Gambar: Coverd Hati yang Dirindukan-Irsal Husnur. |
Entah mengapa kaki ini begitu berat untuk dilangkahkan, dada ini
terasa sesak seketika. Uraian air mata menjadi awal perjalanan hidup baru
mendapatkan tanggapan yang kurang baik dari semua anggota keluarga. Namun
dengan tekat yang kuat dan keyakinan yang sangat tinggi untuk bisa mendapatkan
masa depan yang lebih cerah lagi terbuka dan tidak banyak waktu itu berpikir.
Hanya ketepatan langkah dan berpikir kritislah yang mampu memjawab semua rasa
keraguan itu.
Dengan bermodalkan keyakianan dan keberanian Irvan memulai awal
perjalanan hidup yang sesungguhnya malam itu. Sebuah mobil travel dengan
seorang sopirnya menemani Irvan menuju kota impiannya itu. Selama dalam
perjalanan rasa sedih yang teramat dalam menghantui perjalanannya dan beberapa
kali dia mencoba menepis semua kegelisaan itu. Namun baru setengah jam berjalan
rasa khawatirnya semakin meluap-luap, tiba-tiba saja ban mobil travel itu pecah
bagian belakang.
Setelah beberapa menit kemudian perjalanan Irvan berjalan lancar
kembali, meski rasa sesak di dadanya belum juga hilang. Terkadang Irvan mencoba
menghilangkan rasa kantuk dan bosannya dengan sesekali bertanya dengan sopir
tersebut. Namun betapa terbukanya mata Irvan setelah mengetahui keindahan dan
luasnya bumi ini. Memang dia belum pernah sama sekalipun keluar dari tanah
kelahirannya dan hanya menghabiskan masa pendidikannya di kampung. Itu juga
menjadi alasan baginya untuk bisa bekerja di Kota Batam dan Kota Pekanbaru.
Pada saat akhir-akhir kuliah dan masih dalam penyelesaian skripsi,
dia berkeinginan untuk bisa bekerja di dua kota besar itu. Selain itu kedua
kota itu sangat menjanjikan dan sagat bagus untuk peluang bisnis ke depannya. Saat
ada tawaran dari salah seorang seniornya untuk bekerja di Kota Pekanbaru, tanpa
pikir panjang Irvan langsung setuju dan tanpa banyak persiapan untuk berangkat
kesana.
Namun jika mengingat kejadian yang terjadi malam itu membuat Irvan
sangat sedih dan membuat dirinya tersiksa. Tiba-tiba saja Irvan mengatakan
kepada Ibunya untuk pergi besoknya ke Kota Pekanbaru setelah menerima tawaran
pagi itu.
“Bu, maafkan Van dan mohon relakan anakmu ini untuk pergi ke rantau
orang karena Van sudah dapat tawaran untuk bekerja di Kota Pekanbaru dan insya
Allah malam besok Van berangkat. Van sudah pesan tiket travel untuk besok,”
kata Irvan kepada Ibunya.
“Mengapa buru-buru Van ? Lagipula Ibu tidak setuju jika kamu pergi
bekerja jauh-jauh dan Ibu ingin kita selalu berkumpul disini,” jawab Ibunya.
“Tapi Bu, jika peluang ini tidak segera diambil akan mubazir dan
peluang itu tidak datang dua kali Bu. Van mohon dengan sangat kepada Ibu untuk
memberikan ridhonya kepada Van meski tidak ada uang yang dapat Ibu berikan
kepada Van,” jawab Irvan dengan suara parau.
Ibunya masih belum memberikan ridho kepada Irvan dan tekap Irvan
untuk pergi sudah bulat seratus persen. Tidak ada pilihan untuk kembali buatnya
jika telah memutuskan segala sesuatu, segala resiko dan tantangan akan
dijalaninya nantinya. Itu adalah tantangan hidup tersendiri baginya dalam
memulai karirnya di negeri orang.
Semua perlengkapan Irvan sudah siap dan hanya menunggu travel untuk
pergi dan sayang ridho yang diharapkan dari semua anggota keluarga tidak
kunjung ia dapatkan. Dengan berat hati Irvan mencoba mempertahankan
keyakinannya meski tidak mendapatkan ridho dari Ibu dan kakak-kakaknya. Malam
menjelang Irvan pergi tidak ada yang peduli dengannya, walaupun di rumah ada
Kak Mursal, Kak Irwan, Kak Yeni dan Ibunya. Namun mereka mencoba memberikan
penjelesan bahwa kerja di rantau orang sangatlah beresiko dan gajinya pun akan
setara dengan di kampung.
