Dua mahasiswa dengan setengah berlari masuk ke dalam kelas, seorang
dosen sudah berada dari tadi di dalam kelas itu. Pagi itu suasana kampus
terlihat begitu ramai dengan hilir mudik mahasiswa berkeliaran di dalam kampus.
Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing, bahkan bertemu teman hanya bisa
tegur sapa saja karena kesibukkannya. Pagi itu Irvan dan Joni menuju gedung F
lantai dua, tepat di tengahnya. Itulah tempat kuliah mereka pagi ini dengan
mata kuliah Manajemen Syariah.
Tok..tok...tok
“Assalamu
‘alaikum, permisi Pak,” sambil masuk ke dalam kelas.
“Wassalamu
‘alaikumsalam,” dengan isyarat
mengangguk kecil mempersilahkan dua mahasiswa itu masuk ke dalam kelas.
Dengan langkah
cepat dua mahasiswa yang terlambat itu masuk ke dalam kelas, hanya menyisahkan
bangku-bangku kosong di ruangan belakang. Sedangkan urutan depannya sudah
dipenuhi dengan mahasiswa yang sudah duluan datang. Memang Irvan dan Joni
adalah teman yang hanya kenal di kampus saja. Padahal mereka satu kampung namun
beda daerah. Kampuslah yang mempertemukan mereka, saling mengenal dan saling
bersahabat sama lain. Sejak mereka berkenalan persahabatan antara mereka
semakin dekat dan bahkan melebihi teman-teman mereka yang lain di kelas
Akuntansi yariah.
Walaupun mereka datang terlambat beberapa menit namun semangat
belajar mereka tidak kalah dengan teman-teman mereka yang lebih duluan masuk
kelas. Pelajaran siang itu perkenalan dengan mata kuliah, dosen dan juga
perkenalan dengan teman-teman yang lain. Dr. Rizal, M.Ag nama dosen yang
mengajarkan mereka siang itu, serta beliau juga menerangkan soal pelajaran
minggu depan siang itu
|
Sejenak beliau diam dan melanjutkan pembicaraannya.
“Jangan menjadi mahasiswa KUPU-KUPU sama, kuliah-pulang,
kuliah-pulang. Pandai-pandailah membagi waktu. Jika kuliah jangan pikirkan
organisasi, sebaliknya jika dalam organisasi jangan pikirkan kuliah,” tambah
Pak Rizal.
Memang Pak Rizal adalah uluran tangan mahasiswa yang dipercayakan
rektor kampus kepadanya. Namun beliau juga mengajar disamping tugas yang
diamanahkan kampus kepadanya. Beliau sangat nyinyir memberikan nasehat kepada
setiap mahasiswa dan selalu mengingatkannya. Walaupun sering diingatkan, dengan
banyaknya mahasiswa yang berbeda juga kharakternya tentu banyak juga yang
melanggarkan peraturan kampus. Selain itu, tata tertib mahasiswa berpakain yang
sering diigatkan Pak Rizal sudah ada di setiap sudut kampus, namun mahasiswanya
saja yang tidak memperhatikan hal itu.
Setelah Pak Rizal panjang lebar memberikan motivasi dan menerangkan
mata kuliah yang diempuhnya. Satu demi satu mahasiswa itu memperkenalkan diri mulai
dari urutan depan dengan memperkenalkan nama, asal sekolah dan alamat.
Sedangkan Irvan dan Joni mendapatkan giliran terakhir karena mendapatkan bangku
paling belakang. Dari perkenalan mahasiswa itu banyak mahasiswa yang dari luar daerah
Batusangkar seperti: Payakumbuh, Riau, Bukittinggi, Padangpanjang, Jambi dan
masih banyak lagi.
Mahasiswa pribumi hanya segelintir saja yang kuliah di kampus itu.
Kebanyakan dari orang pribumi lebih memilih kuliah di tempat yang ramai seperti
di kota besar. Mereka tidak menginginkan mutu yang baik dan hanya memilih yang
dengan pergaulan yang bebas dan lebih dipandang orang bahwa mahasiswa yang
kuliah di kota jauh lebih baik daripada yang di kampung pikiran mereka saja.
Padahal sebaliknya kuliah di kampung jauh lebih bermutu dan berkualitas
daripada di kota.
Setelah jam pelajaran berakhir siang itu mahasiswa satu demi satu
mulai meninggalkan kelas. Karena kelas yang tempati bukan kelas pribadi seperti
sekolah di SMP, SMA dulu bukan namun setiap mahasiswa memiliki hak menempati
kuliah disana jika jadwal kuliah mereka ada di kelas itu.
Irvan dan Joni yang sudah seperti perangko kemana-kamana bahkan
orang-orang menyebutnya dimana ada Irvan disitu ada Joni, atau sebaliknya
dimana ada Joni disitu ada Irvan. Padahal pepatah yang sebenarnya bukan itu
dimana ada gula maka akan ada semut. Hehe, asalan saja mereka memberi pepatah.
Joni setiap hari menginap di mushala Irvan yang tidak jauh dari
rumahnya kecuali malam minggu. Mereka setiap malam belajar bersama dan bahkan
saling bantu membantu satu sama lain, mereka sudah bagaikan saudara kandung
saja. Namun di lain sisi mereka memiliki rasa suka dengan orang yang sama yaitu
seorang wanita yang manis dari kelasnya. Memang bukan orang pribumi namun
keelokkan, kecantikkan dan budi pekerti yang baik sampai orangnya yang baik
hati membuat mereka ingin sesekali memiliki wanita berparas manis itu. Baju
apapun yang dia pakai dan warna apapun yang dia gunakan selalu serasi dengan
dirinya dan membuat wajahnya yang manis semakin cerah bersinar. Apalagi dengan
senyumannya yang manis memberikan warna dan keindahan tersendiri dalam dirinya.
Menentramkan siapa saja yang memandangnya, walaupun tubuhnya kecil namun budi
pekerti dan kedewasaannya sebagai seorang mahasiswa tidak bisa diragukan lagi.
Tubuhnya yang kecil tidak seperti pikiran yang luas dan terlihat lebih tenang
dalam setiap kajadian.
Suatu ketika Irvan dan Joni sempat berkenalan langsung kepada
wanita berparas manis itu.
“Hey,,,kenalkan saya Joni, kamu Manda kan ?” ucap Joni sambil mengulurkan
tangan bersalaman.
“Iya. Saya Manda, tahu dari mana ?” dengan sedikir malu-malu.
“Waktu perkenalan awal di dalam kelas beberapa hari yang lalu,”
ucap Joni meyakinkan.
“Kenalkan saya Irvan,” sambil bersalaman.
“Salam kenal juga Van,” balas Manda.
Beberapa detik tatapan mata mereka beradu sama sama lain,
seolah-olah waktu berhenti seketika dan hanya mereka yang bergerak. Entah
kenapa mereka bersalaman telalu lama dan mereka terdiam satu sama lain tanpa
ada kata yang keluar dari bibir masing-masing. Joni yang berdiri disamping
Irvan sedikit iri dengan tingkah laku mereka dan mencoba mengembalikan mereka
ke dunia nyata.
“Mau kemana kita lagi Van,” sambil menepuk bahu Irvan.
“Oo...maaf Manda, mungkin kita cari makan dulu Jon,” sambil
melepaskan pegangan tangan Manda.
“Sama-sama Van, Manda duluan ya Jon, Van,” sambil berlalu
meninggalkan mereka berdua.
