Gambar: Bandar udara Sultan Syarif Kasim II-Pekanbaru. |
Sudah
seminggu Vinda berada di kota besar, sebuah kota yang dirindukan oleh siapa
saja. Siapa yang tidak kenal Kota Jakarta selain sebagai Ibukota Indonesia juga
sebagai kota terpadat di salah satu kota yang ada. Namun demi mencapai
cita-cita yang sudah tertanam kuat dalam tekatnya, maka apa pun caranya akan
dilakukan demi mencapai semua itu. Meskipun hidup jauh dari orangtua yang
selalu memberikan sentuhan-sentuhan lembut disaat anaknya sedih.
Gelar sarjana
Psikologi yang sudah didapatkan dengan perjuangan hebat selama empat tahun
tidak akan dibiarkan begitu saja. Bahkan Vinda berniat untuk bisa melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi yaitu sarjana strata 2 di kampus ternama juga di
Jakarta. Bahkan kampus ini terkenal dengan sebutan kampus kuning yaitu
Universitas Indonesia (UI). Niat hati ingin bisa kuliah sambil kerja di negeri
orang lain dan dapat mencukupi semua kebutuhan sehari-hari serta tentunya bisa
bertahan hidup meski jauh dari orang tua.
Demi menghemat
biaya di negeri orang lain Vinda menginap di tempat kakaknya untuk sementara
waktu. Selain itu Vinda juga mencoba memasukan surat lamaran ke beberapa
sekolah dan perusahaan di sana. Masa kuliah yang masih lama dan belum ada
penerimaan mahasiswa baru, dia mencoba mengisi waktu untuk mencari pekerjaan
sementara dan bisa menabung untuk biaya kuliah.
Siang itu
tiba-tiba ponsel Vinda berbunyi dan sebuah nomor baru terlihat di layar ponselnya.
“Halo, selamat
siang. Ini dengan Ibu Vinda ?” suara seorang wanita dari ujung telpon.
“Selamat siang
juga. Iya ini dengan saya sendiri, ini siapa ya ?” balas Vinda.
“Kami dari
perusahaan Anugrah Kharisma Jaya, kami sudah menerima surat lamaran Ibu
beberapa hari yang lalu untuk jadwal tesnya hari kamis jam 8 pagi dan jangan
lupa membawa perlengkapan tesnya. Terimakasih Buk Vinda.” Ucap pegawai
perusahaan itu.
“Iya Buk,
sama-sama.”
Pada zaman
sekarang ini memang sulit untuk mencari kerja yang sesuai dengan kemampuan dan
kompentensi kita. Bahkan sesuai dengan gaji dan hal yang lainnya yang harus
dipertimbangkan, belum lagi uang transportasi, uang kos dan kebutuhan
sehari-hari. Semua itu butuh uang yang banyak, tidak mungkin kita bekerja namun
semua gaji kita habis untuk semua keperluan sehari-hari. Namun keinginan kuat
untuk melanjutkan S2 di fakultas Psikologi UI sudah terngiang-ngiang dalam ingatannya.
Walaupun tinggal
di kota besar namun Vinda jarang sekali keluar dan hanya keluar jika ada
keperluan. Vinda bukan tipe orang yang suka menghabiskan waktu dengan
bersantai-santai dan sudah biasa hidup dengan penuh aktivitas. Bahkan dia dulu
selalu ikut dalam kegiatan organisasi di kampusnya. Hari-harinya pun tidak
banyak untuk duduk dan selalu ada aktivitas, itulah aktifis kampus.
Selain itu, Vinda
sudah biasa hidup mandiri jauh dari sekolah sejak di MAN 2 Batusangkar, masa
kuliah di UNP Padang cabang Bukittinggi dan sekarang untuk mencoba melanjutkan
masa kuliah sambil kerja di sana. Namun rasa bosan dan rasa jenuh juga
menghantui pikiran Vinda dengan tidak adanya panggilan dari beberapa surat
lamaran yang dimasukannya serta kesendiriannya di rumah.