Detik demi menit berlalu, sebuah travel yang ditunggu Irvan sudah
datang dan tidak ada yang peduli dengan kepergian Irvan malam itu. Air matanya
bercucuran dan dadanya terasa sesak seketika itu juga. Irvan mencoba berpamitan
dan bersalaman dengan kakaknya namun tidak ada satupun yang mau menerima salam
Irvan dan begitu juga Ibunya. Rasa sedih
yang mendalam ketika langkahnya mulai mendekati mobil travel tersebut.
“Assalamu alaikum Kak Mursal, Kak Irwan, Kak Yeni, Ibu Van
berangkat dulu,” sambil berjalan keluar meski tidak ada satupun yang menyahut
sesuan Irvan.
Hanya Ibu Irvan yang berdiri di dekat pintu dengan cucuran air
matanya, namun tidak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya.
“Ya Allah jika memang perjalanan hamba ini tidak diridhoi keluarga
hamba, biarkan hamba pergi menghadap-Mu malam ini juga dan jika perjalanan
hamba ini Engkau ridhoi maka selamatkan lah hamba sampai tujuan,” doa Irvan di dalam hati.
Baru dua puluh menit kemudian Irvan mencoba meraih HP-nya dan
menulis sesuatu untuk keluaganya di rumah.
“Assalamu alaikum, Van tidak bisa mencoba memberikan penjelasan
lebih. Ada surat yang Van tinggalkan di dalam kotak berwarna pink di rak
perpustakaan Van, biarkan surat itu yang menjawab semua pertanyaan ada.”
Beberapa menit kemudian beberapa panggilan masuk dari Kak Mursal,
namun Irvan tidak mau mengangkat telpon itu. Akhirnya Irvan mematikan HP-nya
dan memasukannya ke dalam tasnya. Ternyata apa yang dirasakan Irvan selama ini
dan apa yang membuatnya merasa terus bersalah sudah diungkapkannya dalam surat
itu. Akhirnya semua terungkap sudah dan semua mengerti mengapa Irvan tidak mau
berlama-lama setelah wisuda. Itulah alasan Irvan pergi meninggalkan kampung
halamannya demi mengejar masa depannya dan tidak ingin ada yang terberatkan
lagi dengan kehadiran Irvan disana.
***
“Siapa dia Sa ?” ucap sahabat Yulisa.
“Ada deh, mau tahu saja,” balas Yulisa dengan santai.
“Cerita doang sama sahabatmu sendiri ? Dari tadi terus saja melihat
foto itu,” balas Idha dengan penasaran.
“Iya deh, dia adalah seorang penulis dan sudah menerbitkan beberapa
karya Dha. Saya sangat suka dengan karya-karyanya dan tentunya dari analisaku
bahwa tulisannya sangat indah dan kata-kata sederhana dan mudah dimengerti.
Selain itu kata orang bahasa yang digunakan sangat bersangkutan dengan sifat
seseorang itu. Aku yakin selain orangnya tampan juga baik Dha,” jelas Yulisa.
“Iya juga sih, dulu pernah dengar juga hal yang seperti itu. Tapi
ngomong-ngomong kayaknya ada yang tertarik dengan seorang penulis nih,
cie..cie,” goda Idha.
“Ahh..pengen tahu saja, kita berangkat lagi yuk ?”
“Udah dari tadi siap Mbakkkk, ditungguin malah sibuk lihatin foto
dari tadi,” dengan sedikit mengindir sahabatnya.
“Maaf Dha, ayo.”
Hari ini adalah kegiatan Fornis yang selalu diadakan setiap jumat
di kampus mereka. Namun Yulisa dan Idha sama-sama telah mendapatkan kepercayaan
dari teman-temannya di organisasi untuk memberikan materi hari ini. Selain itu
Yulisa juga aktif di dunia kepenulisan karya ilmiah. Selain aktif di organisasi
keislaman juga mengembangkan bakat menulisnya, bahkan Yulisa juga dikenal
pemateri yang sangat berbakat dan sangat sopan santun dengan siapa saja.