Sebelum masuk jam pelajaran kedua siang itu Irvan dan Joni berjalan
ke kedai dekat terminal Piliang di Dobok. Di depan terminal bus yang selalu
dipenuhi dengan bapak-bapak yang istirahat
dan bermain domino disana. Disanalah mereka makan nasi goreng dengan telur
dadar, perut yang dari pagi belum diisi mulai merasa nyaman dengan nasi goreng
telur dadar itu. Beberapa menit mereka menikmati nasi goreng dan hanya
menyisahkan piring dan sendoknya saja. Pukul satu lewat siang itu tanpa terasa
waktu berlalu dengan cepat. Irvan dan Joni setelah membayar jajanan mereka dan
pergi shalat zuhur di Mesjid Mustaqim dekat kampus mereka.
***
Beberapa minggu berlalu Irvan mendapatkan nomor HP Manda dan sejak
saat itu mereka sering mengirim pesan dan menelpon setiap akhir minggunya.
Namun kedekatan Irvan dengan Manda menimbulkan rasa iri terhadap Joni karena
Joni juga memiliki rasa yang sama dengan Irvan. Namun takdir berkata lain bahwa
dari penjelasan Manda kepada Irvan melalui telpon berkata dengan jujurnya.
“Sejak awal Manda melihat Irvan, entah kenapa Manda memiliki rasa
terhadap Irvan, namun...”Manda menghentikan pembicayaannya.
“Namun apa Manda,” Irvan bertanya dengan rasa penasaran.
“Namun sayang Manda sudah memiliki seorang pacar sejak di pesantren
dulu. Kami sudah menjalin ikatan namun hanya seperti kakak beradik, karena di
pondok dia Manda anggap sebagai kakak yang dapat melindungi Manda. Karena Manda
jauh dari orang tua, awalnya kami hanya sebatas teman saja, namun waktu mulai
naik kelas dua MTsN di pondok dia mengutarakan rasa sukanya kepada Manda.
Bahkan Manda tidak bisa menolaknya karena dia bagi Manda lebih dari dari
hubungan kakak adik serta dia bahkan rela menunggu Manda tiga tahun untuk
mendapatkan cinta Manda yang awalnya Manda bersama yang lain. Sejak dia tahu
Manda sudah putus dengan pacar Manda yang lama, beberapa hari setelah itu dia
menyatakan cintanya kepada Manda.”
“Sungguh perjuangan cinta yang hebat dan seorang pecinta sejati.
Manda sangat beruntung mendapatkannya karena dia rela menunggu Manda tiga tahun
hanya untuk mendapatkan cinta Manda,” dengan sedikit sedih.
“Tapi Van...”lagi-lagi Manda menghentikan kata-katnya.
“Tapi apa Manda ? Apa lagi yang Manda ragukan dengan ketulusan
cintanya. Van tahu, Manda juga pasti sangat mencintainya dan hubungan Manda
dengan dia sampai sekarang masih utuh. Itu berarti hubungan Manda dan dia di
ridhoi oleh Allah Swt,” mencoba menenangkan hati Manda dan berbohong dengan
hatinya.
“Bukan begitu Van, Manda sebenarnya juga menyukai Van ?”
“Iya Manda, sejujurnya Van juga suka kepada Manda. Namun takdir
berkata lain bahwa kita lebih pantas bersahabat saja daripada menjalin ikatan
cinta,” sambil menghembuskan nafasnya.
Sejak saat itu mereka menjalin persahabatan yang semakin erat dan
bahkan teman-temannya menyalah artikan persahabatan mereka dengan hubungan
cinta. Namun Manda dan Irvan hanya tidak begitu menanggapi perkataan
teman-temannya dan mereka belum tahu cerita sebenarnya bahwa Manda sudah
memiliki kekasih dari kampunya sendiri.
Namun Manda tidak pernah menceritakan kedekatannya dengan Irvan
kepada kekasihnya. Tajri adalah seorang mahasiswa jurusan ekonomi di IAIN Iman
Bonjol Padang. Dia juga sekampung dengan Manda dan dialah kakak yang disebutkan
Manda yang sekarang menjadi kekasihnya Manda. Walaupun mereka terpisahkan oleh
jarak yang sangat jauh dan jarang bertemu namun hubungan mereka terus berlanjut
dan sesekali menelpon diakhir pekan. Bahkan terkadang Manda mengirim pesan
kepada kakaknya itu dan sebaliknya Tajri juga mengirimkan pesan kepada Manda
mengenai kabar mereka.
Irvan yang terus menjalin persahabatan dengan Manda lebih
diuntungkan selain mereka juga satu kampus juga satu kelas di kelas Akuntansi.
Akhirnya Joni juga mendapatkan kabar dari teman-teman Manda bahwa Manda sudah
memiliki kekasih bernama Tajri seorang mahasiswa di IAIN Iman Bonjol dan
sekampung dengan Manda. Hal tersebut tidak lagi membuat Irvan dan Joni terus
merasa iri dengan kedekatan mereka. Persahabatan mereka terus berlanjut dan
bahkan seperti tidak ada pertikaian diantara mereka.
Hari libur bagi seorang mahasiswa adalah hari minggu tentunya dan
hari yang sangat ditunggu setiap orang untuk beristirahat. Kuliah adalah proses pembelajaran yang sangat
berat dengan tugas-tugas setia hari dan juga membuat makalah, serta meresum
mata kuliah yang serba mengejar. Jika tidak diiringi dengan ketenangan pikiran
maka otak kita akan eror bisa-bisa. Malam Sabtu itu Irvan mencoba mengirimkan
pesan kepada Manda, karena tidak ada tugas yang harus dikerjakan malam itu.
“Ass..sedang apa Manda ?” sapa Irvan dengan pesan.
“Wass...lagi tidur-tiduran saja Van, Van sendiri lagi apa ?” balas
Manda.
“Sama Manda lagi tidur-tiduran juga, suntuk tidak ada kegiatan
malam ini. By the ways besok tanggal merah Manda, ada kegiatan tidak
Manda ?”
“Suntuk smsan dengan Manda ya Van ? Nggak ada tuh Van, memang ada
apa Van ?” mencoba menggoda Irvan.
“Suntuk tidak ketemu Manda, gimana jika besok kita keliling Danau
Singkarak Manda ?” mencoba membalas gombalnya Manda.
“Ya iaya. Gimana ya Van ?”
Beberapa detik belum ada belasan pesan dari Manda dan Irvan tidak
mencoba menhujani Manda dengan berbagai pertanyaan karena takut Manda menolak
ajakannya untuk refresing bersama minggu ini. Memang Irvan sedikit merasa jenuh
dengan terus belajar setiap malam dan mengerjakan tugas-tugas kuliah yang
menumpuk setiap harinya. Irvan sangat berharap Manda bisa menemani dan dia juga
tahu bahwa Manda sudah memiliki kekasih serta tidak semudah itu Manda dapat
melupakan Tajri yang sudah bertahun-tahun menjalin hubungan dengannya. Jika
Manda memang melepaskan Tajri, itu berarti Irvan juga harus bersiap-siap
menerima imbas yang sama dengan apa yang dilakukannya kepada Tajri yaitu
merelakan Manda ke tangan orang lain. Orang yang lebih baik dan lebih segalanya
daripada Irvan. Namun justru Manda tidak melakukan hal tersebut karena dia tahu
bahwa jika dia berjodoh dengan Irvan maka Allah akan mempertemukan mereka
dengan jalan-Nya bukan jalan yang ditunjukkan syetan kepadanya.
“Maaf menunggu Van, baiklah.
Jam berapa kita berangkat besok Van ?”
“Nggak apa-apa Manda, kalau pukul sepuluh siang gimana Manda ?”
***
Minggu yang cerah dengan langit yang begitu indah memberikan warna
yang begitu indah pagi itu. Dengan rasa senang bukan main seperti mimpi di
siang bolong mendengarkan jawaban “baiklah” dari Manda tersebut.