Pikirannya
melayang terbang dan entah kemana hinggapnya, namun pikirannya tertuju pada
seseorang yang sudah lama tidak ada pesan dan kontak lagi. Memang Vinda sudah
berniat untuk menjauh dan memilih jalan hidup masing-masing demi mencapai
kehidupan yang lebih baik. Semakin Vinda melupakannya bayangan itu justru
semakin menghantui pikirannya setiap saat.
Seketika itu Vinda
mencoba mengambil wudhu’ untuk melaksanakan shalat sunat dua rakaat untuk
menenangkan pikirannya. Beberapa menit berlalu pikirannya mulai segar kembali
dan sebelum merapikan sajadah dan yang lainnya terlebih dahulu Vinda mencoba
berinteraksi dengan Allah.
“Ya Allah
kuatkan lah hati hamba untuk bisa menghandapi ujian ini dan berikan jalan yang
lancar untuk bisa mencapai cita-cita hamba ini. Jika memang dia jodoh hamba
maka jagalah hatinya dan hatiku serta pertemukan lah kami dengan kebahagian
yang Engkau berikan. Tiada tempat selain-Mu untuk mengadu dan meminta pertolongan
serta mudahkan lah hamba untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dan
Engkau ridhoi, ya Allah,” untaian doa-doa Vinda dalam sujudnya sambil berlinangan
air mata kesedihan.
Beberapa minggu
setelah dilakukannya tes di PT. Anugrah Kharisma Jaya, Vinda juga mengikuti tes
selanjutnya yaitu interview. Berkat usaha dan kerja kerasnya serta
doa-doanya kepada Allah Swt, akhirnya Vinda mampu mengalahkan
pesaing-pesaingnya yang lain dan mendapatkan tawaran untuk menandatangani
kontrak kerja selama dua tahun ke depan. Ditempatkan pada bagian outsourching
sebagai staff HRD tugasnya sebagai orang yang menguji atau memberikan tes
kepada karyawan baru disana.
Berlatar belakang
sebagai pendidikan Psikologi memberikan dampak yang bagus untuk posisi kerja
Vinda yang lebih baik. Awalnya Vinda memang sedikit canggung dan masih mencoba
untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan pengalaman kerja yang masih dangkal.
Namun Vinda adalah tipe orang pekerja keras dan cepat belajar, seminggu dua
minggu adalah waktu yang lumayan lama untuknya agar dapat menyesuaikan diri dengan
cepat.
Jarak antara
tempat kerja dan kosnya tidak terlalu jauh, hanya dengan sekali naik angkot
bisa sampai di depan kantornya. Begitulah akvitas Vinda yang baru, pergi pagi
pulang sore. Namun dia sangat menikmati hal tersebut dan tidak merasa terbebani
dengan hal semacam itu. Malam itu Vinda merasa lelah seharian bekerja dan
mencoba untuk merebahkan dirinya diatas kasur, namun hatinya begitu tidak
tenang dan pikirannya terbang entah kemana.
Beberapa menit
berlalu, dia mencoba meraih ponselnya dan mencoba mencari nama diantara banyak
nama di kontak ponselnya. Memang sudah lama juga Vinda tidak lagi bertemu dengan sahabatnya itu dan
sudah tujuh tahun tidak pernah ada kontak lagi. Terakhir mereka kontak ketika
masih menyelesaikan masa-masa putih abu-abu dan setelah lulus tidak pernah ada
pertemuan ataupun kontak lagi.
Hatinya begitu
ingin tahu bagaimana kabar sahabatnya dan dimana dia sekarang. Otaknya mencoba
mencerna setiap kejadian yang akan terjadi dan baik-baik kata yang akan
diucapkan nantinya.
Irvan.