Bukan hanya teman-teman satu organisasi saja yang tertarik
dengannya juga teman sekampus dengannya. Namun dia tidak pernah ambil pusing
dengan godaan yang terus berdatangan, baginya memperbaiki diri dan pasti juga
akan mendapatkan orang yang baik juga. “Orang yang baik akan mendapatkan jodoh
yang baik juga, sebaliknya orang yang buruk akan mendapatkan jodoh yang buruk
juga.”
Ungkapan yang terus terngiang-ngiang di telinganya, maka itulah
alasan Yulisa terus memperbaiki dirinya. Bahkan dia juga melaksanakan puasa sunnah
senin-kamis dan melakukan ibadah sunnah lainnya. Hanya keiklasan dan semua yang
terbaik diserahkannya kepada Allah yang lebih tahu daripada hambanya.
Namun sebagai manusia normal rasa suka dan tertarik dengan lawan
jenis sangat mempengaruhi pikiran Yulisa. Dalam diam dia terus mencari tahu
informasi sosok foto yang terus dipandanginya itu, meski rasa suka dan
tertariknya tidak bisa dia ungkapkan secara langsung. Namun Yulisa tidak pernah
menyerah dan terus mencari informasi terkait dengan orang yang membuatnya
terlena itu. Akhirnya dia menemukan alamat facebook serta nomor HP-nya
di dalam karya penulis itu. Walaupun sudah mendapatkan nomor telpon dan alamat fb-nya,
namun Yulisa tidak mau gegabah mengambil keputusan dan mencoba mencari
informasi tambahan dari fb tersebut. Tidak banyak informasi yang
ditemukan Yulisa, semakin dia mencari semakin membuat rasa penasarannya semakin
tinggi dan dalam.
Walaupun tidak dapat mengungkapkan rasa yang ada dalam hatinya
kepada orang yang dikaguminya itu, namun dalam untaian doa-doanya setiap waktu
menyertai isi hatinya itu. Dia berharap mendapatkan jodoh yang baik dan sama
dengan dirinya, selain itu dapatkan memberikan keyamanan dan membawanya ke
jalan yang selamat dunia dan akhirat tentunya.
***
Selama beberapa dalam perjalan akhirnya Irvan sampai di Kota
Bertuah yang sangat indah dan menawan. Gedung-gedung tinggi dan hiasan lampu
yang indah sepanjang perjalanan kota membuat Irvan merasa kecil. Inilah kota
yang selama ini dia impi-impikan itu, baru kali ini dia melihat dengan mata
kepala dan langsung berkunjung ke kota idamannya itu.
Suatu tawaran yang sangat jarang dan keputusan yang diambil Irvan
sangat berisiko. Hanya keinginan dan keyakinannya lah yang bisa membuatnya
sampai di dunia luar itu. Seorang seniornya di organisasi Islami kampus yang
memberikan tawaran untuk langsung bekerja di Kota Pekanbaru. Tidak pernah
terbayangkan oleh Irvan untuk mendapatkan langsung pekerjaan itu dan sebagian
besar teman-temannya yang sudah wisuda sama dengannya masih belum mendapatkan
pekerjaan.
Irvan disambut hangat oleh seorang teman kerja di kota yang baru
dikenalnya itu. Namun dunia baru itu telah membuka hati dan pikirannya bahwa
indahnya daerah lain. Walaupun Irvan sudah mengetahui sebagian besar keindahan
kota kelahirannya, namun ketika dia mulai menampakkan kakinya di daerah yang baru
dia kenal itu. Perasaan aneh dan berbeda ketika berada di kota baru membuat
dirinya bangga bisa sampai di sini.
Ternyata Irvan mendapatkan tawaran di PT. Resultant bagian Provinsi
Riau, namun Irvan ditugaskan pada bagian administrasi. Selain itu perusahaan
ini juga bekerja sama dengan Kementrian Sosial di Jakarta dalam projek Verivali
pendataan penduduk. Sungguh ajaib ketika semua keluarganya tidak merespon
kepergian Irvan, namun akhirnya ketika Irvan baru sampai di Kota Pekanbaru
Allah berkehendak lain. Semua keluarganya dan Ibunya merestui serta meridho
kepergian anak bungsunya untuk menaungi kerasnya dunia kerja.