“Mimpi apa saya semalam ? Sampai Manda bisa saya ajak jalan bersama
siang nanti,” pikir Irvan.
Pagi itu irvan memandikan Simerah sampai mengkilat dan tidak lupa
dia juga bersiap-siap untuk menemui Manda pukul sepuluh. Namun Irvan harus
sampai di tempat Manda sebelum pukul sepuluh karena jika Irvan telat maka Manda
akan berpikir bahwa dia tidak tepat janji nantinya. Sekitar pukul sembilan
Irvan sudah selesai dengan berjalan menuju Simerah yang sudah menunggunya dari
pagi. Dengan switer merah Irvan melangkah dengan pasti dan mulai naik Simerah.
“Bismillah,” ucapnya dalam hati.
Perjalanan Irvan dengan Manda mengelilingi Danau Singkarak melewati
Puncak Pas dekat tepian danau. Dari atas itu kelihatanlah semua ujung Danau
Singkarak dari ujung sampai ke ujung di Solok sana. Rumah-rumah bagaikan kardus
kecil yang disusun dari atas sana dan begitu juga mobil, orang dan pohon-pohon
yang terlihat dari atas saja. Begitu kecil dan sangat indah, beberapa menit
Irvan dan Manda diam dan menikmati suasana alam yang begitu mengesankan
tersebut.
Perjalan yang sangat indah jika Irvan dan Manda benar-benar sudah
menjalin ikatan kekasih pada saat itu. Namun mereka hanyalah sebatas
persahabatan dan perjalanan itu Irvan harus sadar diri. Dia tidak berani
berbuat yang bukan-bukan kepada Manda dan dia juga memiliki tanggungjawab penuh
dengan keselamatan Manda dalam perjalanan itu. Karena Irvanlah yang mengajak
dan menjemput Manda ke kosnya di belakang Aper.
Walaupun demikian Irvan hanya ingin refresing saja dan mencoba
menghilangkan kejenuhan yang ada dalam pikirannya selama ini. Bukan untuk
mencelakan Manda ataupun berbuat yang bukan-bukan kepada Manda. Bahkan Manda
mau ikut dengan Irvan itu adalah suatu kepercayaan Manda kepada Irvan dan dia
yakin Irvan akan menjaganya selama dalam perjalan itu. Jika Irvan mau berbuat
nekat mencelakan Manda dan berbuat yang bukan-bukan pada waktu itu bisa saja,
namun Irvan memiliki keimanan yang dapat menjaga hawa nafsunya dan dapat
menepiskan keinginan syetan dengan hal-hal bodoh kepadanya.
Sejak saat itu Manda dan Irvan semakin dekat dan persahabatan
antara mereka semakin dalam. Bahkan rasa memahami dan rasa keingintahuan Irvan kepada
keluarga dan kondisi rumah Manda di kampungnya di Jujuhan, Muaro Bungo-Jambi.
Begitu membuatnya terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri walaupun dia
sadar bahwa Manda adalah milik orang lain namun bukan berarti dia pasrah dengan
hal tersebut. Tidak. Namun justru rasa keingintahuannya dengan sahabatnya itu semakin hari semakin dalam. Walaupun dia
sempat bertanya kepada sahabat Manda di Rantau Ikil di desa yang juga satu kampung
dengan Irvan di Batusangkar tepatnya di Tanjung, kec. Sungayang.
Namun justru jawaban yang diberikan Rani sahabat dekat Manda kurang
memuaskan dan justru membuat Irvan berniat ingin menyelidiki seorang diri ke
kampung Manda. Pada akhir semester dan semua ujian pelajaran telah selesai
dilakukan Irvan begitu juga teman-teman lainnya termasuk Manda.
Irvan mendapatkan Kabar dari sahabat dekat Manda yaitu Hasni, bahwa
Manda akan pulang kampung besoknya dan itu justru menjadi kesempatan bagi Irvan
untuk mengadakan penyelidikan langsung serta membututi Manda dari belakang.
Misinya setengah sukses hari itu dan hampis sia-sia perjalanan jauh dari
Batusangkar-Jambi hari itu.
Namun justru Allah memberikan petunjuk dengan menemukan bus yang
ditumpangi Manda sampai ke Jambi siang itu. Perjalan yang memakan waktu lebih
kurang 14 jam itu begitu mengita waktu dan tenaga Irvan dengan mengendaraan
Simerah seorang diri. Hanya bermodalkan kenekatan berjalan seorang diri yang
hanya baru pertama kali melewati jalanan Sawah Lunto, Dharmasraya dan Jambi.
Bahkan seorang yang mirip sekali dengan Manda yang turun dari bus
itu terus dibuntuti Irvan dari jauh. Namun sayang orang yang dibuntuti Irvan
entah matanya yang salah atau apa, orang itu wajahnya tidak mirip dengan Manda.
Lagi-lagi dia mencari bus yang ditumpangi Manda tadi namun sayang bus yang
dicari-cari tidak kunjung ketemu dan sudah keburu jauh.
Dengan perasaan tidak nyaman Irvan kembali ke Batusangkar dan
berlari berpaku dengan waktu disela-sela hujan yang lebat. Hanya kasih
sayang-Nya lah Irvan masih sampai dengan selamat di rumah. Jika terpeleset atau
jatuh Allahu ‘alam, tidak ada yang tahu dan hanya kesedihan yang datang
jika itu benar-benar terjadi. Dari penyelidikan Irvan dikala itu dia berhasil
menemukan beberapa pertanyaan dari dalam dirinya selama ini, bahwa benar kata
sahabatnya Rani. Manda adalah orang yang lumayan ekonominya dan dilihat dari
perkebunan masyarakat setempat di tempat Manda berada tentu perkebunan sawit adalah perkebunan yang
sangat baik mendatangkan uang dan tidak heran jika Manda setiap hari ke kampus
dengan wajah yang girang serta pakaian yang selalu bagus.
Walaupun demikian Irvan tetap tidak pernah menceritakan kejadian
itu kepada Manda dan hanya diceritakan Irvan kepada sahabatnya Yenti. Beberapa
bulan setelah kejadian itu baru Manda mendapatkan kabar dari Yenti dan tahu
kejadian sebenarnya. Mendengarkan kabar itu dari sahabatnya Manda meminta
pertemuan dan ingin tahu kejadian yang sebenarnya kepada Irvan. Sore itu mereka
bertemu di Lapangan Cindua Mato dekat pasar Batusangkar. Sore, siang dan bahkan
malamnya lapangan itu tidak pernah kosong dan selalu dipenuhi dengan berbagai
aktivitas disana. Terlihat Manda yang sedang duduk di sudut lapangan di atas
besi dekat batu-batu tempat pijakan yang biasa dilakukan para lanjut usia.
Sore itu Manda mengenakan pakaian berwarna pink mudah dengan
balutan jilbab putih serta rok putih. Dengan langkah sertengah berlari Irvan
mendekati Manda yang sedang duduk menunggu kedatangan Irvan disana.
“Maaf Manda sedikit telat,” dengan nada gos-gosan.
“Nggak telat juga kok Van, Manda baru sampai juga,” sambil
tersenyum.
Senyuman Manda membuat luluh hati Irvan, senyuman yang manis yang
diberikan Manda kepada seolah-olah wajah Manda bersinar dengan pancaran tiada
tara. Bak diterbangkan Irvan ke langit ke tujuh melintasi awan yang lembut
bersama ciptaan terindah yang diberikan Allah Swt yaitu Manda dengan sejuta
keindahan yang memancarkan sinarnya.
Sejenak Irvan tiada berkedip sedikitpun memandang Manda yang tanpa
disadarinya Manda sudah berada disampingnya.
“Hey...Van,” sambil mencubit kecil lengan Irvan.
“Aduh...sakit Manda,” sambil terkejut.
