanpa ada Jam Gadang yang selalu gagah berdiri
setiap hari, namun hanya ada beberapa pohon kecil di taman itu dan bangunan
kecil dibawah bangunan Jam Gadang itu berdiri.
Dengan nafas gos-gosan Direktur muda
itu memasuki rumah, dan menyimpan kopor itu di gudang rumah.
“Assalamu ‘alaikum, Sayang,”
sambil mendekatinya.
“Wassalamu ‘alaikum, Van,”
sambil menyalami tangan suaminya.
“Baru pulang Van ?” suara Viola dari
depan pintu.
“Iya Vio,” dengan kecupan kecil.
Isteri Direktur muda itu menemaninya
ke dalam, sambil membukakan dasi suaminya. Tidak beberapa lama Direktur muda
itu mandi dan mereka sholat Magrib berjamaah dengan seorang buah hati mereka.
Rasanya rasa letih Direktur muda itu hilang dengan berkumpul dengan keluarganya
bahkan mereka pun makan malam bersama. Terlihat suasana yang hangat dalam rumah
tangga mereka, bahkan beberapa menit selesai makan Direktur muda itu membuka
pembicaraan.
“Tahu gak Vio, apa yang Van bawain
untuk Vio dan Si Cantik Khaiza.”
“Memangnya apa itu Van, jadi penasaran
nih,” sambil membereskan piring.
“Kasih tahu dong Yah ?” rengek Si Cantik
Kaiza.
“Iya nanti Ayah kasih tahu tapi
setelah Si Cantik Kaiza membantu Bunda membereskan piring-piring ini ke dapur,”
sambil tersenyum kecil.
“Ok Yah, janji ya Yah,” sambil
mengemasi piring-piring di atas meja.
“Iya Ayah janji,” sambil mencubit
kecil pipi kecilnya.
Beberapa saat setelah semua rapi dan
mereka bertiga telah berada diruang makan itu kembali. Sang Ayah telah siap
dengan kopernya, dengan hati-hati dia meletakannya di lantai.
“Sudah siap dengan kejutannya Vio, Si Cantik
Khaiza ?” kata Sang Ayah.
“Sudah Yah,” sambil kompak menjawab.
Dengan membuka sedikit demi sedikit
koper itu, dia mengeluarkan Jam Gadang itu dari dalam kopernya dan setelah
semua terbuka. Maka terlihatlah sebuah Bangunan Jam Gadang Bukittinggi itu
telah berada di dalam rumah mereka.
“Waowwwww......Bagus sekali Yah,” kata
Si Cantik Khaiza sambil mendekatinya.
“Subhanallah, ini memang beda
oleh-oleh yang Van bawa hari ini,” dengan terperangah.
“Ini Ayah kasih khusus buat kalian
berdua, karena Ayah sayaaaaaang sama kalian berdua,” sambil memeluk anaknya dan
isterinya.
“Kami berdua juga sayaaaaaaangggg sama
Ayah,” sambil membalas pelukannya.
“Berarti kita ngak perlu
jauh-jauh ke Bukittinggi lagi untuk melihat Jam Gadang Yah ?” sela buah
hatinya.
“Iya Sayang, kan sudah ada di rumah
kita,” sambil tersenyum kecil.
Suasana keluarga itu menjadi sangat
hangat setelah oleh-oleh itu benar-benar terlihat dan berada dalam rumah
mereka. Mereka tidak henti-hentinya memandang bangunan tua itu sambil
berpelukan dan menghiasi rumah mereka. Sekarang Jam Gadang Bukittinggi itu
sudah berpindah ke rumah mereka dan bukan Jam Gadang Bukittinggi lagi akan
tetapi menjadi Jam Gadang Batusangkar.
0 komentar:
Posting Komentar