Ketika ujian itu datang, hal yang selalu dilakukan Irvan adalah
memohon bantuan dan pertolongan kepada yang diatas karena Dia yang memberikan
cobaan dan Dia juga yang memberikan bantuan kepada para hamba-hambanya. Tidak
sedikitpun Irvan menjauh dari-Nya, justru dia semakin mendekatkan dirinya
kepada Allah agar dimudahkan setiap jalan yang diambilnya.
Selain mendapatkan teman-teman kerja baru dan baik serta selalu
membimbingnya untuk menyelesaikan setiap pekerjaan. Posisi Sub. Administrasi
dan Humas yang dipenggang Irvan, sedangkan tim lainnya ada empat orang lain
yaitu Mas Dani sebagai Koordinator Provinsi Riau, Bang Toni sebagai Sub.
Koordinator Keuangan dan Umum, Mbak Deanok sebagai Sub. Koordinator QC dan Pak
Sigit sebagai Sub. Koordinator Entri Data. Selain itu Irvan mendapatkan
pengalaman yang berharga dari awal karirnya itu, bekerja dalam tekanan, gesit
dan tim.
Awalnya Irvan sedikit bingung dengan pekerjaan yang dilakukannya
dan tidak mengerti apa yang harus dilakukannya. Dengan binaan dan informasi
dari rekan kerjanya, lama-kelamaan Irvan menjadi mengerti dengan tugas admin di
Provinsi Riau. Tugasnya tidak begitu berat yaitu menjadi penghubung antara
kabupaten yang ada di Provinsi Riau dengan Jakarta pusat. Awalnya Irvan merasa
minder karena baru pertama kali bekerja, namun Mas Dani, Bang Toni serta teman
lainnya selalu memberikan masukan kepadanya untuk menumbuhkan rasa percaya diri
dan berkomunikasi yang baik dengan siapa saja. Irvan butuh waktu dua minggu
untuk benar-benar memahami kerjanya dan kharakteristik teman-teman kerjanya.
Kantornya provinsi berada di Jalan Pahlawan Kerja, Marpoyan Damai
dan mendapatkan fasilitas penginapan langsung di tempat kerja. Ada Mas Dani dan
Bang Toni juga yang tinggal disana, rasa percaya Mas Dani sebagai orang yang
sangat berperan di sana mulai tumbuh kepada Irvan. Begitu juga dengan teman-teman
kerja lainnya, awalnya Irvan sedikit gugup berbicara dengan orang-orang besar
atau lebih tua daripadanya di dua belas kabupaten di Provinsi Riau. Namun
seiring berjalannya waktu, Irvan mulai terbiasa dan mendapatkan respon yang
baik dari lawan bicaranya. Namun kontrak Irvan hanya dua bulan disini dan dia
juga harus mencari kerja cadangan jika kontraknya sudah habis.
Suatu pagi Bang Toni mendapatkan informasi bahwa dua hari lagi akan
diadakan Job Fair Riau di salah satu hotel di Kota Pekanbaru. Mas Dani karena
tidak ingin jauh dari isterinya dan ingin bekerja di kampungnya di Jambi, tidak
ingin mencoba. Irvan dan Bang Toni sudah menyiapkan berkas-berkas yang akan
dibawa dan beberapa surat lamaran kerja pun dibuat. Ada lebih dari lima puluh
perusahaan yang ikut ambil andil dalam Job Fair kali ini.
Selain itu untuk memudahkan peninjaan ke setiap kabupaten yang ada,
maka tim provinsi menyewa sebuah mobil lengkap dengan sopirnya. Belakangan ini
Mas Dani dan Bang Toni memang disibukkan untuk mengurus permasalahan yang
terjadi di setiap kabupaten. Sesekali jika tidak ada pekerjaan Irvan pun diajak
untuk menikmati indahnya Kota Pekanbaru serta kulinernya yang sangat enak.
Makan di restoran dan jajanan yang lainnya sudah dirasakan Irvan berkat bekerja
disini. Hal yang tidak pernah dicobanya sudah dicobanya dan mengetahui seluk-beluk
Provinsi Riau sedikit demi sedikit mulai Irvan pahami.
Pagi itu Irvan sudah siap dengan semua berkasnya dan begitu juga
dengan Bang Toni, sedangkan Mas Dani mengantarkan mereka ke salah satu hotel
untuk mengikuti lamaran kerja tahap awal. Ada banyak para pekerja yang
mengikuti Job Fair kali ini dan berdesakkan di dalam ruangan. Hanya satu jam di
dalam serta memberikan surat lamaran kerja disana. Ada juga yang sesuai dengan
informasi yang telah disebutkan ada juga yang tidak.