“Sudah tahu sakit, dari tadi melongoh saja memandang Manda.
Memangnya ada yang salah ya Van ?”
“Tidak ada apa-apa Manda, namun....,ayo duduk disini saja. Van ada
bawakan minuman buat Manda,” sambil menarik tangan Manda.
Rasa terkejut Manda begitu tangannya dipegang Irvan hanya mengikuti
Irvan dari belakang. Namun Manda tidak melawan dan membiarkan sentuhan lembut
tangan Irvan menyentuh kulit tangan Manda yang begitu halus.
“Hey Manda, kok bengong sih ? Memang ada apa ?” sambil mengibas-ngibaskan
tangannya ke depan wajah Manda.
“O..nggak apa-apa Van, namun apa tadi Van ?” dengan sedikit
terkejut.
Irvan dan Manda memiliki rasa yang sama, namun Irvan tahu bahwa
Manda sudah memiliki kekesih yang menjaga hati Manda supaya tidak tersinggung.
“Namun yang mana Manda ?” sambil menyodorkan sebuah minuman.
“Itu pas Van baru datang tadi, terima kasih Van.”
“O...itu, maksudnya Manda terlihat sangat manis hari ini,” dengan
polos.
“Terima kasih pujiannya Van, Van juga begitu tampan dan romantis
sekali hari ini,” mencoba berkata sejujurnya.
“Memangnya iya begitu Manda ? Perasaan tadi biasa saja kok,”
mencoba menyelak.
“Sudahlah Van, beberapa bulan yang lalu saat terakhir kali kita kuliah
semester lalu. Apa benar Van diam-diam telah mengikuti Manda dari belakang
menuju kampung ?” sambil menyeruput minumannya.
“Sebenarnya Van hanya tidak ingin Manda tahu saja awalnya dan hanya
menceritakan hal tersebut kepada Yenti. Maaf kalau Van membuat Manda
tersinggung dengan hal tersebut ?”
“Ah..Van, coba Van kasih tahu dari awal. Mungkin Manda akan lebih
memilih pulang bareng dengan Van. Pasti capek ya dalam perjalanan itu Van ?
Maafin Manda yang tidak melihat Van ?” dengan wajah sedih.
“Ah...Manda, sudah terjadi baru di kasih tahu, kalau begini jadinya
Van lebih memilih mengantarkan Manda ke kampung waktu itu. Lumayan capek juga
sih dan sedikit kena hujan pas perjalanan pulang. Nggak apa-apa juga Manda ini
salah Van kok, coba Van kasih tahu tidak begini juga kan jadinya,” sambil
menyeruput minuman Capcin di tangannya.
“Coba saja Manda bersama Van di tengah hujan waktu itu pasti indah
ya Van ?”
“Memangnya kenapa harus di tengah hujan Manda ?” dengan sedikit
penasaran.
“Van tahu, kalau Manda sudah lama tidak mandi hujan dan mungkin itu
jika terjadi begitu sangat indah,” sambil menerawang ke langit yang biru.
Pertemuan dua insan yang saling memiliki rasa suka namun tidak
pernah menjalin ikatan lebih daripada ikatan persahabatan yang sejati. Sekitar
pukul setengah enam di bawah kolong langit Kota Batusangkar dengan keindahan
tarian ribuan Burung Bangau Putih berterbangan mengelilingi Pohon Beringin yang
besar di tengah kota itu.
“Waaahh, begitu indah Van, baru sekali ini Manda melihat keindahan
Kota Batusangkar seperti ini,” dengan terus memandang tarian burung-burung yang
terus berputar-putar mengelilingi pohon besar itu.
Irvan hanya mengangguk kecil tanda setuju dengan perkataan Manda,
secara diam-diam Irvan menikmati indahnya pancaran wajah Manda dikala langit
sore di sertai indahnya tarian persembahan menyambut dua sahabat yang sedang
duduk menikmati suasana di sore itu. Tanpa Irvan sadari suara alunan orang
mengaji di mesjid dan surau terdengar sore itu. Entah berapa lama Irvan mencuri
pandang menyaksikan keindahan wajah manis Manda tiada bosannya. Semakin
dipandang semakin memancarkan keindahan tiada tara, menyejukkan hati dan
menentramkan mata memandang. Hati bagaikan berbunga-bunga, pikirannya terus
menerawang memikirkan jika Manda benar-benar kekasihnya. Pasti setiap sore dia
merelakan waktunya bersama dengan Manda di tempat ini, pikirnyadalam hati.
Lagi-lagi dia mencoba menepis pikiran kotornya dan mencoba berpikir positif.
“Manda, biar Van antarkan pulang ke kos ya,” sambil memengang
lembut bahu Manda.
“Iya Van,” dengan terbangun dari hipnotis ribuan tarian bangau itu.
Sebelum Irvan beranjak mengambil motornya, suara Manda dari
belakang membuat Irvan terhenti sejenak. Suara Manda memanggil namanya dengan
lembut.
“Van, tunggu,”sambil memeluk Irvan dari belakang.
Belum sempat Irvan menoleh ke belakang dia merasakan pelukan hangat
Manda di punggungnya. Irvan terkejut dengan apa yang dilakukan Manda sore itu,
namun dia membiarkan apa yang dilakukan Manda beberapa detik itu. Balutan
tangan kecil Manda menelpel di perut Irvan, dengan sentuhan lebut Irvan
menyentuh kedua tangan Manda. Mencoba merasakan apa yang dirasakan Manda sore
itu. Tiada banyak komentar seolah-olah Irvan tahu apa yang disampaikan Manda
lewat bahasa tubuhnya dan tahu bagaimana membalas ucapan terima kasih Manda. Di
bawah Pohon Beringin yang menjulang tinggi di tengah Kota Budaya diiringi
ribuan Bagau Putih yang sedang menari di atas indahnya langit Kota Batusangkar menjadi
saksi bisu bahwa persahabatan mereka akan terus ada walaupun dunia akan tiada
nantinya.
“Terima kasih Van, Manda mencintai Van jika Allah menakdirkan kita
berdua ini jodoh maka kita akan ketemu nantinya dan jika tidak percayalah Van
akan menemukan orang yang lebih baik daripada Manda,” sambil terus memeluk
Irvan dan tidak peduli dengan orang-orang sekitarnya.
“Sama-sama Manda, Van harap seperti itu,” sambi terus memengang
erat tangan Manda dan ingin terus digenggangnya.
“Sebenarnya Van hanya memilih Manda dan walaupun ada orang yang
lebih daripada Manda. Van tetap memilih Manda dan ingin selalu ada buat Manda,”
pikirnya dalam hati.
Akhirnya Irvan mengantarkan Manda melewati Jalan Kinantan dekat
terminal Jati menuju arah Lima Kaum. Hanya beberapa menit mereka berjalan dan
sampai ke kos Manda. Setelah berpamitan mereka berpisah dan Irvan meninggalkan
Manda dengan senyuman indah yang mengambang di bibirnya, sebaliknya Manda pun
membalas dengan senyuman terindah yang diberikan kepada Irvan.
***
Semester demi semester di lewati Irvan dan teman-teman lainnya
dengan terus bersama, namun semester enam teman-teman sekelas dengan Irvan
mulai berkurang satu demi satu. Karena ada diantara mereka yang tidak menyambil
mata kuliah yang sama dan ada yang yang cuti bahkan ada yang berhenti. Walaupun
demikian Irvan tetap semangat datang ke kampus meski jarang bertemu dengan
teman-temannya, ada seorang yang terus memberikannya semangat untuk terus
mengejar ketertinggalan dan datang untuk belajar di kampus itu adalah bayangan
Manda yang selalu mengiringi setiap langkah kakinya dan menemaninya dalam
setiap denyut nadinya. Senyumannya yang pernah diberikan Manda kepada terus
terbayang-bayang di dalam pikirannya, seolah-olah baru kemarin saja Manda
memberikan senyuman terindahnya serta pelukan hangat persahabatan kepada Irvan.