Sebuah nama yang
hampir lama ia pandangi di layar ponselnya dan beberapa saat tangan lentiknya
mencoba menekan warna hijau.
Tut....tut...tut,
terdengan suara ponselnya tersambung ke ponsel yang dituju.
“Walaupun sudah
lama tapi nomornya masih tetap itu, bagaimana kabarmu sekarang ya?” pikir
Vinda dalam hati.
Beberapa saat
kemudian.
“Hallo,
assalamu alaikum Vinda.” Ucap suara itu diujung telpon.
“Wassalamu
alaikum Van, gimana kabarnya Van ?” balas Vinda.
“Alhamdulillah
sehat Vinda, Vinda sendiri bagaimana kabarnya sekarang ?”
“Syukurlah Van,
Vinda alhamdulillah juga sehat. Kok nggak ada kabar lagi selama ini Van ?”
“Ya Vinda, Van
takut mengganggu aktivitas Vinda ja. Udah kerja ya Vinda ?”
“Nggak juga kok
Van, alhamdulillah udah Van sekitar satu bulan yang lewat. Van sekarang kerja
dimana ?”
“Syukurlah Vinda
udah dapat kerja, Van sekarang kerja di PT. Makmur Abadi Primatama Pekanbaru
Vinda. Kerja dimana Vinda ?”
“Bagus itu Van,
kalau Vinda di PT. Anugrah Kharisma jaya Jakarta Van.”
Malam itu Vinda
merasa sangat lega dapat mendengarkan suara Irvan kembali setelah tujuh tahun
berlalu. Rasa yang dulu pernah ada sekarang begitu sangat merindukan hal yang
sama. Walaupun tidak mungkin seorang wanita harus memulai duluan, namun Vinda
takut jika Irvan memang sudah dimiliki orang lain. Sudah berapa kali Vinda
mencoba untuk melupakan Irvan, namun semakin Vinda menjauh bayangan itu semakin
jelas dikepala Vinda.
“Udah makan siang
Vinda ?” ucap salah seorang teman kerjanya.
“Bentar lagi Hen,
ini tanggung kerjaan tinggal sedikit,” jawab Vinda.
“Makan dulu yuk
Vinda ? Kerjaan itu nggak ada habisnya itu, bahkan sebelum ada kita kerjaan itu
sudah ada,” jawab Hendra dengan lelucon.
“Iya deh Hen,”
sambil beranjak dari bangku kerjanya.
“Gitu dunk Vinda,”
ucap Hendra sambil tersenyum lega.
Walaupun Vinda
sudah lama kenal dengan Hendra sebagai seniornya di tempat kerja, namun umur
mereka sama. Akhirnya mereka makan siang di salah satu rumah makan yang tidak
jauh dari tempat kerjanya. Memang setiap hari Hendra selalu mengapa Vinda dan
mencoba untuk sedekat mungkin dengan Vinda. Namun Vinda juga tidak tahu apakah
Hendra mengukainya atau tidak, yang jelas Hendra masih belum pernah
mengucapkannya.
Di lain sisi Vinda
masih mengukai Irvan sabahabat lama sekaligus cinta mongetnya dulu ketika masa
SMA. Walaupun itu sudah terlalu lama, namun rasa antara keduanya banyak sedikit
masih ada dalam diri masing-masing. Walaupun hanya sekedar sapaan kecil yang
sesekali terucapkan secara tidak sadar antara mereka ketika menelpon.
Dengan kinerja
Vinda yang baik dan loyalitas kepada perusahaan, akhirnya jabatannya dinaikkan
menjadi lebih tinggi. Banyak ucapan selamat selalu berdatangan kepadanya
termasuk Hendra sebagai orang yang selama ini bisa dibilang paling dekat dengan
Vinda di kantor.
“Vin, dipanggil
bos tu ke ruangannya,” ucap Hendra.
“Makasih Hendra,”
ucap Vinda sambil beranjak dari ruangannya.