Beberapa kemudian Irvan mendapatkan pesan dari PT. Penerbit
Erlangga untuk mengikuti tes matimatika tahap awal. Hari ini Irvan meminta
bantuan Mbak Deanok untuk mengantarkan ke lokasi tes tersebut, sekitar dua
puluh orang mengikuti tes sore itu. Irvan hanya berdoa dan terus berdoa setelah
berusaha untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang baru.
***
Setelah bekerja seharian ini tubuh Yulisa sedikit lelah dan mulai
beranjak dari meja tempat kerja. Ternyata pukul empat sore dan waktunya untuk
kembali ke rumah, setelah mengisi absen pulang Yulisa keluar dari kantor menuju
kendaraannya yang tidak jauh dari pintu keluar.
Namun beberapa detik pandangannya tersentak dengan sosok pria yang
sedang berjalan di sampingnya. Namun ada perasaan aneh seketika dan getaran
hebat di tubuhnya, pria yang barusan lewat di sampingnya itu terasa tidak aneh
lagi baginya. Namun dia tidak ingin membuat pria itu curiga dengan tigkahnya
dan mencoba berjalan terus mendekati motornya. Sepanjang jalan pulang terus
menghantui pikirannya dan setelah beberapa lama dia baru sadar ternyata pria
yang tadi dilihatnya itu ada orang yang selama ini dia idam-idamkan dalam
balutan doa-doanya.
Namun sayang, seorang wanita sangat rendah jika mengungkapkan rasa
sukanya kepada seorang pria. Semua itu dikembalikannya kepada Yang Maha
Mengetahui hati manusia, semoga dapat dipertemukan dengan orang yang terbaik.
“Baru sampai Sa ?” ucap Idha.
Namun Yulisa tidak menjawab dan terus melamun di atas kursi depan
rumahnya.
“Heyyy,,,ayo mikirin apa ?” ucap Idha sambil menepuk bahu Yulisa.
“Ahhhh..apa sih, tidak ada mikirin apa Dha ?”sambil sedikit
terkejut.
“Mengapa tidak langsung masuk ke dalam Sa ? Malah melamun di luar,
nggak biasanya,” selidik Idha.
“Hanya kecapek an saja Dha,” mencoba menyela.
“Biasanya nggak pernah Sa, ayo jujur saja deh ?”
“Iya deh, tadi saya berpapasan dengan penulis itu di kantor.”
“Yang benar Sa ?” dengan sedikit tidak percaya.
“Serius Dha, awalnya saya juga tidak begitu percaya. Namun setelah
saya amati wajahnya memang dia Dha,” Yulisa mencoba memberikan penjelasan.
“Apa dia juga kerja disana Sa ?”
“Nggak tahu juga sih Dha, coba dicek besok Sa ? Mana tahu jodoh
lo,” goda Idha.
“Ahh..bisa saja Dha.”
Wanita yang dibaluti jilbab itu memasuki rumahnya dan rasa
penasarannya masih belum lengkap. Apalagi apa yang disampaikan Idha sahabatnya
membuat darahnya langsung berdesir dan detak jantungnya menjadi cepat. Namun
Yulisa tidak bisa membohongi Idha yang sudah lama menjalin persahabatan
diantara mereka.
Walaupun tidak satu kantor namun antara Yulisa dan Idha tetap satu
rumah kontrakan. Rasa yang dipendam Yulisa semakin lama rasa itu semakin besar
dan sangat ingin berkenalan dengan penulis itu. Namun hal itu tidak
dilakukannya karena tidak ingin membuat kehormatannya sebagai seorang wanita ternodai
akibat ulah bodohnya itu. Biarlah tuhan yang tahu dan mempertemukan mereka
dengan kebahagiaan yang abadi nantinya.
Pagi-pagi sekali Yulisa sudah sampai di kantor dan bertanya kepada
temannya tentang karyawan baru yang ditempatkan disana. Namun sayang hal yang
diinginkan Yulisa tidak memberikan hasil karena pria itu hanya ada keperluaan
dengan perusahaan itu. Di depan mejanya Yulisa sedikit kecewa dengan penuturan
temannya yang kurang menyenangkan. Padahal Yulisa sudah merencanakan ingin
berkenalan jika pria itu juga bekerja disana, mana tahu penulis itu mau memulai
perkenalan mereka.