Meski sudah mulai jarang bertemu dengan Manda namun kedua sahabat itu
masih terus sesekali berkirim kabar dan bahkan bertemu di kampus. Wajah bundar
Manda yang manis terus terbayang dimata Irvan meski sudah beberapa tahun dia
kuliah di kampus itu. Menjalani masa kuliah kerja nyata (KKN) di daerah orang
yang sangat jauh dari kampung halaman yaitu di Pesisir Selatan. Bahkan Manda
juga ditempatkan pada kecamatan Tarusan disana, namun berbeda daerah. Kesibukan
dengan kegiatan-kegiatan KKN yang sudah dirancang dari awal sampai terakhir
masa KKN membuat Irvan tidak sempat mengunjungi Manda.
Masa KKN yang hanya empat puluh lima hari itu membuatnya sedikit
sibuk, apalagi amanah yang diembannya sangat berat waktu
itu. Menjadi ketua kelompok dengan sembilan anggota dari berbagai jurusan di
kampus dan tidak ada yang sama jurusan mereka. Bahkan kami yang juga satu
kampus tidak pernah saling mengenal dan bahkan hanya kenal di tempat KKN
tersebut.
Walaupun dengan sederetan tugas-tugas yang diemban Irvan setiap
harinya, namun Irvan dan Manda tetap berkirim pesan menanyakan kabar satu sama
lain. Bahkan Manda juga sibuk mengurusi kegiatannya di lokasi KKN. Masa-masa
menyabdikan diri kepada masyarakat justru sangat menarik dan mendapatkan
pengalaman baru, serta teman-teman baru baik di daerah orang maupun teman-teman
KKN.
Menginjak semester selanjutnya Irvan pun Magang di Kota Bukittinggi
dengan tujuh orang teman sekelas yang satu kos di Belakang Balok. Namun Irvan
tetap hanya seorang diri yang laki-laki ditempatkan di Dinas Koperasi,
Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) Kota Bukittinggi selain itu ada tiga
teman wanitanya dari kelas lain namun tetap satu jurusan Akuntansi. Sayang
lagi-lagi Manda juga tidak sama dengan Irvan yang justru mendapatkan tempat di
Padangpanjang. Padahal awalnya Irvan sangat menginginkan Magang di Kota
Padangpanjang tersebut dengan alasan pertama bahwa udaranya nyaman dan kedua
ingin mengenal penulis asal Kota Serambi itu seperti Irzen Hawer dan Muhammad
Subhan.
Namun Allah berkehendak lain, akhirnya dia bahkan mengenal semua
tempat di Kota Wisata dengan keramaian setiap harinya. Walaupun cuman kota
kecil namun penduduk yang ramai disana. Apalagi setiap hari Selasa dan juga
Sabtu adalah hari pasarnya Kota Bukittinggi yang semakin ramai dengan setiap
pengunjung dari berbagai tempat berdatangan. Irvan yang awalnya tidak kenal jalanan
kota itu menjadi hafal setiap sudut jalan kota itu hingga tempat-tempat wisata
di kota itu. Tidak ada tempat wisata yang tidak dikunjunginya, namun sayang
lagi-lagi Manda juga sibuk dengan kegiatan di kantornya sendiri dan hanya Irvan
seorang diri yang berjalan mengunjungi setiap tempat wisata yang hanya ditemani
Simerah dan camdignya.
Magang di Dinas Koperindag mendapatkan pengalaman yang sangat
berharga bagi Irvan, selain mendapatkan ilmu-ilmu baru dalam dunia kerja juga
mendapatkan hubungan yang baik dengan pegawai-pegawai di tempat itu. Bahkan
tidak jarang Irvan yang hanya diam-diam saja, dia selalu sibuk jika berada di
kantor dan bahkan sering membantu para pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Disana Irvan memegang kendali dua buah komputer dan bahkan Kak Heni sering
membantunya mengerjakan tugas yang lumayan sulit.
Menjalani masa-masa Magang dengan waktu dua setengah bulan di kota
itu menjadi pengalaman baru bagi Irvan. Selain hanya berkirim pesan sesekalai
dan menelpon Manda di Kota Serambi membuatnya menjadi nyaman mendengarkan suara
indah Manda. Walaupun mereka jarang sekali bertemu akhir-akhir ini karena
kesibukkan masing-masing. Namun rasa persahabatan mereka terus saja tumbuh dan
bersemi menjelma menjadi saling terikat satu sama lain. Hati yang jauh menjadi
dekat dengan ikatan persahabatan dan menyatukan dalam hati masing-masing.
Dua kegiatan wajib kampus sudah selesai dengan lancar oleh Irvan
dari fase KKN hingga fase Magang berakhir mengenangkan dan lancar. Fase
terakhir adalah pembuatan skripsi sebagai tugas akhir dari seorang mahasiswa
yang akan mendapatkan gelas S1-nya. Walaupun sempat membuat Irvan menjadi jatuh
berkali-kali dengan masalah skripsinya, namun akhirnya Buk Cici berhasil
memberi tanda “ACC” di proposal Irvan.
Selasa siang itu dia menyelenggarakan seminar proposal di gedung F4
dengan dua orang dosen penguji oleh Pak Gam sebagai ketua ka Prodinya dan Buk
Cici sebagai dosen pembimbingnya. Sekitar tiga puluh menit di depan mereka
membuat Irvan harus deg-degan setengah tak bernafas. Badannya terasa panas
dingin di depan dua dosen itu, dengan berbagai komentar dan masukan kepada
skripsinya siang itu.
Akhirnya kata-kata yang ditunggu-tunggu Irvan pun terkabulkan yaitu
“Proposal Skripsi diterima dengan Perbaikan.” Rasa senang tak terhingga siang
itu dan semua teman-temannya yang seminar di hari yang sama Aris, Bang Daud,
dan Qori juga diterima dengan perbaikan. Setelah seminar Manda langsung
memberikan senyuman terindah kembali kepada Irvan serta dialah orang pertama
yang memberikan selamat kepada Irvan siang itu.
“Selamat ya Van, semoga berjalan lancar,” sambil bersalaman dan
tersenyum.
“Terima kasih Manda, semoga juga cepat seminar juga,” membalas
senyuman Manda.
Namun lagi-lagi tatapan mata Manda membuat Irvan terhipnotis dan
beberapa detik tatapan matanya beradu dan terus memengang tangan lembut Manda.
Entah apa yang dirasakan dua sahabat itu, namun teman-temanya yang lain seperti
tidak ada dan hanya dia berdua yang menempati dunia ini. Wajah manis Manda
kembali memancarkan sinar yang begitu indah disertai senyuman indah mebuat
Irvan tidak bisa lepas dari wajah itu.
***
Irvan memiliki seorang teman yang kuliah di IAIN Iman Bonjol Padang
dan dulu juga satu kelas dengan Irvan di MAN 1 Batusangkar. Namanya Elza dan
dialah yang menemani Irvan mencari bahan skripsinya di kampus Elza dan seorang
lagi temanya Elza yaitu Azwar Anas. Kami mencari buku di perpustakaan kampusnya
di Lubuk Linta dan di perpustakaan di pasca sarjananya serta perpustakaan Bank
Indonesia. Setelah Irvan berkenalan dengan Azwar dia orangnya sangat baik dan
juga teman dari kekasihnya Manda serta satu kelas juga. Selain itu Azwar dan
Tajri juga satu pondok dan satu kampung, sama halnya dengan Manda.