Ternyata kedangan
Vinda ke ruangan direktur utama siang itu adalah mendapatkan tugas beberapa
hari untuk mewakili perusahaan mengikuti meeting dalam rangka kerja sama
perusahaan dengan perusahaan lain di Kota Pekanbaru. Selain Vinda juga ada
Hendra yang ikut membantu dalam perjalanan perusahaan itu.
Secara tidak
langsung Vinda akhirnya juga berada di kota yang sama dengan Irvan nantinya.
Malam itu Vinda menelpon Irvan memberi kabar kedatangannya untuk mewakili PT.
Anugrah Kharisma Jaya dengan perusahaan lainnya di Pekanbaru. Entah kanapa rasa
senang Vinda untuk melihat Irvan setelah lama tidak bertemu lagi, membuat
hari-harinya begitu terasa lambat berjalan. Rasa tidak sabar untuk cepat-cepat
pergi ke Pekanbaru, pikirannya sudah langsung berterbangan di Kota Pekanbaru
itu.
Siang itu setelah
mengelesaikan semua berkas yang akan dibawa untuk pertemuan dengan perusahaan
lain di kantor, Vinda mulai menyiapkan perlengkapan pribadinya untuk berangkat
ke Pekanbaru. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah kalung yang sudah terlalu
lama tidak dia pakai lagi, namun masih terus dia simpan. Pikirannya langsung
tertuju pada kenangan-kenangan indah dahulu ketika masih bersama dengan Irvan.
Sekilas hanya senyuman manis ketika benda itu kembali disimpannya di kopernya.
Setelah take
off pesawat yang ditumpangi Vinda dan Hendra di Bandar Udara
Soekarno-Hatta, Jakarta. Akhirnya Vinda menuju ke Pekanbaru, hal yang tidak
pernah dia bayangankan selama ini. Bahkan untuk bertemu Irvan setelah lama
tidak bertemu, Vinda penasaran memikirkan Irvan seperti apa dia sekarag. Namun
sesekali Vinda tersenyum sendiri ketika berada diatas pesawat, Hendra yang
berada disamping penasaran dengan hal itu.
“Kenapa tertawa
sendiri Vinda ?” tanya Hendra tiba-tiba.
“Nggak ada kok
Hen,” sambil melempar pandangannya ke luar jendela.
Sekitar 1 jam 45
menit di dalam pesawat dan akhirnya landing juga di Bandara Sultan
Syarif Kasim II, Pekanbaru.
“Akhirnya sampai
juga ucap Vinda ketika kakinya sudah menginjakkan di Kota Pekanbaru,” sambil
merentangkan tangannya.
Bahkan untuk
tempat penginapan bagi para perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan yang
ada di Pekanbaru sudah menyiapkan Hotel Pengeran yang tidak terlalu jauh dari
bandara. Sambil merebahkan dirinya di kasur, Vinda langsung mengasih kabar
bahwa dia sudah berada di Pekanbaru kepada Irvan.
Sebelum meeting
diadakan di salah satu perusahaan di Kota Pekanbaru, namun sesampai Vinda didepan
perusahaan itu. Rasanya dia tidak asing lagi dengan nama perusahaan itu dan
pernah mendengarnya “PT. Makmur Abadi Primatama Pekanbaru.” Setelah berpikir
keras baru Vinda sadar bahwa Irvan ternyata bekerja disini. Namun yang menjadi
tanya besar baginya, “Kenapa Irvan tidak pernah menyampaikan bahwa
perusahaannya yang juga bekerja sama dengan peusahaan di tempat Vinda.
Namun Vinda
mencoba menepiskan pikirannya untuk sesaat, setelah keluar dari mobil dengan
Hendra dan berjalan menuju tempat meeting room yang diarahkan sappan
peruhaan itu. Entah kenapa ketika Vinda melewati beberapa ruangan dan matanya
tertuju pada sosok tubuh yang tidak asing lagi olehnya dalam ruangan itu. Terlihat
canda tawa yang mesra antara laki-laki dan perempuan disana, tapi tidak
mengadari kalau ada orang lainnya yang lewat.