***
Hanya Irvan yang belum menikah diantara teman-teman kerjanya, namun
Bang Toni dan Mas Dani sekali dua minggu pulang kampung. Namun Irvan
mendapatkan pelajaran yang berharga dari pengalaman Mas Dani dan Bang Toni
untuk memilih wanita yang shalihah itu harus terus memperbaiki diri kita serta
terus meminta pertolongan kepada Allah untuk memudahkan segala urusan.
Walaupun Pak Hamdan dari Jakarta Pusat sering bercanda dengan Irvan
dengan sedikit iseng untuk mencari teman wanita di sini. Namun Bang Toni dan
Mas Dani selalu memberikan masukan dan referensi yang baik dan berharga
bagaimana memilih wanita yang shalehah itu.
Setiap kali tidak ada pekerjaan dan bercerita Bang Toni dan Mas
Dani selalu memberikan pelajaran yang baik serta membina Irvan selama disana. Namun
Irvan masih belum mendapatkan gambaran calon wanita yang akan mampu mengait
hatinya itu. Bahkan suatu malam Bang Toni pernah bertanya kepada Irvan,
“Kira-kira berapa tahun lagi antum[1]
akan menikah ?”
Sejenak Irvan berpikir, “Dua, Tiga tahun lagi insya Allah Bang,”
jawab Irvan.
“Itu waktu yang singkat akh, dari sekarang mulai menabung
untuk persiapan pernikahan. Pengennya mendapatkan isteri berasal dari Sumbar
atau luar Sumbar ?”
Irvan tidak langsung menjawab, “MMnnn...di luar Sumbar Bang,”
dengan mantap.
Walaupun sudah mendapatkan sedikit pemahaman dari Bang Toni dan Mas
Dani, namun pikiran Irvan masih belum bisa menentukan pilihan sebenarnya dan
belum ada terpikirkan untuk hal seperti itu. Walaupun selama ini Irvan
mendapatkan teman-teman yang baik serta sahabat-sahabat yang baik namun tidak
sedikitpun Irvan mencoba mendapatkan hati sahabat-sahabatnya untuk hubungan
pacaran yang tidak jelas, apalagi dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran.
Selama ini Irvan mencoba menjaga hatinya dan tidak ingin terjerat
dengan dunia masa lalunya yang kelam. Entah masih ada hatinya atau tidak,
memang beberapa tahun yang lalu, hati yang dimilikinya telah dihancurkan oleh
seorang wanita. Namun sampai hari ini hanya sisa-sisa hati yang hancur itu yang
tersisa dan tidak ingin hati itu benar-benar akan hancur nantinya, jika salah
memilih. Hanya satu hal yang terus dijalani Irvan adalah nasehat teman-teman
kerjanya ‘terus perbaiki diri.’
Akhir tahun kontrak Irvan berakhir dan harus mencari pekerjaan yang
lain lagi dan harus berpisah dengan teman-teman kerjanya. Tempat pertamanya
bekerja dan sebagai batu lompatan bagi untuk terus mencari pekerjaan yang
sesuai. Beberapa minggu kemudian Irvan mendapatkan pekerjaan baru di salah satu
perusahaan di Kota Pekanbaru. Setelah melakukan interview dengan manajer
perusahaan dan mendapatkan respon yang baik.
Hari pertama Irvan bekerja di perusahaan itu dan hatinya sedikit
lega karena disambut baik kehadirannya itu. Penyesuaian baru lagi dan dengan
pekerjaan dimulai kembali. Hari demi hari berlalu Irvan menekuti setiap
pekerjaannya dan mudah bergaul dengan rekan kerjanya. Bahkan tiga bulan kerja
pangkatnya di naikkan menjadi manajer oleh bosnya dan rasa percayanya mulai
tumbuh kepada Irvan. Irvan yang dikenal dengan mudah menyesuaikan diri dengan
orang lain dan tata bicaranya yang sopan menarik simpati siapa saja.
***
Dua tahun kemudian.
“Assamu alaikum Bang ?” suara Irvan diujung telpon.
“Wassalamu alaikum akh, gimana kabarnya ?” jawab Bang Toni.