Setelah sibuk mencari buku-buku Azwar memperkenalkan Irvan dengan
Tajri di depan perpustakaan kampusnya. Rasa penasaran Irvan selama ini dengan
kekasih Manda mulai hilang karena sudah bersalaman langsung dan berkenalan
dengan Tajri. Selain itu Tajri juga orang yang baik dan juga tampan, tidak
salah jika Manda memiliki Tajri sebagai kekasihnya. Namun Tajri yang sudah
mengetahui Irvan adalah sahabat Manda di Batusangkar menjadi tidak begitu
senang dengan perkenalan itu. Rasa curiga dan cemburu kepada Irvan terlihat
disorotan mata Tajri siang itu. Walaupun hanya perkenalan saja yang tidak
beberapa menit, namun rasa yang bertolak belakang dengan Irvan menjadi awal
kebencian Tajri terhadap Irvan.
Padahal Tajri awalnya tidak mengetahui bagaimana Irvan itu
sebenarnya dan orangnya bagaimana ? Namun dia hanya mendapatkan cerita dari
Manda dengan penasaran dengan teman-teman Manda di kampus itu. Hanya pertemuan
singkat dan hanya empat hari Irvan menginap di kos Ijon juga teman satu kampung
dengan Irvan di Batusangkar. Hari terakhir Irvan berpamitan dengan Ijon dan
berjalan kembali menelusuri jalanan ke Kota Batusangkar seorang diri di tengah
panasnya terik sinar matahari.
Itu adalah pertemuan awal Irvan dan Tajri di kampus IAIN Iman
Bonjol. Sejak pertemuan itu rasa kecurigaan yang dilihatkan Tajri kepada Irvan
semakin hari semakin memuncak dan menimbulkan pertengkaran hebat antara Manda
dan Tajri. Walaupun mereka belum memutuskan hubungan mereka, lain halnya dengan
Irvan yang seolah kedekatannya dengan Manda dan pertemuanya dengan Tajri justru
mendatangkan perselisihan. Hati Irvan tidaklah senang mendengarkan Manda dan
Tajri bertengkar, walaupun dia sangat mengukai Manda dengan sepenuh jiwanya.
Bukan berarti dia harus menginginkan hubungan mereka akan menjadi retak dan
akan mendapatkan Manda nantinya. Tidak.
Hubungan Manda dan Tajri yang terus mencapai puncak pada siang itu.
Terlihat Manda dan Tajri berada di depan kos Manda siang itu. Cek-cok antara
mereka membuat Irvan tidak tega melihat Manda diperlakukan seperti itu, rasa
persahabatan dan hati yang segar Irvan mendatangi kedua orang itu.
“Apa yang sebenarnya inti dari masalahmu teman ?” sapa Irvan kepada
Tajri.
“Akhirnya sang biang keladi datang juga, tidak salah lagi kamu yang
bernama Irvan kan?” dengan sorotan mata membelalak menantang Irvan.
Namun irvan yang datang bukan dengan niat untuk merampas atau pun
menambah bara api pertengkaran itu, namun dengan niat yang baik dan ingin
kembali menyatukan kedua pasangan itu menjadi akur kembali seperti dulu. Irvan
hanya terlihat santai dengan tatapan sinis Tajri kepadanya.
“Iya saya yang bernama Irvan, jangan salah sangka dulu Tajri
hubunganku dengan Manda hanya sebatas sahabat tidak lebih, kenapa kamu
mencurigai Manda dengan hal-hal yang tidak masuk akal ?”ucap Irvan.
“Saya merasa tidak senang saja jika kamu dekat-dekat dengan Manda.
Dia adalah kekasihku ?” balas Tajri dengan marahnya.
“Tenang dulu, masalah ini adalah masalah kesalah pahaman antara
kamu dan Manda. Sebenarnya masalah ini hanya perlu diselesaikan dengan kepala
dingin, saya tidak memiliki hubungan khusus dengan Manda serta aku tahu kau
adalah kekasihnya Manda. Jika kamu menginginkan Manda tidak mendekatiku, baik.
Mulai saat ini saya tidak akan mendekati Manda lagi jika itu mau mu. Namun
ingat Tajri, saya hanya mencoba menjaga Manda di sini bukan dengan niat yang
lain, jika kamu ingin menjaga Manda disini silahkan, apakah kamu bisa setiap
hari harus bolak-balik dari Padang-Batusangkar ? Tidakkah kau capek dengan hal
itu, jika kau tidak percaya denganku, baiklah saya permisi. Assalamu
‘alaikum teman, Manda,” sambil memalingkan wajahnya meninggalkan kedua orang
itu.
Sejenak Tajri hanya terdiam dengan kata-kata Irvan dan Manda tidak
tahu apa yang akan dilakukannya. Irvan hanyalah sahabatnya sedangkan Tajri
adalah kekasihnya dan sudah lama mengenalnya daripada Irvan. Irvan terus saja
berjalan menjauh tanpa menoleh ke belakang lagi dan dia tahu bahwa jika dia
tidak lagi bertemu dengan Manda maka hubungan Manda dan Tajri akan membaik.
Walaupun dalam hati Irvan menginginkan hubungan mereka menjadi putus dan akan
mendapatkan Manda dengan cintanya. Namun itu hanyalah rayuan syetan kepada
Irvan, dia tetap menginginkan hal terbaik untuk kebahagian sahabatnya walaupun
merelakan hati hancur.
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba Tajri yang tadinya terdiam
setengah berlari mengejar Irvan sedangkan Manda terduduk sambil menangis.
“Tunggu Van, tunggu sebentar ?” ucap tajri dari belakang.
Irvan hanya mengangka itu adalah suara halusinasi saja menepis
suara itu dan terus berjalan.
“Van, tunggu sebentar,” sambil memengang tangan Irvan dari
belakang.
Dengan rasa terkejut Irvan menoleh sambil melihat siapa yang telah
memegang tangannya itu. Dia terkejut Tajri yang sudah berdiri dibelakangnya
sambil memegang tangannya.
“Ternyata suara itu benar nyata suara Tajri,” pikir Irvan dalam
hati.
“Setelah saya pikir-pikir alangkah lebih baiknya kita bicarakan
masalah ini bertiga, apakah kau mempunyai waktu sebentar Van ?” ucap Tajri.
Setengah tidak percaya Irvan mendengarkan ajakan Tajri itu keluar
dari mulutnya, namun beberapa saat Irvan hanya terdiam.
“Ide yang bagus Tajri, dimana kita bicarakan agar suasananya
sedikit santai ?” balas Irvan.
***
Disebuah kafe di pinggiran jalan Lima Kaum menjadi tempat pertemuan
mereka bertiga siang itu. Terlihat suasana tidak seperti tadi dan sudah mulai
meredah. Bahkan Tajri yang awalnya terbawa emosi sudah terlihat lebih tenang,
sedangkan Manda sudah berhenti menangis. Tiga buah jus buah sudah berada di
depan mereka.
“Maafkan saya yang berpikir yang tidak-tidak antara kamu dengan
Manda,” Tajri membuka pembicayaan.
“Tidak apa-apa Tajri, saya juga tahu hubunganmu dengan Manda sudah
terlalu lama dan saya pikir kalian adalah pasangan yang serasi. Saya hanya
sahabat Manda di kota ini tidak lebih, jika kau masih tidak percaya coba kau
tanya sama Manda sendiri ?” balas Irvan.
Beberapa saat diam dan Tajri mengalihkan pandangannya kepada Manda.
Tanpa menunggu Tajri bertanya Manda sudah mulai menggerakkan bibirnya.