“Wajahnya
seperti Irvan, apakah benar itu Irvan ? Apakah itu isterinya, pacarnya atau
sudah tunangannya ?” deretan pertangan itu menghantui pikiran Vinda sebelum
sampai di meeting room peruhaaan itu di lantai tiga.
Sekitar pukul
sepuluh ruangan meeting pun sudah dihadiri oleh beberapa perwakilan
perusahaan yang lainnya. Namun sekali lagi Vinda melihat jelas seorang yang
dilihatnya tadi masuk ruangan dan mengambil tempat di ujung bagian tengah ruang
meeting dan dibelakangnya seorang wanita cantik mengikutinya.
Sekitar sata jam
lebih dalam ruangan rapat.
Acara pun berjalan lancar dan satu per satu mulai meninggalkan
ruangan. Namun Vinda yang masih penasaran mencoba menemui pria tadi.
“Maaf Pak, Anda
Irvan kan ?” tanya Vinda.
Laki-laki yang
dari tadi sibuk membereskan laptop dan yang lainnya, sontak melihat ke arah
sumber suara. Belum sempat tubuhnya diputar semua.
“Maafkan saya yang
tidak mengabarkan hal ini kepadamu, namun sungguh saya hanya ingin memberikan
kejutan kepadamu,” ucap lelaki itu.
“Sudah lama juga
ya kita tidak pernah bertemu lagi Van,” sambil mencoba melemparkan pandangannya
keluar jendela.
“Iya juga ya
Vinda, tidak saya sangka kita akan bertemu kembali dan kamu terlihat sudah
berubah Vinda.”
“Berubah maksudnya
Van ?” dengan sedikit heran.
“Maksudku, kamu
terlihat sudah dewasa dan wajahmu makin cerah saja Vinda,” jawab lelaki itu.
“Apakah itu sebuah
pujian ?” sambil tersenyum kecil ke arah Irvan.
Tiba-tiba dari
balik pintu datang seseorang.
“Ayo kita ke
penginapan Vinda,” ucap teman kerjanya Vinda.
“Duluan saja Hen,
saya lagi ada urusan sebentar,” jawab Vinda.
“Lain kali saja
kita mengobrolnya Vinda, lagipula saya harus memberikan berita acara ke manager
sekarang,” ucap Irvan.
“Ok Van, sampai
ketemu nanti,” sambil melangkah meninggalkan ruangan.
Hanya anggukan
kecil yang diberikan Irvan, namun entah kenapa tiba-tiba saja firasatnya tidak
enak dengan kedatangan teman Vinda tadi. Bahkan Irvan mengira itu adalah
calonnya dan padahal Irvan juga merasakan hal yang sama dengan Vinda. Namun
mereka saling menyembunyikannya dan belum ada pertanyaan yang keluar dari mulut
masing-masing tentang itu.
Sudah beberapa
hari ini Vinda di Pekanbaru namun belum sempat bercerita banyak dengan Irvan
karena jadwal pertemuan yang padat dan melelahkan. Namun pikiran Vinda masih
dihantui bayangan wanita yang sekaligus sekretaris Irvan itu. Pikirannya masih
bertanya-tanya dan berjejolak, namun masih tidak berani menanyakan langsung
kepada Irvan.
Hari ini adalah hari
terakhir pertemuan kerja sama perusahaan-perusahaan besar itu di Pekanbaru.
Namun sebelum beranjak keluar ponsel Vinda berbunyi dan ada pesan masuk dari
Irvan.
“Boleh kita
ketemu sebentar di kafe depan kantor sebentar Vinda ?”
“Boleh Van.”