“Alhamdulillah sehat Bang, Abang gimana kabarnya ?”
“Syukurlah, alhamdulillah juga sehat. Dimana antum kerja
sekarang ?”
“Ana[2]
masih kerja di Pekanbaru Bang disalah satu perusahaan disini, abang kerja
dimana sekarang ?”
“Hebat antum sekarang ya. Abang juga kerja di sini juga, ini
sudah dua tahun kita berpisah akh, jadi gimana keputusan antum ?”
“Setelah ana pikir-pikir dan mencoba mengembalikannya kepada
Allah, ana percayakan saja sama Abang siapa yang pantas untuk ana.
Bagaimana Bang ?”
“Antum pengennya kriterianya seperti apa ?”
“Tidak banyak-banyak Bang yang penting dia mandiri.”
“Ok akh, nanti Ane konfirmasi lagi.”
Perbincangan mereka berakhir dan Irvan kembali duduk di depan meja
kerjanya. Pikirannya melayang entah kemana dan perasaannya begitu resah dan
gelisah selama ini. Warna kehidupan yang dijalani Irvan terasa hanya satu dan
membuatnya sedikit kurang menikmati hidup ini. Namun setiap untaian doa-doanya
dan berharap Allah mempertemukan dia dengan calonnya yang dapat mengarahkannya
kepada jalan yang baik. Bahkan belakangan ini Irvan lebih meningkatkan ibadah
sunnahnya dan terus memperbaiki dirinya.
Beberapa minggu kemudian baru ada konfirmasi mengenai calon yang
diajukan Bang Toni kepada Irvan. Siang itu Irvan begitu merasa penasaran dengan
wanita yang akan menjadi calon pendamping hidupnya.
Akhirnya proses ta’aruf antara Irvan dan calonnya mulai
dilakukan Bang Toni dan Irvan terus berdoa agar setiap urusannya dilancarkan
serta mendapatkan kemudahan oleh Allah Swt. Namun hal aneh yang tidak pernah
dirasakan Irvan sebelumnya menyeruak hari itu juga. Bahkan wanita yang diajukan
sebagai calon isterinya oleh Bang Toni seperti pernah Irvan lihat sebelum.
Namun Irvan mencoba berpikir keras dimana ia pernah melihatnya, akhirnya
setelah lama berpikir. Bahwa wanita itu pernah dilihat Irvan di depan sebuah
perusahaan di Kota Pekanbaru ini.
Wanita itu juga memberikan reaksi yang terkejut dan merasa wajah
calon pendampingnya pernah dilihatnya. Tanpa membuang banyak waktu wanita itu
baru sadar bahwa pria yang selama ini dia idam-idamkan akhirnya bertemu juga.
Allah Yang Maha Mempertemukan setiap jodoh dan Dia memberikan apa yang terbaik
untuk hambanya yang terus memperbaikki dirinya untuk lebih baik lagi. Hal yang
tidak pernah terlintas akan bisa berkenalan dengan pria idamannya, namun saat
ini Allah telah mempertemukan mereka dalam ikatan suci. Dialah Yulisa sepupuh
dari Bang Toni, namun dia tidak pernah membicakan hal itu kepada Bang Toni
karena jarang bertemu.
Namun Bang Toni mengetahui itu dari sahabat Yulisa yaitu Idha.
Memang itulah misteri Allah yang terkadang tidak dapat direncakan dan datang
begitu saja. Beberapa minggu kemudian proses khitbah dan proses
berlanjut sampai apa acara walimahan.
“Selamat ya Sa, nggak disangka akhirnya dapat juga penulis itu,”
goda Idha sambil membisikkan ke telinga Yulisa.
“Ahhhh....Dha,” sambil tersenyum malu-malu.
Irvan yang berdiri sambil memengang tangan Yulisa dengan lembut
memandang apa yang sedang terjadi sama isterinya. Namun hanya senyuman manis
yang dilemparkan Yulisa kepada Irvan sambil terlihat gugup. Semua teman-teman
Irvan hari itu berdatangan dan ucapan selamat terus mengalir kepada pasangan
muda itu.
“Terimakasih Cinta, Van akan selalu membuatmu bahagia,” bisik Irvan
ke telinga Yulisa di sela-sela walimahan berlangsung.
0 komentar:
Posting Komentar