“Seperti yang dikatakan Irvan barusan, hubungan Manda dan Irvan
tidak lebih dari hubungan sahabat. Asalkan kakak tahu sebenarnya Manda memiliki
rasa kepada Irvan, namun setelah Irvan mendengarkan bahwa kakak adalah orang
yang baik dan setia dengan perjuangan kakak mendapatkan cinta Manda. Maka Irvan
hanya menganggap Manda sekedar sahabat tidak lebih,” sejenak Manda terdiam.
Lalu, melanjutkan kata-katanya.
“Irvan yang dari awal tidak ingin menyakiti Manda dan menjaga Manda
dikala kakak tidak ada disini. Sejak saat itu hati yang dulu sempat berubah
kembali menjadikan kakak yang selalu di hati Manda, tidak pernah sedikitpun
Manda berpaling dari kakak walaupun jauh ribuan kilo meter dan tempat yang jauh
juga,” dengan terisak-isak.
“Sekali lagi maafkan kakak yang terlalu cemburu dan tidak percaya
kepada Manda, serta kamu Van. Saya mengira kamu akan merebut Manda dari
tanganku, karena itulah saya takut Manda lepas dan saya sudah berusaha keras
untuk mendapatkan cinta Manda dari dulu. Tiga tahun menunggu baru cinta Manda
saya dapatkan,” balas Tajri.
“Saya sudah mendengarkan itu dari Manda karena itu saya sangat
senang Manda memiliki kekasih yang baik dan setia sepertimu Tajri. Kamu sangat
beruntung memiliki Manda bahwa Manda orang yang sangat baik dan juga setia
dengan dirimu, jangan kau sia-sia kan cinta sucinya kepadamu yang kamu bina
selama ini. Saya hanya sebagai jembatan bagi kalian untuk menyatukan hubungan
kalian kembali, saya harap setelah ini tidak ada lagi pertengkaran, tidak ada
lagi rasa cemburu diantara kita. Jika kamu menginginkan bantuanku saya akan
memberikan bantuan sebisaku dan percayakan Manda akan tetap aman di kota ini.
Insya Allah saya akan menjaga Manda sebagaimana saya menjaga diriku sendiri
demi sahabatku,” mencoba meyakinkan Tajri.
Sejak kejadian itu Tajri menjalin ikatan persahabatan dengan Irvan
dan memberikan kepercayaan menjaga Manda ketika dia tidak ada di kota itu.
Persahabatan antara mereka semakin hari semakin baik dan bahkan sering mengirim
pesan satu sama lain. Rasa cemburu dan kemarahan telah berubah menjadi ikatan
persahabatan yang baik antara mereka.
***
Bulan September adalah bulan yang ditunggu Irvan dan teman-teman
lainya, bulan dimana mereka akan resmi mendapatkan gelas S1 di kampus mereka,
begitu juga dengan Manda dan Tajri di kampus IAIN Iman Bonjol. Masa sulit
menyelesaikan skripsinya telah dilewati Irvan beberapa bulan ini. Tinggal
sehari sebelum wisuda di kampus Irvan akan digelar dan semua persiapan sudah
disiapkan Irvan selama seminggu ini.
Besoknya sebelum hari H akan digelarkan pelantikan sarjana S1 di
kampus Irvan. Dia ingin memberikan kabar gembira ini langsung kepada kakaknya
di Payakumbuh. Pagi itu Irvan seorang diri menelusuri dinginnya udara pagi yang
menyengat kulit hingga ke tulang. Dengan kecepatan tingga Irvan membawa motornya
melaju cepat sekali melewati jalanan Baso. Walaupun dengan hati yang senang
Irvan seakan terbang dengan Simerah menuju Kota Biru itu.
Hal-hal tidak disangkah Irvan
pun terjadi, pada saat kecepatan motor sampai pada kecepatan 100 km/detik.
Seorang Bapak yang dengan tidak memperhatikan jalanan pagi itu berjalan ke
tengah jalanan itu. Dengan rasa terkejut Irvan mencoba mnghindari tabrakan dan
menghindari Bapak itu, namun sayang Simerah terpaksa keluar dari jalanan. Irvan
jatuh ke dalam lembah yang curam dan di bawah sana batuan besar di tepian
sungai menunggunya dari bawah. Seketika itu dia tidak sadarkan diri, Irvan
merasakan dirinya melayang dan tangan Manda menyambut tangan Irvan yang sedang
tejatuh. Senyuman Manda kembali terbayangkan di saat malaikat maut menjemput
Irvan menuju Allah.
Beberapa saat kemudian jalanan yang tadinya sunyi menjadi ramai
dengan kejadian itu. Mereka penasaran siapa yang jatuh ke bawah sana. Dari atas
sana terlihat sebuah motor berwarna merah jatuh ke dalam semak berukar, namun
seorang remaja mengunakan switer merah dengan tas sandang samping yang masih
terlilit dibadannya menyalami pendarahan yang cukup hebat di kepalanya. Karena
terbentur dengan batu besar dan aliran darah segar bercucuran membasahi tubuh
remaja itu.
Polisi yang sudah datang membatasi tempat TKP itu dengan policeline
berwarna kuning. Bahkan bantuan alat beratpun didatangkan untuk mengangkat ke
permukaan kendaraan yang jatuh ke bawah jurang itu.
Namun Ibu Irvan yang tahu kepergiannya ke Payakumbuh memberikan
kabar gembira dengan wisuda sarjana kepada kakaknya. Merasakan hal aneh, gelas
yang dipegangnya tiba-tiba jatuh dan pecah ke lantai.
“Apa yang telah terjadi ? Kenapa gelas ini tiba-tiba jatuh,” pikir
Ibu Irvan.
Tidak ingin memikirkan yang bukan-bukan akhirnya Ibu Irvan kembali
melanjutnya aktivitasnya. Lain halnya dengan Manda juga merasakan perasaan
tidak tenang sejak beres-beres tempat kosnya. Darahnya mengalir deras dan detak
jantung menjadi tidak teratur. Sama halnya dengan Ibu Irvan, Manda menepis rasa
kekhatirannya dengan melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Manda sendiri tidak diberitahukan
Irvan kalau dia ke Payakumbuh pagi itu.
Hanya Tajri yang mendapatkan pesan yang awalnya tertunda karena
jaringan dan ketika Irvan mengalami kecelakaan pesan itu tiba-tiba masuk ke HP
Tajri.
“Salam sahabatku, Tajri. Maafkan jika selama ini selama ini saya
tidak mampu menjaga Manda dengan baik. Hari ini, nanti dan akan datang kita
belum tentu akan bertemu lagi. Saya berharap hubungan kalian akan berlanjut ke
jenjang pernikahan dan saya akan merasa bahagia jika melihat Manda bahagia,
walaupun hati aku korban untuk kebahagiannya. Kamu sangat beruntung memiliki
Manda dan tolong jaga dia selalu dan jangan sakiti dia.”
Sekitar dua satu jam kemudian mayat remaja itu berhasil dibawa ke
rumah sakit terdekat namun sayang nyawa sudah tidak tertolong lagi, sedangkan
motornya dibawa ke kantor polisi siang itu. Ajaibnya motor yang jatuh dari
ketinggian 50 meter itu tidak rusak sama sekali dan menyangkut di akar-akar
pohon beringin yang bergantungan dengan mainan kunci bergambar Chelsea FC masih
bergantungan di kontaknya.
Setelah dilakukan identifikasi mayat oleh polisi dan mengetahui
bahwa mayat remaja itu dari dompet dengan surat-surat yang lengkap di dalamnya
seperti SIM, KTP, STNK motor, kartu mahasiswa dan kartu pustaka. Polisi
mengetahui nama mayat remaja yang baru saja meninggal dunia adalah Irvan dengan
alamat Desa Balai Bungo, Kec. Sungayang. Setelah mengetahui itu polisi
menemukan HP korban dalam saku celananya. Kontak pesan yang masuk cukup banyak
dan salah satu pesan itu adalah dari Kak Irwan di Payakumbuh.