Akhirnya Vinda berjalan menuju kafe yang tidak terlalu jauh dari
sana, namun perasaan cemburu melihat wanita yang bersama Irvan kembali ada di
dekatnya. Namun Vinda mencoba untuk tidak terlihat cemburu dan mencoba terlihat
tenang di depan mereka.
“Sudah lama ya Van
?” jawab Vinda sesampai di depan mereka.
“Belum lama juga
Vinda, silahkan duduk,” ucap Irvan.
“Kenalkan ini
Nadia sahabat Van segaligus sekretaris di perusahaan,” ucap Irvan kepada Vinda.
Mereka pun
bersalaman sambil berkenalan satu sama lain, namun kecurigaan Vinda belum
hilang juga.
Mereka pun sudah
menghabiskan banyak waktu dengan mengobrol sepanjang karir, perjalanan ke Kota
Pekanbaru dan cerita yang sudah lama tidak pernah ada lagi. Akhirnya Vinda tahu
bahwa Nadia akan segera menikah dengan teman Irvan yang masih satu daerah di
Batusangkar. Bahkan Irvan pun tahu bahwa teman kerja Vinda hanya sebatas teman
biasa dan tidak lebih. Namun tiba-tiba saja Nadia mencoba bertanya
ditengah-tengah cerita itu.
“Apakah kita masih
tidak mau jujur dengan perasaan kita kepada orang lain ?”
Seketika itu Vinda
dan Irvan berhenti berbicara serta menatap Nadia dengan heran.
“Aku tahu ada
perasaan yang masih belum bisa diungkapkan antara kalian, namun itu hanya
firasatku saja,” tambah Nadia.
“Saya juga tidak
tahu Nadia, jika memang kami jodoh maka Allah akan mempertemukan kami kambali,”
ucap Vinda sambil melempar pandangannya ke arah Irvan.
“Sebenarnya saya
memang masih suka sama Vinda, namun ketika saya melihat teman kerja Vinda
beberapa hari yang lalu. Kumerasakan kalian adalah pasangan yang serasi, namun
setelah saya mendengarkan cerita Vinda maka kalian hanya sebatas teman kerja.
Sudah lama sekali kami tidak bertemu namun perasaan itu masih tetap ada di
dalam hatiku. Apakah masih ada perasaan itu di hatimu, Vinda ?” tanya Irvan
dengan menatap ke arah Vinda.
Namun beberapa
detik Vinda belum mengeluarkan kata-katanya dan masih tidak percaya dengan hal
ini. Baginya ini terasa mimpi saja dan bayangannya kembali kepada masa-masa
indah bersama Irvan dulu. Waktu beberapa detik itu sungguh terasa lama bagi Irvan
dan apa yang akan diucapkan Vinda akan menentukan pilihannya ke depannya ke
depannya.
Beberapa detik
kemudian.
“Jujur saya juga
masih suka samamu Van, namun...”
Beberapa kata-kata
Vinda berhenti sejenak.
“Namun, maafkan
saya yang tidak bisa lagi jauh darimu Van,” ucap Vinda dengan sedikit
meneteskan air mata.”
Awalnya Irvan
mengira bahwa Vinda benar-banar memilih Hendra sebagai teman kerjanya untuk
dirinya. Namun teryata tidak, bahwa perasaan itu masih ada dan bersemi di hari
itu.
“Terimakasih
Vinda, namun saya tidak ingin ada ikatan tidak jelas lagi antara kita. Apakah
kau siap untuk ikatan suci ?” tanya Irvan.
“So sweet,” ucap Nadia tiba-tiba.
“Saya siap
kapanpun yang kamu mau Van, asalkan kita jangan berpisah lagi,” jawab Vinda
sambil tersenyum ke arah Irvan.
Cat: Cerita
ini hanyalah fiksi belaka, jika ada persamaan nama, tempat dan khakter kami
mohon maaf. Semoga terhibur dan menjadi inspirasi dalam cerita pendek ini.
Terimakasih.
0 komentar:
Posting Komentar