“Sudah sampai mana Van ?”
Pesan dari Kak sudah cukup banyak dan panggilan tidak terjawab.
sedangkan ada pesan lain yang ditemukan polisi dari Tajri.
“Salam juga Van, terima kasih sudah menjaga Manda selama ini. Insya
Allah secepatnya saya akan melamar Manda dan tentunya saya akan langsung
menyerahkan undangan pernikahan kami kepadamu.”
Akhirnya polisi menghubungi nomor Kak Irwan dan menganggap Kak
Irwan salah satu dari famili korban.
“Selamat siang,” suara polisi itu.
“Siang Pak, maaf ini siapa ya ?” balas Kak irwan.
“Apakah ini dengan famili yang bernama Irvan ?” tanpa menjawab
pertanyaan Kak Irwan.
“Iya Pak, memang ada apa Pak,” dengan rasa khawatir.
“Tolong Bapak datang ke kantor polisi di Payakumbuh sekarang juga,
terima kasih.”
Dengan rasa khawatir Kak Irwan mendatangi kantor polisi yang tidak
jauh dari rumahnya. Beberapa saat dia
sudah sampai di depan kantor polisi dan masuk ke dalam.
“Saya Irwan kakak Irvan, ada apa dengan adik saya Pak ?” tanya Kak
Irwan.
“Silahkan masuk dulu Bapak Irwan dan duduk dulu,” mencoba
menenangkan Kak Irwan.
Setelah beberapa detik Kak Irwan tenang, baru polisi itu memberikan
beberapa kartu nama dan yang lainya kepada Kak Irwan.
“Apakah benar Bapak keluarganya ?” sambil memberikan beberapa
lembar kartu nama dan yang lainya.
“Tanpa banyak berpikir Kak Irwan melihat fhoto Irvan dan namanya
juga sama dengan nama adiknya bahkan alamatnya rumahnya.
“Benar Pak ini adik saya, apa yang terjadi Pak ?” dengan nada
cepat.
“Ternyata benar Bapak adalah keluarganya, begini Pak Irwan. Pagi
tagi kami menemukan seorang mayat remaja yang jatuh ke jurang dan kami tidak bisa
menyelamatkan nyawanya. Bahkan kami menemukan dia sempat menyebut nama ‘Manda’
dan setelah itu menghembuskan nafasnya yang terakhir,” ucap Pak Polisi itu.
Kak Irwan tidak mampu berkata apa-apa yang menundukkan kepala
sambil menangis terisak-isak. Bapak Polisi itu mencoba menenangkan Kak Irvan,
namun rasa sedihnya tidak bisa ditutupi dengan kematian sang adik tersebut.
Beberapa saat Polisi itu membiarkan Kak Irwan hanyut dalam kesedihannya dan
setelah Kak Irwan sudah mulai tenang. Polisi itu kembali berkata.
“Pak Irwan silahkan ikut kami ke rumah sakit karena saudara Irvan
sudah dibersihkan di rumah sakit.”
Dengan langkah gontai Kak Irvan mengikuti Pak Polisi itu dari
belakang dan naik ke mobilnya. Di dalam mobil Kak Irwan memberitahukan kejadian
itu kepada Kak Mursal di Sungayang.
Antara rasa tidak percaya dan percaya Kak Mursal memastikan pesan
itu bercanda serta langsung menelpon Kak Irwan.
“Iya benar, Irvan sekitar dua jam yang lalu jatuh ke jurang
sekarang saya bersama Polisi akan melihat mayat Irvan di rumah sakit. Kita
bertemu saja di rumah sakit Payakumbuh nanti,” sambil mematikan telpon itu.
***
Kak Irwan melihat wajah Irvan yang sudah pucat tak berdarah dengan
bercucuran kristal-kristal bening berjatuhan dari matanya. Tidak beberapa lama
Ibu Irvan dan kakaknya yang lain termasuk Kak Mursal ikut berdatangan ke
ruangan itu melihat Irvan. Namun ruangan itu pecah dengan tangisan sang Ibu
Irvan yang tidak percaya dengan kematian Irvan secepat itu. Semua menangis
menyaksikan kepergian Irvan sang anak bungsu dari keluarga itu.
Semua kenangan Irvan dengan keluarga terlintas dan membuat semua
itu menjadi menangis tak tertahankan lagi oleh Pak Polisi. Hanya deraian air
mata yang melepaskan kepergian Irvan siang itu, tanpa ada banyak pertanyaan
semua terpaku dalam kesedihannya masing-masing. Bahkan Irvan yang besoknya akan
dilantik menjadi sarjana akuntansi S1 akan dilaksanakan berakhir dengan
kepergiannya untuk selamanya.
Lama menunggu semua tenang. Akhirnya mayat Irvan dibawa ke
Batusangkar ke rumahnya dan siap untuk dikebumikan sorenya. Semua teman-teman
Irvan yang tidak percaya dengan kematian itu juga turut berdatangan ke
pemakaman terakhir Irvan. Bahkan Manda yang juga mendengar kabar itu langsung
dari Yenti juga ikut berdatangan dengan Tajri. Semua larut dalam kesedihan yang
tidak bisa diungkapkan, hanya pesan terakhir yang dikirimkan Irvan menjadi
wasiat terakhir Irvan kepada Tajri sebagai sahabatnya.
Matahari sudah mulai condong ke barat dan terlihat teman-teman
Irvan dan kerluarganya masih saja berdiri di pinggiran kuburan Irvan. Dengan
batu nisan bertuliskan “Irvan binti Ratnawilis, lahir : 30 Oktober 1992, wafat
: 29 September 2015.”
Bahkan Manda dan Tajri pun tidak henti-hentinya mengeluarkan air
mata perpisahannya. Ingatan kembali dengan bantuan Irvan menyesaikan hubungan
kusutnya siang itu dan pesan terakhirnya menjadi wasiatnya untuk memenuhi
janjinya kepada Irvan dengan membahagiakan Manda. Bahkan Tajri juga melhatkan
pesan Irvan itu kepada Manda, lagi-lagi Manda membaca satu demi satu pesan itu
air matanya terurai semakin deras. Belum selesai dibaca pesan itu oleh Manda,
dia jatuh pinsan di dekat rumah terakhir Irvan itu.
***
Beberapa bulan kemudian, Tajri dan Manda mendatangi pemakaman Irvan
dengan seorang buah hatinya. Diatas kuburan itu mereka membersihkan
rumput-rumput yang tumbuh serta dedaunan yang di atas pemakaman Irvan itu.
“Van begitu cepatnya kau meninggalkan kami, lihatlah hari Manda
sudah memenuhi wasiat Van yang dulu kirimkan kepada Tajri. Bahkan kami sudah
menikah setahun yang lalu dan kenalkan ini anak pertama kami dengan nama
“Syahira Amanda,” sambil meneteskan air mata.
Tajri yang duduk di samping Manda yang sudah syah sebagai isterinya
hanya memeluknya mencoba menenangkan hati Manda yang terlalu sedih dengan
kepergian Irvan yang begitu cepat. Setelah beberapa menit di pemakanan Irvan
mereka akhirnya berpamitan pulang kepada Ibu Irvan dan kakak-kakaknya.
Senyuman Irvan seolah-olah terlihat sebelum Manda dan Tajri
meninggalkan pemakaman Irvan sebagai tanda Irvan ikut senang dengan pernikahan
Manda dengan Tajri. Walaupun Irvan sudah lebih dulu meninggalkan dunia ini,
namun batin dan jiwanya sudah tenang melihat kebahagian mereka berdua.
0 komentar:
Posting Komentar